USAHA RAKYAT DALAM BIDANG PENDIDIKAN

USAHA-USAHA RAKYAT DALAM BIDANG PENDIDIKAN
(MUHAMMADIYAH, TAMSIS & PERSIS)

Dalam rangka melengkapi tugas perkuliahan mata kuliah Sejarah Pendidikan Umum

Dosen
Saca Suhendi, M.Ag

Oleh (kelompok 4)

1152020096 Imam Ubaidilah
1152020097 Indah Faridiawati
1152020102 Jahid Ridwan
1152020108 Kristin Wiranata
1152020122 M. Luthfi Iman Muqoddas





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016




KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang mana karena limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik dari segi apapun, sehingga makalah ini berjalan dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi syarat nilai mata kuliah Sejarah Pendidikan Umum. Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik menyangkut isi maupun penulisan. Kekurangan-kekurangan tersebut terutama disebabkan karenakan keterbatasan pengetahuan serta kemampuan penulis. Hanya dengan bantuan dari berbagai pihak untuk memberikan kritik dan saran yang membangun maka kekurangan-kekurangan tersebut dapat lebih baik. Dengan tersusunnya makalah ini penulis berharap kita dapat memahami sejarah mengenai usaha-usaha rakyat di dalam bidang pendidikan sehingga kita lebih menghargai pendidikan.


Bandung, 07 Maret 2016
Penulis










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang Masalah 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
Muhammadiyah 3
Taman Siswa 9
Persatuan Islam 15
BAB III PENUTUP 19
Lampiran iii
DAFTAR PUSTAKA iv

















BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
       Pendidikan tidak terlepas dari sejarahnya dan pendidikan ada karena adanya pengorbanan dan perjuangan dalam mewujudkannya. Pendidikan di Indonesia telah melalui beberapa tahapan sejarah yang penuh perjuangan, diawali dengan munculnya sekolah R.A. Kartini, Muhammadiyah, Taman Siswa dsb. Para tokoh tersebut mempunyai kepentingan pendirian untuk bangsa Indonesia secara umum, tanpa melihat ras, suku, daerah, dan agama. Mereka berkeingininan memajukan bangsa melalui pendidikan. Karena suatu bangsa dijajah disebabkan keterbelakangannya, dan kunci kemajuan bangsa adalah pendidikan. Diantara beberapa bentuk perjuangan rakyat dalam bidang pendidikan, penulis akan membahas pendidikan yang dibangun oleh Muhammadiyah, Taman Siswa dan Persatuan Islam.  
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912. Beliau berinisiatif untuk mendirikan sekolah yang berbasis modern namun di dalamnya mencakup ajaran-ajaran islam. Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara (1922). Beliau mendirikan Tamsis sebagai salah satu cara untuk meningkatkan derajat rakyat yang ditindas oleh kaum Revolusioner. Dengan pendidikan yang dibangunnya (Tamsis) beliau berusaha untuk membangkitkan rakyat Indonesia sehingga dapat melakukan titik balik pergerakan bangsa. Adapun Persis (Persatuan Islam) didirikan oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus. Salah satu tokoh Persis yakni Muhammad Natsir, Beliau sangat prihatin dengan pendidikan yang berada disekitarnya, karena pendidikan umum tidak mencakup pelajaran agama (islam) di dalamnya. Oleh karena itulah, untuk membekali masyarakat dengan pengetahuan agama beliau mendirikan sekolah berbasis Islam.
Usaha para tokoh diatas dalam memperjuangkan pendidikan di Indonesia, tidaklah mudah, bahkan mereka rela mengorbankan harta, pemikiran, tenaga dan keselamatan. Untuk dapat mengetahui perjuangan mereka maka penulis menyajikan makalah ini dengan judul “Usaha-usaha Rakyat dalam Bidang Pendidikan”.
Rumusan Masalah
Setelah penulis menelusuri sejarah mengenai usaha-usaha rakyat di bidang pendidikan, penulis merumuskan beberapa masalah, diantaranya:
Bagaimanakah sejarah pendidikan Muhammadiyah?
Bagaimanakah sejarah pendidikan Taman Siswa?
Bagaimanakah sejarah pendidikan Persatuan Islam?
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Sejarah Pendidikan Umum dan sebagai salah satu langkah penulis untuk dapat memperluas pengetahuan mengenai sejarah pendidikan di Indonesia.


















BAB II
PEMBAHASAN

Muhammadiyah
Biografi K.H. Ahmad Dahlan
K.H Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1868 di Kauman, Yogyakarta, dengan nama kecil Muhammad Darwisyi. K.H. Ahmad Dahlan berasal dari “lingkaran dalam” atau “lingkaran tengah kesultanan Yogyakarta”. Beliau lahir dari keluarga ningrat yang dekat dengan lingkaran kesultanan, meskipun merupakan trah (keturunan langsung) dari sultan. Ayahnya, K.H Abu Bakar bin H. Sulaiman adalah seorang ketip tetap di masjid Agung Kesultanan Yogyakarta, ibunya berasal dari keturunan seorang penghulu bernama H. Ibrahim.
K.H. Ahmad Dahlan tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah sekuler yang diselenggarakan pemerintah Belanda. Ayahnya memberikan pendidikan privat di rumahnya. Melalui ayahnya beliau belajar ilmu-ilmu keagamaan.
Beliau mengembangkan gagasan pembaharuan di dalam masyarakat. Alasan beliau terpanggil untuk melakukan pembaharuan di masyarakat ialah: pertama, alasan religious, yaitu kemunduran umat islam yang disebabkan oleh sinkretisme, mistisime, dan taqlid; kedua, alasan social-budaya. Karena bangsa Indonesia dan umat islam mengalami kemiskinan, kemunduran dan keterbelakangan; ketiga, alasan politik. Karena penjajahan Belanda dan penetrasi Misi Kristen-Katholik dalam masyarakat pribumi.
Sejarah Muhammadiyah
Muhammmadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogya Karta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian di kenal dengan KHA Dahlan. Persyarikatan ini bergerak di bidang di bidang sosial pendidikan. Padahal K.H.A Dahlan juga berasal dari keluarga bangsawan Jawa. Namun, beliau tidak tertarik pada gerakan jawanisme atau kedjawen dari Boedi Oetomo, K.H.A Dahlan memberikan perhatian besar pada anak yatim piatu dan fakir miskin. Beliau lebih tertarik membuka kesempatan pendidikan nasional dengan tidak mengutamakan salah satu suku jawa saja seperto Boedi Oetomo, dan hanya untuk anak bangsawan.melainkan lebih menekankan pendidikan untuk seluruh strata soaial anak dari Keluarga Muslim.
 K.H.A. Dahlan, beliau adalah pegawai Kesultanan Krato Yogyakarta sebagai seorang khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur’an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan di rumahnya di tengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar keluar kampung Kauman bahkan sampai keluar daerah dan keluar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada di seluruh pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran (pengetahuannya) kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu mudan dan forum pengajian yang di sebut “Sidratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
K.H.A. Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 disana saat itu masi menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah di pegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934. Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunanpada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini menjadi Muktamar 5 tahunan.
Muhammadiyah memiliki karakteristik tersendiri, yakni pada pembaruan yang dilakukan melalui penataan organisasi yang rapi terencana. Pokok-pokok pemikiran Muhammadiyah di aplikasikan dalam kehidupan sosial yang nyata. Secara umum amal usaha Muhammadiyah difokuskan pada bidang garap, yaitu keagamaan, pendidikan, dan kemasyarakatan.
Dalam bidang keagamaan, berarti ini penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang karena waktu, lingkungan, situasi dan kondisi, mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutp oleh kebiasaan dan pemikiran lain. Dalam masalah akidah, Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah islam yang murni, bebas dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat tanpamengabaikan prinsip-prinsip toleransi menurut ajaran islam. Sedangkan dalam ibadah, Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah sebagaiman yang di tuntunkan oleh Rasulullah SAW. tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah merupakan organisasi massa Islam terdepan dan terbesar di bandingkan dengan organisasi yang lainnya. Bagi Muhammadiyah pendidikan mempunyai arti penting, karena melalui bidang inilah pemahaman tentang ajaran Islam dapat di wariskan dan dapat di tanamkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika program nyata yang paling awak di lakukan oleh Muhammadiyah adalah menggembirakan pendidikan. Dibidang ini, paling tidak ada dua segi yang menjadi sasaran pembaruan, yaitucita-cita dan teknik pengajaran. Dari segi prtama K.H.A. Dahlan menginginkan bahwa cita-cita pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia Muslim yang baik budi, alim, dan agama, luas dalam pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Sdangkan pembaruan segi kedua berkaitan dengan cara penyelenggaraan pengajaran. Dengan mengambil unsur-unsur yang baik dari sistem pendidikan Barat dan sistem pendidikan tradisional,Muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan sendiri seperti sekolah model Barat, tetapi di masukkan materi pelajaran agama di dalamnya,, proses belajar mengajar tidak lagi diadakan di masjid atau langgar, tapi di gedung yang khusus, yang di lengkapi dengan meja, kursi dan papan tulis, sehingga tidak lagi duduk dilantai.
Dalam bidang kemasyarakatan, usaha yang dilakukan oleh Muahammadiyah yaitu dengan mendirikan berbagai rumah sakit, poliklinik, rumah yatim piatu, yang di kelola melalui lembaga-lembaga, bukan secara individual sebagaimana yang dilakukan orang pada umumnya di dalam memelihara anak yatim piatu. Usaha dlam bidang pembruan soseial kemasyarakatan ini di tandai dengan didirikannya Pertolonga Kesengsaraan Oemoem (PKO) pada tahun 1923. Ide dibalik pengembangunan dalam bidang ini karena banyak diantara orang Islam yang mengalami kesengsaraan. Hal ini merupakan kesempatan kaum Muslimin untuk saling menolong.
Sampai saat ini Muhammadiyah mengelola lebih dari 10.000 lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai dengan Perguruan Tinggi (Perguruan Tinggi Muhammadiyah sendiri sudah mencapai 117), 25 rumah sakit, ratusan poli klinik dan BKIA, ratusan rumah sakit yatim piatu dan ratusan usaha koperasi. Dari amal usaha yang begitu besar dan luas, perkembangan usaha Muhammadiyah tidak ada tanda-tanda untuk surut.
Muhammadiyah mempunyai usaha lain untuk mencapai maksud dan tujuan.
Mengadakan dakwah Islam
Memajukan pendidikan dan pengajaran
Menghidup-suburkan masyarakat tolong-menolong
Mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf
Mendidik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda, supaya kelak menjadi orang Islam yang berarti
Berusaha kearah kebaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam
Berusaha dengan segala kebijaksanaan, supaya kehendak dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat. (Anggaran Dasar Muhammadiyah Desember 1950).
Muhammadiyah mulai diluaskan pada tahun 1917. Dalam tahun 1927 Muhammadiyah mendirikan cabang-cabang di Bengkulu, Banjarmasin, dan Amuntai. Pada tahun 1929 pengaruhnya tersebar ke Aceh dan Makassar. Dalam tahun 1925 organisasi ini telah mempunyai 29 cabang-cabang dengan 4.000 orang anggota, sedangkan kegiatan-kegiatannya dalam bidang pendidikan meliputi delapan Hollands Inlandse School, sebuah sekolah guru di Yigyakarta, 32 sekolahh dasar lima tahun, sebuah Schakelschool, 14 madarasah, seluruhnya dengan 119 orang guru dan 4.000 murid. Dalam bidang sosial, ia mencatat dua buah klinik di Yigyakarta dan Surabaya dimana 12.000 pasien memperoleh pengobatan; sebuah rumah miskin dan dua buah rumah yatim piatu. Dalam tahun 1929 peserta-peserta dari kongres tahunnya berasal dari hampir pulau-pulau besar Indonesia (kecuali Kalimantan). Kongres ini mencatat 19.000 anggota Muhammadiyah, sedangkan dalam publikasi dari Muhammadiyah telah menerbitkan sejumlah 700.000 buah buku dan brosur. Cabang organisasi ini di Solo telah membuka sebuah klinik mata dan di Malang sebuah klinik lain. Kongres tahun 1930 yang yang diadakan di Bukittinggi, tempat pertama kongres di luar Jawa, mencatat 112 cabang-cabang dengan 24.000 orang anggota. Keanggotaan ini bertambah menjadi 43.000 pada tahun 1935,tersebar pada 710 cabang-cabang termasuk 316 di Jawa, 286 di Sumatera, di Sulawesi dan 29 di Kalimantan. Pada tahun 2938 terdapat 852 cabang-cabang serta 898 kelompok (yang belum berstatus cabang), seluruhnya dengan 250.000 anggota. Aiapun memelihara 834 mesjid dan langgar, 31 perpustakaan umum dan 1.774 sekolah.disamping itu terdaftar pula propagandis Muhammadiyah sebanyak 5.516 laki-laki dan 2.114 wanita.
Diantara sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tertua dan besar jasanya ialah:
Kweekschool Muhammadiyah Yogyakarta.
Mu’alimin Muhammadiyah, Solo, Jakarta.
Mu’alimat Muhammadiyah, Yogyakarta.
Zu’amaZa’imat, Yogyakarta.
Kuliyah Mubaligin/Mubaligat, Padang Panjang (Sumatera Tengah)
Tabligschool, Yogyakarta.
HIK Muhammadiyah Yogyakarta.
Pada masa Indonesia merdeka, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah / madrasah-madrasah berlipat ganda banyaknya dari masa penjajahan Belanda dahulu. Menurut siaran Muhammadiyah (Edisi Oktober 1957) jumlah sekolah agama / madrasah Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
Madrasah Ibtidaiyah 412 buah
Madrasah Tsanawiyah 40 buah
Madrasah Diniyah (Awalyah) 82 buah
Madrasah Mu’alimin 73 buah
Madrasah Pendidikan Guru Agama 75 buah
Lain daripada itu banyak sekolah-sekolah umum Muhammadiyah seperti di bawah ini :
Sekolah Rakyat ................................................................. 445 buah
SMP ................................................................................... 230 buah
SMA.................................................................................... 30 buah 
Sekolah Taman Knak-kanak .............................................. 66 buah
SGB .................................................................................... 69 buah
SGA..................................................................................... 16 buah
Sekolah Kepandaian Putri ................................................... 9 buah
Sekolah Menengah Ekonomi Pertama ............................. 3 buah
Sekolah Guru Taman Kanak-kanak ................................. 2 buah
Sekolah Ekonomi Atas .................................................... 1 buah
Sekolah Guru Kepandaian Putri ...................................... 1 buah
Sekolah Guru Pendidikan Jasmani .................................. 1 buah
Sekolah Pendidikan Kemasyarakatan ............................. 1 buah
Sekolah Putri A’isyiyah .................................................. 1 buah
Fakultas Hukum dan Filsafat .......................................... 1 buah
Perguruan Tinggi Pendidikan Guru ................................ 1 buah
Taman Siswa
Biografi Ki Hajar Dewantara
Nama asli Ki hajar Dewantara adalah Raden Mas Suwardi Suryaningrat putra dari Sasradiningrat dan cucu dari Raden Mas Nataningrat Raden Paku Alam ke-4 dari Yogyakarta, Beliau lahir pada tanggal 2 Mei 1889.
Setelah tamat dari ELS (Europesche Lagere School) sekolah dasar Belanda, beliau meneruskan pendidikannya ke sekolah guru namun tidak sampai lulus, beliau juga pernah sekolah di STOVIA, namun juga tidak sampai tamat karena beasiswanya di cabut setelah beliau menyelesaikan ujian kenaikan tingkat, tapi putus sekolah tidak membuat beliau patah semangat, ia yang telah aktif dalam pergerakan nasional menyalurkan ekspresi perjuangannya melalui tulisan-tulisannya. Berbagai tulisannya dimuat dalam berbagai media penerbitan, diantaranya dua tulisannya yang berani mengkeritisi pemerintahan Belanda di beri judul Als Ik Een Nederlander Was (seandainya aku seorang Belanda) dan Een Voor Allen Maar Ook Allen Voor Een (satu untuk semua, namun semua untuk satu juga) selain menulis beliau bekerja di Apotek Rathkamp, Yogyakarta.
Ki Hajar juga aktif berorganisasi. Ia memasuki Budi Utomo dan berada dalam devisi propoganda. Bersama dengan Danudrija Setyabudi dan Ciptomangunkusumo, mereka mendirikan Indische Partij (IP) di Bandung. Karena aktifitas politik mereka yang menantang pemerintahan kolonial Belanda mereka di asingkan ke Belanda selama 6 tahun. Di Belanda Ki hajar memanfaatkan waktunya untuk belajar ilmu pendidikan hingga akhirnya mendapatkan Europeesche Akte (Akte Guru Eropa).
Sepulang dari pengasingannya, Ki Hajar menjadi guru di sekolah yang didirikan Suryopronoto dan pada tanggal 3 juli 1922 beliau mendirikan sekolah yang di beri nama Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) beliau juga di tunjuk menjadi anggota PUTERA ( Pusat Tenaga Rakyat) ketika masa pendudukan jepang ketokohannya mengenai pendidikan membuatnya terpilih sebagai menteri pengajaran dalam kabinet pertama Republik Indonesia yang di bentuk pada tanggal 2 September 1945.
Bapak pendidikan ini terus berkiprah dalam dunia pendidikan hingga wafat pada tanggal 26 april 1959 di Yogyakarta dan di makamkan di pemakaman Wijayabrata. Pemerintah indonesia menganugrahi Ki Hajar dewantara selaku pahlawan pergerkan nasional pada tahun 1959.
Sejarah Taman Siswa
Sejarah Taman Siswa adalah sejarah kebangsaan Indonesia. Kelahirannya pada tanggal 3 juli 1992 dinilai oleh seorang penulis sejarah Indonesia sebagai titik balik dalam pergerakan Indonesia. Karena kaum revolusioner yang mencoba menggerakkan rakyat dengan semboyan-semboyan asing dan ajaran-ajaran marxis terpaksa memberikan tempat untuk ajaran-ajaran baru, yang benar-benar berasas kebangsaaan dan berifat non kooperatif dengan pemerintah jajahan.
Bapak gerakan inilah R.M. Suwardi Surjaningrat atau yang kemudian dikenal Ki Hadjar Dewantara. Karena ke anggotaannya dalam Indische Partij dan aktifitasnya menentang usaha-usaha perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda atas jajahan Francis Navoleon, maka ia dibuang ke negeri Belanda bersama dengan Dr. Tjipto Mangunkusumo dan E.F.E Douwes Dekker (Danudirdjo Setyabudhi), 1913 – September 1919. Dalam masa pembuangan itu ia memakai kesempatan untuk mempelajari masalah-masalah pendidikan dan berhasil merumuskan pernyataan azas pengajaran nasional.
Dengan mendirikan Taman Siswa yang pertama, maka pada masa itu berarti ia mengesampingkan pendapatan politik. Tetapi ternyata ia dapat mewujudkan keinginan bangsanya, karena usaha untuk mendidik angkatan muda dalam jiwa kebangsaan Indonesia merupakan bagian penting dari pergerakan Indonesia dan dianggap merupakan dasar perjuangan meninggikan derajat rakyat. Banyak perkumpulan partai-partai memasukkan hal itu dalam programnya.
Pernyataan azas Taman Siswa tahun 1922 berisi 7 pasal yang secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut : pasal kesatu dan kedua mengandung dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila ditetapkan pada pelaksanaan pengajaran, maka hal itu merupakan usaha mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka didalam batas-batas tujuan mencapai tertib-damainya hidup bersama. Didalam pasal satu termasuk juga dasar kodrat alam, yang diterangkan perlunya, agar kemajuan sejati dapat diperoleh dalam perkembangan kodrati.
Pada tahun 1930 pemerintah Hindia Belanda mencatat bahwa di jawa terdapat pusat-pusat kegiatan pemeliharaan kesejahteraan penduduk yang diusahakan oleh bangsa Indonesia sendiri, yaitu yang diusahakan oleh Muhammadiyah, Indonesische Studieclub Surabaya dan Taman Siswa.
Mengenai Taman Siswa penerbitan pemerintah Belanda itu menyuarakan sebagai berikut :
“Semula didirikan pada tahun 1922 di Yogyakarta, sekarang ini perguruan Taman Siswa meliputi 40 cabang, 3 diantaranya di Sumatra Timur dan 4 di Keresidenan Kalimantan Selatan dan Timur, dengan jumlah murid 5.140 orang. Ibu Pwiyatan di Yogyakarta terdiri dari sebuah MULO dengan 238 murid, sekolah rendah dengan 362 murid dan schakelschool dengan 97 murid. Sejak tahun 1925, pada waktu sekolah rendah untuk pertama kali meluluskan muridnya, rata-rata 70% dari mereka telah lulus ujian pegawai negeri rendah dan ujian masuk MULO atau sekolah teknik. Banyak diantaranya yang melanjutkan pelajaran ke MULO atau ke kweekschool, yang didirikan pada tahun 1924”.
Dari lulusan MULO pada tahun 1928, 5 diantara 9, dan pada tahun 1929, 6 diantara 14 telah lulus ujian AMS atau berarti rata-rata 45%. Sedangkan 24 lulusan Taman Guru (MULO + 1 tahun teori + 1 tahun pendidikan praktek) sekarang semua bekerja sebagai guru pada Taman Siswa atau pendidikan partikelir lainnya. Pada tahun 1929 yang mencatatkan diri sebagai murid MULO begitu besar, sehingga banyak yang ditolak. Tentang Taman Siswa yang di Yogyakarta para ahli telah memberikan penilaiannya yang baik. Kesuksesan juga dialami oleh sekolah-sekolah di Surabaya, Jakarta, Tegal dan Malang. Di kota tersebut pertama itu terdapat sekolah Taman Siswa di keranggan, dan di Tumenggungan yaitu Taman Indriya dengan 7 guru dan 420 murid, sekolah rendah di pacarkeling dengan 1 guru dan 32 murid. Tetapi disini sistem Yogyakarta tak dapat dilaksanakan karena anak-anak tidak tinggal menetap di sekolah, orang mulai mengajar dengan bahasa Belanda, pengajaran musik dan nyanyian harus berbeda dengan apa yang dapat terlaksana di pusat budaya Jawa itu banyak yang mementingkan Taman Indriya sebagai regenerasi anak-anak kota karena hasil pengajarannya baik.
Di Batavia terdapat taman anak-anak dengan 60 murid di Kemayoran dan sekolah rendah dengan 200 murid di Jati Baru. Mulai tanggal 1 Juli sekolah rendah yang kedua didirikan di kebon jeruk. Sebuah asrama didirikan di Jati Baru.
Mr. A. Jonkama yang telah mengunjungi sekolah menengah Taman Siswa di Bandung yang dipimpin oleh Sosrokartono, kakak dari R. A. Kartini yang guru-gurunya adalah I. R. Soekarno dan Mr. Sunaryo. Sekolah itu bercorak Nasional Indonesia. Selanjutnya nampak sekolah itu mengikuti MULO pemerintah. Bahasa Belanda merupakan bahasa pengantar. Diduga Mr. Sunaryo yang memberi pelajaran tatanegara sejarah, akan menitikberatkan kepada corak Insonesia. Direktur Sosrokartono menyukai suatu AMS dengan bahasa-bahasa Timur klasik dan memikirkan sebagai kelanjutan sebuah fakultas sastra Timur.
Kedudukan sastra Timur dalam program pendidikan sudah tidak asing dikalangan Taman Siswa, namun dalam pemikiran dan penerapannya ternyata berbeda menurut lingkungannya. Demikian juga dikalangangan Taman Siswa Jakarta pada tahun 1933 mendirikan Taman Dewasa Raya sebagai lanjutan Taman Dewasa atau SMP dengan program yang disebut “literer-ekonomis”. Sarmidi Mangun Sarkoro, waktu itu sebagai pemimpin perguruan, menjelaskan program itu dalam karangannya sebagai berikut :
Mengapa literer-ekonomis ? sifat kesusastraan (sastra timur) menyatakan cita-cita pembangunan kebudayaan sendiri. Program ekonomis itu timbul dalampandangan, bahwa kalau tidak adanya pengetahuan ekonomi bangsa Insonesia tidak dapat bertahan dalam perputaran rumah tangga dunia yang besar itu dengan sadar Taman Dewasa Raya bertujuan mendidik pekerja untuk pergaulan hidup yang akan datang berjiwakan cinta yang besar kepada bangsa dan tanah air.
Dari gambaran mengenai keadaan beberapa cabang Taman Siswa di atas, nyatalah bahwa sekolah sebagai alat ideologi yang begitu populer di masa itu, segi praktisnya dihindari dari Taman Siswa dan program kegiatannya lebih menekankan Nasionalisme Kebudayaan. Nasionalisme Kebudayaan dalam Taman Siswa dijelaskan. Telah menjadi kepercayaan luhur, menjadi aliran jiwa (Ki Hadjar Dewantara) yang bercorak religi.
Dalam Kongres Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) di Surabaya pada tahun 1928, Suwardi (Ki Hajar Dewantara) diminta untuk memberikan prasaran yang berjudul “pengajaran dan penghidupan Rakyat” dan di terima oleh Kongres. Ki Hajar dewantara kemudian menjabat menjadi komisi pengajaran PPPKI. Dengan ini, sekolah-sekolah partikelir mendapat landasan untuk meneruskan usaha meninggikan derajat rakyat melalui pengajaran sendiri.
Sejak itu timbul rumusan Ki Hajar Dewantara tentang hubungan gerakan politik dan sekolah-sekolah bangsa sendiri, “Tanam Siswa dan segala usaha sosial lainnya merupakan ladang dan sawah, dimana orang-orang memupuk apa yang perlu bagi melindungi hidupnya. Gerakan politik merupakan pagar, yang melindungi ladang dari gangguan binatang-binatang buas yang akan memakan dan menginjak-injak tunas-tunas tanaman”. Pelaksanaan pernyataan azas itu didalam praktek pengajaran yang di tujukan untuk dapat mencapai tujuan pendidikan Taman Siswa, yaitu terwujudnya masyarakat tata-tenterem atau tertib-damai. Metode pendidikan yang ditempuh adalah:
a. Pada tahun-tahun pertama permulaan peserta didik sebanyak mungkin dibiasakan dengan suasana rumah serta lingkunganya sendiri. Dasar-dasar bahasa dan alam pikiran sendiri ditanam sekuat-kuatnya melalui nyanyian dan permainan anak-anak, sebelum peserta didik mendapat pengajaran dalam bahasa asing.
b. Pendidikan diberikan untuk menyiapkan rasa kebebasan dan tanggungjawab, agar anak-anak berkembang merdeka dan menjadi orang yang serasi, terikat erat dengan milik budaya sendiri dan dengan demikian dan terhindar dari pengaruh tidak baik dan tekanan hubungan kolonial, sepertiumpamany rendah diri, ketakutan, kebencin, keseganan dan tiruan yang membuta. Lain dari pada itu anak-anak di didik dengan partiotismeimdomesia yang memilik rasapengabdian tinggi bagi nusa dan bangsa.
c. untuk memantapkan dasar-dasar itu, maka pada pertamanya perlu di kembangkan sistem pondok Indonesia. Murid-murid lelaki dan perempuan tinggal bersama guru-guru pria dan wanita dalam satu asrama. Tiap bagian perguruan harus diketuai oleh guru yang telah berkeluarga, yang bertugas untuk tetap memelihara suasana kekeluargaan. Pusat dari perguruan, yang merupakan masyarakat kecil itu, ialah guru (dan pada awal perkembangan perguruan Taman Siswa ialah Ki Hajar Dewantara sendiri), kepada siapa saja baik itu guru atau murid dapat mengemukakan kesulitan yang di hadapinya.
d. murid-murid yang telah dewasa disamping mempuanyai kebebasan atas dirinya mereka juga di berikan tanggung jawab sesuai tugasnya masing-masing. Di terapkan sistem ko-edukasi, yang di harapkan memberi pengaruh baik bagi anak laki-laki dengan hadirnya anak-anak perempuan di dalam kelas dan lingkunganya.
e. untuk anak-anak, maka pengajaran dengan ko-edukasi di laksanakan dengan sempurna, sedangkan untuk orang dewasa di adakan pengawasan dan pembatasan dengan penuh kebijaksanaan. Kepada gadis-gadis diterangkan, bahwa tugas mereka di masa depan sebagai calon ibu akan berbeda dengan anak laki-laki, dan oleh karena itu mereka harusmengembangkan bakat-bakat sendiri secara serasi.
Persatuan Islam
Sejarah Persis
Tampilnya Persatuan Islam (Persis) dalam pentas sejarah Islam di Indonesia pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan pemikiran Islam.Gerakan pembaruan pemikiran Islam di Indonesia pada awal abad ke-20 ditandai dengan munculnya berbagai organisasi yang dikelola oleh tokoh modernis Islam di antaranya: Al-Jam’iyyah Al-Khairiyah (JamiatKhair) di Jakarta yang berdiri pada tanggal 17 Juli 1905; Muhammadiyah yang berdiri di Yogyakarta pada tanggal 12 Nopember 1912; dan Persis pada tanggal 12 September 1923 di Bandung.
Ide pendirian organisasi persis berasal dari pertemuan (tadarusan) yang diadakan secara berkala di rumah salah seorang anggota kelompok yang berasal dari Sumatera. Orang Sumatera ini ialah H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, mereka mempunyai banyak pengetahuan. Keduanya sebenarnya adalah pedagang, tetapi mereka mempunyai kesempatan dan waktu untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang Islam.
Zamzam (1894-1952), ia menghabiskan tiga setengah tahun di Mekah, ia belajar di lembaga Darul Ulum. Sekembali dari Mekah ia menjadi guru di Darul Muta’allimin, sebuah sekolah agama di Bandung (1910). Adapun Muhammad Yunus, memperoleh pendidikan agama secara tradisional dan menguasai bahasa Arab, ia tidak pernah mengajar dan hanya berdagang, tetapi minatnya tidak hilang untuk mempelajari agama. 
Perhatian persis yang utama ialah bagaimana menyebarkan cita-cita dan pemikirannya. Ini dilakukan dengan mengadakan pertemuan umum, tabligh, khotbah-khotbah, kelompok-kelompok studi, mendirikan sekolah-sekolah dan menyebarkan pamflet-pamflet, majalah-majalah dan kitab-kitab. Dengan penerbitan inilah yang terutama menyebarluaskan daerah penyebaran pemikirannya.
Persis mendapat dukungan dari Ahmad Hassan, ia dianggap sebagai guru persis. Ia lahir di Singapura tahun 1887 berasal dari keluarga campuran India dan Indonesia. Ayahnya merupakan ahli agama islam. Tokoh lain dari persis diantaranya ialah Muhammad Natsir (1908). Ia lahir di Alahan Panjang Sumatera Barat. Pada tahun 1927 ia pergi ke Bandung untuk melanjutkan studi pada AMS (Algeme Middlebare School). Turut sertanya secara teratur di dalam siding Jumat (persis), menyebabkan ia memiliki hubungan yang erat dengan tokoh-tokoh persis. Dan beliau pun sering memikirkan pendidikan di kalangan anak muslim. 
Sebagaimana halnya dengan organisasi Islam lainnya, persis memberikan perhatian yang besar pada kegiatan-kegiatan pendidikan, tablig serta publikasi. Dalam pendidikan, persis mendirikan sebuah madrasah yang mulanya dikhususkan untuk anak-anak dari anggota persis, tetapi kemudian madrasah ini diluaskan untuk dapat menerima anak-anak lain. Hassan dan Zamzam mengajar mereka dengan pembahasan soal-soal iman serta ibadah dengan menolak segala kebiasaan bid’ah. Sebuah kegiatan lain yang penting dalam rangka kegiatan pendidikan persis ini adalah lembaga-lembaga pendidikan islam, diantaranya kelas pendidikan aqidah dan ibadah bagi orang dewasa (1924) dan sebuah proyek yang diluncurkan oleh Natsir seperti TK (1930), HIS (1930), MULO (1931), dan sebuah sekolah guru (1932). Inisiatif ini dikemukakannya setelah ia melihat berdirinya beberapa sekolah swasta di Bandung yang tidak memberikan pelajaran agama didalamnya. Menjelang tahun 1942 kira-kira 50 orang siswa telah menyelesaikan studinya di MULO dan 30-40 orang di sekolah guru. Para lulusan ini umumnya kembali ke tempat asal mereka, dan membuka sekolah-sekolah baru atau bergabung dengan sekolah-sekolah yang telah ada.
Di samping pendidikan Islam, Persis mendirikan sebuah pesantren (disebut Pesantren Persis) di Bandung pada bulan Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan untuk menyebarkan agama. Usaha ini merupakan inisiatif Hassan. Pesantren ini dipindahkan ke Bangil, Jawa Timur, ketika Hassan pindah kesana dengan membawa 25 dari 40 siswanya. Setelah pesantren dibuka di Bangil, maka murid-murid pun bertambah.
Pada bulan Desember 1941 terjadi Perang Dunia II.Sebagian murid-murid pulang ke kampung masing-masing. Ketika tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, di pesantren tinggal beberapa orang anak laki-laki yang tak dapat pulang, pada saat itu, pesantren terpaksa di tutup. Tetapi 1 Muharram 1371 (3 Oktober 1951) dibuka kembali dengan resmi. Sampai sekarang masih tetap ramai dikunjungi para santri dari berbagai daerah di Indonesia untuk menuntut ilmu pengetahuan agama dan umum.
Pendidikan Persis
Tingkat Ibtidaiyah
Lama studi 6 tahun, terdiri atas kelas Tahdiri (persiapan) untuk 2 tahun pertama (kelas A dan B); setelah itu baru menjadi kelas I-II-III dan diakhri dengan kelas IV. Setelah pelajaran agama diberikan di kelas-kelas rendah sebanyak 75%; sedangkan pengetahuan umum hanya 25%, maka di kelas III dan IV pelajaran agama dan pengetahuan umum menjadi seimbang (50%-50%) dan setelah hampir masak pengetahuan agama pada murid-murid, ilmu umum ditambah menjadi 75%. Mulai kelas IV bahasa pengantar menggunakan bahasa Arab.
Tingkat Tajhiziyah
Menampung lulusan SD untuk menyiapkan diri selama 2 tahun supaya dapat ikut memasuki Tsanawiyah. Di sini 100% dimatangkan agama dan bahasa Arab.
Tingkat Tsanawiyah
Pada tingkat Tsanawiyah memakan waktu 4 tahun, yang memasukinya ialah lulusan Ibtidaiyah dan Tajhiziah. Muatan agama diberikan lebih banyak, sedangkan pelajaran umum hanya yang penting-penting saja, diantaranya ilmu mengajar dan perbandingan agama. Di samping memperdalam bahasa Arab, diberikan juga bahasa Inggris.
Tingkat Mu’allimin
Yang berhak masuk tingkat Mu’allimin ialah tamatan Tsanawiyah dengan lama belajar 2 tahun. Di samping mempelajari bidang ilmiah, praktek kemasyarakatan menjadi tugas pokok. Kecuali praktek mengajar, diberikan pula kepemimpinan dan praktek tabligh.
Tingkat Aliyah
Bertujuan memantapkan ilmu pengetahuan dengan menerima lulusan Mu’allimin. Lama belajar 3 tahun.























BAB III
PENUTUP

       Demikianlah “Usaha-usaha rakyat di dalam bidang pendidikan” yang mana setiap jengkal dari tulisan penulis dapat di ambil ibrah dan dapat di tarik benang merah yang menjadi permasalahan ataupun pertanyaan kita. Penulis yakin di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan baik dalam segi materil ataupun yang lainnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun atas kekurangan yang terdapat pada makalah ini. Semoga ilmu yang telah di rangkai dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kehidupan kita sehari-hari. Aamiiin.





















LAMPIRAN

    









DAFTAR PUSTAKA

Afifuddin, dkk. 2013. Sejarah Pendidikan. Bandung: Prospect 
Ahmad Mansur Suryanegara, dkk. 2009. Api Sejarah. Bandung: PT. Grafindo Media Pratama
Bambang Sokawati. 1989. Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Irfan Safrudin. 2008. Ulama-ulama Perintis. Bandung: MUI Bandung
M. Yunan Yusuf. 2005. Ensiklopedi Muhammadiyah. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Poesponegoro, Marwati Djoened. 1993. Sejarah Nasional. Jakarta: Balai Pustaka
Shiddieq Amien, dkk. 2007. Panduan Hidup Berjama’ah dalam Jam’iyyah Persis.
Universitas Muhammadiyah. Agenda U.NI.R.E.S.
Zuhairini, dkk. 2013. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UJIAN BAGI ORANG BERIMAN

PERTANYAAN DI PADANG MAHSYAR

MENJALANKAN PERINTAH DAN MENINGGALKAN LARANGAN