SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN DENGAN PENGAMALAN SALAT LIMA WAKTU
HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN SISWA TENTANG SALAT DENGAN PENGAMALAN MEREKA MENUNAIKAN
SALAT LIMA WAKTU
(Penelitian pada siswa kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan
UPI Kampus Cibiru)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Kristin Wiranata
NIM 1152020108
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN SISWA TENTANG SALAT DENGAN PENGAMALAN MEREKA MENUNAIKAN
SALAT LIMA WAKTU
(Penelitian pada siswa kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan
UPI Kampus Cibiru)
Oleh:
KRISTIN WIRANATA
NIM: 1152020108
Menyetujui,
Pembimbing I
Dr. H. Dadan Nurulhaq, M.Ag
NIP. 196211051988031003
Pembimbing II
Wildan Baihaqi, M.Ag
NIP. 197201012007011064
Tanda Tangan
Tanda Tangan
Lulus diuji pada Sidang Munaqosah tanggal 30 April 2019
Penguji I
Dr. Cecep Anwar, M.Ag
NIP. 197310182003121000
Penguji II
Dr. H. Irfan Ahmad Zain, M.Pd.
NIP. 197906292003121001
Tanda Tangan
Tanda Tangan
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Dr. H. Undang Burhanuddin, M.Ag
NIP. 196403241994021000
ABSTRAK
Kristin Wiranata. Hubungan antara Pemahaman Siswa tentang Salat dengan Pengamalan Mereka Menunaikan Salat Lima Waktu (Penelitian pada siswa kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru)
Penelitian ini difokuskan pada fenomena yang terjadi di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru. Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh informasi bahwa siswa telah memahami materi salat wajib, terbukti dengan baiknya skor tes tulis pemahaman siswa tentang salat dan skor tes praktik salat lima waktu siswa. Mestinya, hal itu membuahkan sikap konsistennya mereka menunaikan salat wajib. Namun pada kenyataannya banyak dari mereka yang tidak konsisten dalam menunaikan salat lima waktu. Hal tersebut menunjukkan suatu kesenjangan sehingga timbul permasalahan mengapa hal itu terjadi. Lalu, muncul pertanyaan: Bagaimana hubungan antara pemahaman siswa terhadap materi salat dengan pengamalan mereka dalam menunaikan salat lima waktu?.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Realitas pemahaman siswa tentang salat; (2) Realitas pengamalan siswa dalam melaksanakan salat lima waktu, dan; (3) Hubungan antara pemahaman siswa tentang salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu.
Penelitian ini bertolak pada pernyataan bahwa pemahaman merupakan tahap awal pembelajaran yang dapat mempengaruhi tahapan pembelajaran selanjutnya. Apabila mengharapkan pengamalan yang baik maka haruslah didapati terlebih dahulu pemahaman yang baik. Hipotesis yang diajukan adalah semakin baik pemahaman siswa tentang salat maka semakin tinggi pula pengamalan mereka dalam menunaikan salat lima waktu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk memecahkan masalah dengan cara memaparkan hasil penelitian sebagaimana data yang diperoleh. Data dikumpulkan menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data kualitatif terdiri dari observasi, wawancara, dan studi pustaka, sedangkan teknik pengumpulan data kuantitatif menggunakan tes dan angket.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Realitas pemahaman siswa tentang salat termasuk kategori sangat baik dengan skor rata-rata 87,03 yang berada pada kelas interval 80 100; (2) Realitas pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu termasuk kategori tinggi dengan skor rata-rata 4,24 yang berada pada interval 3,5 4,5; (3) Hubungan antara keduanya adalah: (a) Koefisien korelasinya termasuk kategori rendah dengan skor sebesar 0,33; (b) Hipotesisnya diterima yakni semakin baik pemahaman siswa tentang salat maka semakin tinggi pula pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu, berdasarkan uji hipotesis yang menunjukkan ; (c) Besarnya pengaruh variabel X terhadap variabel Y sebesar 6%, artinya bahwa 94% dipengaruhi oleh faktor lain.
MOTTO
حَسۡبُنَا ٱللَّهُ وَنِعۡمَ ٱلۡوَكِيلُ
Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung (QS. Ali Imron: 173)
Allah-lah sebaik-baik tempat menyandarkan segala urusan.
Ya Allah… Engkau-lah yang mencukupi segala urusan kami, dan Engkau Maha Mengetahui manakah yang maslahat bagi kami.
Persembahan:
Puji Syukur kepada Allah subahanahu wa taala yang senantiasa memberikan nikmat iman dan islam, nikmat sehat wal afiat serta nikmat hidayah dan taufik.
Ungkapan terima kasih saya ucapkan kepada mamah dan papah tersayang atas semua doa yang teruntai dan pengorbanan yang telah diberikan. Hanya Allah subhanahu wa taala sebaik-baik pemberi balasan.
Adikku tercinta Dafa Wibiyanto yang selalu menyemangati dikala diri ini merasa lelah dan malas.
Sahabat seperjuangan PAI C tahun angkatan 2015 yang selama ini senantiasa menyemangati, memberikan doa terbaik, berbagi berbagai ilmu serta mengajari apa arti dari perjuangan dan keteguhan dalam hidup.
Sahabat tercinta Laela Nur Saleha yang senantiasa menemani dalam suka-duka, menegur ketika diri terlupa dan mengajari tentang makna hidup.
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Kristin Wiranata
NIM : 1152020108
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Tarbiyah dan Keguruan
Dengan ini saya menyatakan, bahwa skripsi dengan judul Hubungan antara Pemahaman Siswa tentang Salat dengan Pengamalan Mereka Menunaikan Salat Lima Waktu (Penelitian pada siswa kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru) beserta seluruh isinya benar-benar karya saya sendiri. Adapun bagian-bagian dalam penulisan skripsi yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan.
Atas pernyataan ini, saya siap menerima sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Bandung, Mei 2019
Yang membuat pernyataan,
Kristin Wiranata
NIM. 1152020108
KATA PENGANTAR
﷽
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan nikmat iman, Islam, hidayah dan taufik, serta berbagai macam karunia-Nya yang tidak dapat dihitung, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurahlimpahkan kepada panutan umat manusia yakni Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, kepada keluarganya, dan kepada para sahabatnya.
Tujuan penulisan skripsi ini untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) bagi mahasiswa program S-1 di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Universtas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, sehingga pada kesempatan ini dengan kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih bagi semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada yang saya hormati:
Kedua orang tua dan keluarga saya yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan demi kesuksesan penulis. Semoga Allah subhanahu wa taala memberikan keberkahan umur, rezeki serta berada dalam ridho dan lindungan-Nya.
Bapak Dr. H. Undang Burhanudin, M.Ag selaku ketua jurusan Pendidikan Agama yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan selama menjalani studi.
Bapak Dr. H. Dadan Nurulhaq, M.Ag selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta dukungan kepada penulis. Semoga Allah subhanahu wa taala memberikan keberkahan umur, rezeki, ilmu dan semoga beliau senantiasa dalam naungan rahmat-Nya.
Bapak Wildan Baihaqi, M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta dukungan kepada penulis. Semoga Allah subhanahu wa taala memberikan keberkahan umur, rezeki, ilmu dan semoga beliau senantiasa dalam naungan rahmat-Nya.
Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan berbagi pengalaman selama mendidik.
Bapak A.J. Jamaludin, M.Pd selaku kepala sekolah SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru yang telah memberi izin dalam melaksanakan penelitian.
Ibu Lena Rupaidah, S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama Islam yang telah mengizinkan penulis menggunakan waktu mengajarnya.
Para asatidz dan asatidzah yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah mengajarkan ilmu agama serta memberikan arahan kepada penulis. Semoga Allah subhanahu wa taala memberikan keberkahan umur, rezeki, ilmu dan semoga senantiasa dalam naungan ridho-Nya.
Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga segala bentuk bantuan yang telah diberikan dibalas oleh Allah subhanahu wa taala dengan pahala yang berlipat ganda dan semoga skripsi ini bermanfaat, aamiin.
Jazaakumullaahu Khairan.
Bandung, Mei 2019
Penulis
Kristin Wiranata
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR LAMPIRAN vi
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar belakang Masalah 1
Rumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Hasil Penelitian 6
Kerangka Pemikiran 7
Hipotesis 12
Hasil Penelitian Terdahulu 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17
Pemahaman Mengenai Materi Salat 17
Pengamalan Menunaikan Salat Lima Waktu 42
Hubungan antara Pemahaman Siswa tentang Salat
dengan Pengamalan Mereka Menunaikan
Salat Lima Waktu 53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 57
Pendekatan dan Metode Penelitian 57
Jenis dan Sumber Data 57
Teknik Pengumpulan Data 58
Teknik Analisis Data 61
Tempat dan Waktu Penelitian 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 68
Hasil Penelitian 68
Pembahasan 90
BAB V PENUTUP 93
Simpulan 93
Saran 94
DAFTAR PUSTAKA 96
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kajian penelitian terdahulu 15
Tabel 2.1 Taksonomi proses kognitif 28
Tabel 2.2 Kompetensi Dasar materi salat kelas VII dan VIII SMP 33
Tabel 3.1 Interpretasi koefisien korelasi 66
Tabel 4.1 Data siswa dalam tiga tahun terakhir 70
Tabel 4.2 Data keadaan guru 71
Tabel 4.3 Keadaan sarana dan prasarana 72
Tabel 4.4 Daftar kualifikasi limit interval variabel X 74
Tabel 4.5 Skor kumulatif variabel X 81
Tabel 4.6 Daftar kualifikasi limit interval variabel Y 82
Tabel 4.7 Skor kumulatif variabel Y 89
DAFTAR LAMPIRAN
Dokumentasi
Kisi-kisi penelitian
Tes tulis (variabel X)
Angket penelitian (variabel Y)
Data-data analisis kuantitatif
Daftar tabel Z score
Daftar tabel Chi kuadrat
Daftar tabel F
Daftar tabel uji t
SK skripsi
Surat izin penelitian
Surat keterangan telah melaksanakan penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pada zaman modern segalanya berkembang dengan pesat. Berbagai teknologi yang canggih semakin memudahkan manusia dalam melakukan pekerjaannya. Zaman modern dapat diibaratkan sebagai koin yang memiliki dua sisi, di satu sisi peradaban manusia sangat maju jika ditinjau dari sisi materialis namun dalam sisi non-materialis sebut saja moral dan akhlak manusia menjadi sangat merosot jika dibandingkan dengan peradaban di zaman sebelumnya. Materi seakan-akan telah menutupi hati manusia, manusia akan melakukan apa saja demi memenuhi kepuasan duniawinya. Benar sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa di akhir zaman dunia akan dibentangkan dan manusia saling berlomba untuk memperolehnya hingga sebagian manusia saling sikut menyakiti manusia lainnya.
Dampak negatif zaman modern ini pun menjangkiti kalangan remaja di Indonesia, mereka merasa bangga apabila mengikuti gaya hidup Barat seperti hedonisme, pragmatisme, dan materialisme. Mereka cenderung lebih berbangga diri apabila kehidupan mereka diliputi dan ditunjang berbagai materi yang melenakan. Remaja pada zaman sekarang lebih menyenangi tren terbaru dan tertarik untuk mengikutinya tanpa memikirkan dampak yang akan ditimbulkan.
Bobroknya moral para pelajar harus segera diatasi sedini mungkin sebab bagaimana mungkin suatu negara akan maju peradabannya jika para generasi emasnya mengalami krisis moral. Moral adalah ruh dan spirit bagi seseorang dalam menjalani kehidupannya. Perilaku dan tingkah laku seseorang mencerminkan baik dan buruknya moral pelakunya. Perbaikan moral merupakan hal yang sangat vital demi membangun peradaban yang maju. Moral manusia akan baik apabila diberi pendidikan yang tepat, pendidikan duniawi dan ukhrawi haruslah diberikan secara tepat. Pendidikan duniawi saja tanpa pendidikan ukhrawi akan melahirkan generasi yang materialis dan hedonis yakni seorang individu yang kaya secara lahiriah namun kering jiwanya. Individu yang seperti
ini akan menghalalkan berbagai cara untuk mencapai kepuasan pribadinya tanpa memikirkan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pemberian pendidikan duniawi dan ukhrawi harus diimbangi porsinya.
Jika berbicara masalah moral maka tidak terlepas dari Pendidikan Agama. Sebab agama merupakan solusi untuk memperbaiki akhlak manusia. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah subhanahu wa taala kedunia ini diberi misi tiada lain untuk memperbaiki akhlak. Maka solusi untuk memperbaiki moral yang rusak ialah dengan memberikan pendidikan agama secara tepat. Pendidikan agama haruslah diberikan secara rutin dan komprehensif di lembaga pendidikan formal, informal dan non-formal.
Tujuan Pendidikan Agama ialah untuk membentuk insan kamil, hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Indonesia yang berbunyi: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang (UUD Tahun 1945, pasal 31, ayat 1). Implementasi tujuan pendidikan Indonesia ini menjadi konkret dengan adanya penerapan pendidikan agama sebagai core pendidikannya. Penerapan Pendidikan Agama sebagai core pendidikan ialah dengan menyisipkan pesan-pesan moral dan bersifat religius di setiap pembelajaran. Baik pembelajaran dalam mata pelajaran eksak, sosial dan berbagai mata pelajaran lainnya.
Pembelajaran dikatakan berhasil jika terjadi perubahan tingkah laku dalam diri anak didik. Belajar merupakan suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian. Adapun menurut pendapat lain diungkapkan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman (M. Ngalim Purwanto, 2004: 84). Menurut beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa tidak dapat dikatakan belajar jika tidak terjadi suatu perubahan tingkah laku.
Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan dapat dilihat dari hasil belajar yang telah dicapai. Keberhasilan pengembangan ranah kognitif tidak hanya akan membuahkan kecakapan kognitif, tetapi juga menghasilkan kecakapan ranah afektif. Peningkatan kecakapan afektif ini, antara lain, berupa kesadaran beragama yang mantap (Muhibbin Syah, 2012: 85). Untuk membangun kedisiplinan dalam beribadah, diperlukan latihan yang sungguh-sungguh dan pemahaman tentang ibadah yang dilakukan (M. Thohir, 2016: 240). Dalam mendidik disiplin berperan mempengaruhi, mendorong, mengendalikan, mengubah, membina dan membentuk perilaku-perilaku tertentu sesuai dengan nilai-nilai yang ditanamkan, diajarkan dan diteladankan. Karena itu, perubahan perilaku seseorang, merupakan hasil dari suatu proses pendidikan dan pembelajaran yang terencana, informal atau autodidak (Darmajari, 2011: 396).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dipahami jika anak didik yang memiliki pemahaman agama yang baik maka akan berimbas kepada baiknya kesadaran beragamanya. Apabila ilmu yang telah didapatkan siswa sudah terinternalisasi dalam dirinya dan tercermin dalam perilaku kesehariannya maka dapat dikatakan bahwa pendidikan yang telah diberikan sudah berhasil dalam merubah tingkah laku peserta didik.
Pendidikan Islam merupakan usaha sadar dan terencana untuk membentuk peserta didik agar memiliki keseimbangan jasmani dan rohani, serta memiliki iman, ilmu, dan amal sekaligus (Heri Gunawan, 2014: 9-10). Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah di dalam QS. Adz-Dzariyat, 51:56 yang artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku (Ahmad Tafsir, 2014: 46-47).
Dalam pembentukan sumber daya manusia yang unggul, selain daripada ilmu teoritis yang memadai, juga diperlukan aplikasi ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari agar siswa yang bersangkutan dapat mengambil manfaat, baik di dunia maupun di akhirat. Ilmu teoritis tentang kesabaran, kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, sikap santun, peduli, dan percaya diri bisa didapati dalam kegiatan salat (M. Thohir, 2016: 240).
Setiap pekerjaan pasti memiliki tolak ukur bahwa suatu pekerjaan itu dikatakan baik dan benar, adapun tolak ukur kebaikan dari segala amal ialah salat. Salat juga merupakan tiang agama, barangsiapa meninggalkannya maka ia telah merobohkan agama. Salat dapat mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, tentu jika semua remaja muslim di Indonesia sadar akan kewajibannya melaksanakan salat lima waktu maka tidak akan muncul berbagai perbuatan yang rendah dan hina.
Permasalahan yang dihadapi generasi muda Indonesia saat ini pada umumnya adalah kurangnya kesadaran masyarakat, terutama generasi muda tentang kewajiban salat, terutama salat jamaah di masjid. Banyak ditemukan masjid-masjid yang masih belum aktif kegiatan salat jamaah lima waktu. Masih banyak sekali masjid yang hanya terlihat aktifitas salat pada waktu salat Jumat, Maghrib, dan Isya saja, terutama masjid yang berada di sepanjang jalan lintas. Fenomena lainnya adalah banyak masjid-masjid yang hanya diisi oleh orang-orang tua saja, sedangkan generasi mudanya disibukkan dengan kegiatan lain yang jauh dari ibadah (M. Thohir, 2016: 240). Kebiasaan pada usia remaja akan berlanjut pada kebiasaan pada usia dewasa, termasuk kebiasaan dalam menjalankan salat lima waktu. Apabila seorang individu terbiasa melalaikan salat lima waktu maka dikemudian hari juga cenderung akan terbiasa melalaikan salat lima waktu, oleh Eric Ericson diistilahkan dengan remaja berkepanjangan (Yurhadi Ghani, 2011: 289).
Upaya untuk memutus rantai generasi para remaja yang kurang memiliki kesadaran dalam menjalankan kewajiban beribadahnya, perlu diberikan Pendidikan Agama Islam di sekolah secara tepat. Sebab, pemberian Pendidikan Agama di sekolah sangatlah memiliki pengaruh kepada perkembangan spiritual anak didik. Sistem persekolahan mempunyai pengaruh yang menentukan terhadap timbulnya agama dalam diri para peserta didik (Wildan Baihaqi, 2018: 54).
Pada suatu kesempatan peneliti mengadakan observasi di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru. Terdapat penerapan religious culture yang baik disekolah ini. Yakni terdapat pembiasaan salat Zuhur berjamaah, salat Duha berjamaah setiap hari Jumat, salat Jumat berjamaah, program setoran hafalan surat-surat Al-Quran tertentu dan doa harian dan terdapat berbagai ekstrakurikuler keagamaan. Di dalam pelaksanaan Salat Zuhur berjamaah hampir seluruh siswa mengikuti kegiatan tersebut. Selain itu, para guru pun aktif dalam menasehati dan menginstruksikan para siswa untuk salat dengan cara mengelilingi lingkungan sekolah saat azan Zuhur berkumandang dan memerintahkan siswa untuk salat.
Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh informasi bahwa siswa telah memahami materi salat wajib, terbukti dengan baiknya skor tes tulis pemahaman salat lima waktu dan skor praktik salat lima waktu. Adapun untuk mengetahui kedisiplinan salat lima waktu pada diri siswa peneliti mewawancarai beberapa siswa pada tanggal 8 Oktober 2018 mengenai rutinitas salat wajib yang biasa mereka jalani. Responden pertama mengatakan bahwa dia seringkali tidak menunaikan salat lima waktu secara keseluruhan, saat Subuh responden pertama ini di suruh orang tuanya salat, namun ia tidak melaksanakannya, saat Zuhur di sekolah terdapat program salat berjamaah namun ia tidak secara konsisten mengikuti program tersebut dan terkadang bermain bersama temannya, lalu saat Asar sepulang sekolah sesampainya di rumah ia juga tidak salat Asar karena terlena dengan gawainya, saat Magrib ia salat karena takut dimarahi orang tuanya dan saat Isya ia kelelahan dan tidak salat Isya. Adapun responden kedua mengatakan bahwa dia seringkali berbohong sudah melaksanakan salat kepada orang tuanya karena takut dimarahi, padahal dalam kenyataannya responden kedua ini tidak melakukan salat. Demikian pula yang terjadi dengan siswa-siswa yang lainnya, sebagian dari mereka malas mendirikan salat karena terpengaruh oleh pergaulan dan terlena oleh gawai. Sebagian dari mereka mau melaksanakan salat karena takut dimarahi oleh orang tua, bahkan terkadang mereka berbohong kepada orang tuanya bahwa mereka sudah melaksanakan salat saat mereka diperintah untuk salat. Dan sangat sedikit dari mereka yang salat karena kesadaran pribadi.
Berdasarkan studi pendahuluan di atas terdapat kesenjangan antara yang diharapkan dengan yang seharusnya terjadi, yakni jika siswa telah memiliki pemahaman tentang salat lima waktu yang baik maka seharusnya baik pula pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu. Namun, yang terjadi dalam fenomena tersebut adalah siswa memiliki pemahaman yang baik tentang salat lima waktu tetapi dalam pengamalan salat lima waktu tergolong rendah yakni banyak siswa yang tidak konsisten dalam menunaikan salat lima waktu.
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pemahaman siswa tentang salat dengan pengamalan mereka dalam melaksanaan salat lima waktu maka peneliti tertarik untuk membuktikan kebenaran asumsi tersebut dengan mengadakan penelitian Hubungan Antara Pemahaman Siswa tentang Salat dengan Pengamalan Mereka Menunaikan Salat Lima Waktu (Penelitian pada siswa kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru).
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana realitas pemahaman siswa kelas VIII tentang salat di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru?
Bagaimana realitas pengamalan siswa kelas VIII dalam menunaikan salat lima waktu di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru?
Bagaimana hubungan antara pemahaman siswa kelas VIII tentang salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
Realitas pemahaman siswa kelas VIII tentang salat di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru.
Realitas pengamalan siswa kelas VIII dalam menunaikan salat lima waktu di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru.
Hubungan antara pemahaman siswa kelas VIII tentang salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru.
Manfaat Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang akan peneliti lakukan ini diharapkan dapat memberi manfaat dan kontribusi, yaitu:
Manfaat Teoritis
Dapat memberikan sumbangan teori dalam mengelola pembelajaran yang berkaitan dengan pemahaman salat siswa di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru.
Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi bagi guru yang berada di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru mengenai pemahaman salat siswa dalam kaitannya dengan upaya pengaplikasian ilmu agama yakni pelaksanaan salat lima waktu.
Melalui informasi dan teori yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dijadikan dasar pelaksanaan proses belajar mengajar (PBM) dalam penggunaan metode pembelajaran salat di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru sehingga dapat memperbaiki pengamalan ibadah salat anak didik.
Kerangka Pemikiran
Belajar dapat terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. Adapun ahli pendidikan yang lainnya mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian (M. Ngalim Purwanto, 2004: 84). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kondisi dimana terjadinya suatu stimulus yang dapat mempengaruhi siswa sehingga terjadi suatu perubahan tingkah laku. Hal yang digarisbawahi dari batasan belajar ini adalah tingkah laku yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Artinya perubahan tingkah laku seseorang berdasarkan pada hasil proses pemikiran, penerimaan dan latihan (Jamaluddin, 2015: 11). Jadi belajar itu dikatakan bermakna apabila terjadi perubahan. Dan perubahan tersebut diawali dari suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan. Stimulus tersebut dapat mempengaruhi siswa manakala terjadi pemahaman sebagai reaksi dari perubahan pola baru, dari kondisi belum tahu menjadi tahu dan dari kondisi belum paham menjadi paham. Jika siswa sudah memahami pembelajaran maka akan tercipta suatu perubahan baik perubahan secara kualitatif atau kuantitatif dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pemahaman yang termasuk dalam salah satu bagian dari ranah kognitif merupakan tahap awal bagi perubahan ranah afektif dan ranah psikomotor. Maka dapat dipahami bahwa pemahaman merupakan pencapaian hasil belajar yang penting di dalam proses pembelajaran.
Pemahaman dalam penelitian ini merupakan kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran salat sesuai dengan jenjang pembelajaran yang sudah mereka pelajari, dalam hal ini meliputi sub pokok bahasan: salat berjamaah, salat Jumat, salat jamak dan qasar serta salat sunah. Hal ini berdasarkan materi yang sudah dipelajari siswa SMP kelas VIII yakni materi Pendidikan Agama Islam kelas VII dan kelas VIII semester satu sesuai dengan silabus pembelajaran kurikulum 2013. Hubungan dalam hal ini adalah adanya kondisi keterkaitan antara dua variabel yakni X dan Y yang mana variabel X adalah pemahaman siswa tentang materi salat dan variabel Y adalah pengamalan siswa salat lima waktu. Adapun pengamalan dalam penelitian ini merupakan realisasi dan aktualisasi dari pemahaman siswa terhadap materi salat yang terwujud dalam penunaian salat lima waktu.
Pemahaman merupakan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang sudah diingat lebih-kurang sama dengan yang sudah diajarkan dan sesuai dengan maksud penggunannya (Kelvin Seifert, 2012: 151). Pemahaman merupakan kemampuan menangkap sari dan makna hal-hal yang dipelajari (Aunurrahman, 2016). Adapun menurut pendapat yang lain diungkapkan bahwa pemahaman mencakup bentuk pengertian yang paling rendah; taraf ini berhubungan dengan sejenis pemahaman yang menunjukkan bahwa siswa mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan bahan pengetahuan atau ide tertentu tanpa perlu menghubungkannya dengan bahan lain tanpa perlu melihat seluruh implikasinya (W. James Phopam, 2013: 29). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat dipahami bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk menggunakan ide tertentu yang sudah diketahui dan mengetahui penggunannya.
Terdapat tiga macam pemahaman yang berlaku umum: pertama pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna yang terkandung di dalamnya; Kedua pemahaman penafsiran, dan; ketiga pemahaman ekstrapolasi, yakni kesanggupan melihat dibalik yang tertulis, tersirat dan tersurat, meramalkan sesuatu, atau memperluas wawasan (Nana Sudjana, 2011: 51). Adapun tingkah laku pada jenjang pemahaman adalah: mengubah, mempertahankan, membedakan, memperkirakan, menjelaskan, menyatakan secara luas, menarik kesimpulan umum, memberi contoh, menarik kesimpulan, melukiskan dengan kata-kata sendiri, meramalkan, menuliskan dengan kembali, dan menyimpan (Jos Daniel Parera, 1986: 5).
Pengamalan dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses, cara, perbuatan mengamalkan, melaksanakan; pelaksanaan; penerapan (WJS Poerwadarwinta, 2007: 34). Pengamalan merupakan tingkatan afeksi yang tertinggi. Pada taraf ini individu sudah memiliki sistem nilai selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang dipegangnya (Hamzah B. Uno, 2012: 38). Pengamalan merupakan kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi (Dimyati & Mudijono, 2006: 29).
Salat secara etimologi berarti doa. Menurut istilah, salat adalah ibadah dalam bentuk perkataan dan perbuatan tertentu dengan menghadirkan hati secara ikhlas dan khusyuk, dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Berdasarkan pengertian secara etimologi dan terminologi disimpulkan bahwa salat merupakan sarana komunikasi dan pendekatan diri antara hamba dan Al-Khaliq Yang Maha Pencipta. Penghambaan itu dilakukan dalam bentuk kepatuhan dan ketaatan secara utuh, baik jiwa maupun raga, juga dalam bentuk munajat (pemohonan) sesuai aturan dan ketentuan yang telah digariskan di dalam firman-Nya dan dijelaskan di dalam sunnah Rasul-Nya. Di dalam Tafsir Fi Zhilali Al-Quran, Sayyid Quthb rahimallahu menjelaskan bahwa salat bukanlah sekedar ketulusan roh menghadap Tuhannya, tapi lebih dari itu. Salat dalam Islam merupakan cermin gagasan utama Islam tentang kehidupan (Ibnu Hasan bin Abdul Kadir Nuh, 2008: 11-12).
Hakikat salat ialah suatu perjuangan mencapai kebahagiaan yang dimulai dengan meng-Akbar-kan Allah, lalu dijalani secara istiqamah (konsisten) dalam menghadapi berbagai kondisi, seperti berdiri, rukuk, sujud, dan duduk yang kemudian diakhiri dengan salam. Artinya kita harus meng-Akbar-kan Allah dalam setiap keadaan hidup yang kita hadapi, susah, senang, lapang maupun sempit sampai akhirnya kita memperoleh kedudukan yang selamat atau bahagia, sehingga kita bisa menyelamatkan dan membahagiakan orang di sekitar kita. Maka dengan mendalami hakikat salat tahulah kita bahwa praktik salat merupakan miniatur kehidupan manusia (KH. A.M. Zamry Khadimullah, 2011: 46).
Terdapat beberapa petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkenaan dengan pelaksanaan salat yang dapat dijadikan indikator dari pelaksanaan salat lima waktu, diantaranya sebagai berikut: 1) dengan menyempurnakan rukun-rukun yang zhahir seperti berdiri, rukuk, itidal, sujud dan lainnya; 2) dengan memelihara dari segala perbuatan-perbuatan yang tidak disukai, seperti bergegas-gegas, mencotok-cotokkan rukuk dan sujud, berpaling-paling dan mempermainkan tangan; 3) khusyuk, takut kepada Allah, hadir hati, ikhlas dan benar-benar karena Allah subhanahu wa taala (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 207).
Ranah psikologis siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak ini, dalam perpektif psikologi kognitif, adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Fungsi kognitif bukan hanya menjadi penggerak aktivitas akal pikiran, melainkan juga menara pengontrol aktivitas perasaan dan perbuatan. Tanpa ranah kognitif, sulit dibayangkan seorang siswa dapat berpikir. Selanjutnya, tanpa kemampuan berpikir mustahil siswa dapat memahami dan meyakini faidah materi-materi pelajaran yang disajikan kepadanya (Muhibbin Syah, 2013: 81). Dalam ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku yakni: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam jenis perilaku ini bersifat hirarkis, artinya perilaku tersebut menggambarkan tingkatan kemampuan yang dimiliki seseorang. Perilaku terendah sebaiknya dimiliki terlebih dahulu sebelum mempelajari atau memiliki perilaku yang lebih tinggi (Aunurrahman, 2016: 49). Berdasarkan ungkapan dari berbagai teori diatas maka dapat dipahami bahwa pemahaman merupakan tahap awal pembelajaran yang dapat mempengaruhi tahapan pembelajaran selanjutnya. Pemahaman berada dalam ranah kognitif sedangkan pengamalan berada dalam ranah afektif, ranah kognitif merupakan pijakan awal yang harus dilalui jika ingin mengembangkan ranah afektif, maka apabila menginginkan pengamalan yang baik maka haruslah didapati terlebih dahulu pemahaman yang benar. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa keberhasilan pengembangan ranah kognitif tidak hanya akan membuahkan kecakapan kognitif, tetapi juga menghasilkan kecakapan ranah afektif. Peningkatan kecakapan afektif ini, antara lain, berupa kesadaran beragama yang mantap (Muhibbin Syah, 2012: 53).
Berdasarkan hal di atas, secara teoritik dipastikan bahwa pemahaman siswa terhadap materi salat memiliki hubungan pada tingkat tertentu dengan pengamalan mereka dalam menunaikan salat lima waktu. Kajian ini akan diteliti oleh peneliti, sehingga dalam pembahasan selanjutnya akan dibuktikan sejauh mana hubungan antara pemahaman dengan pengamalan. Keterkaitan antara pemahaman siswa terhadap materi salat dengan pengamalan ibadah salat lima waktu mereka, diperjelas dalam kerangka pemikiran yang digambarkan dalam bagan sebagai berikut.
BAGAN
Keterangan:
= Korelasi
= Pengambilan data
Hipotesis
Dari arti katanya hipotesis berasal dari 2 penggalan kata, yaitu hypo yang artinya di bawah dan thesa yang artinya kebenaran. Menurut Arikunto hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi Arikunto, 1993: 62). Namun demikian, walaupun hipotesis sifatnya hanya jawaban sementara, bukanlah jawaban yang asal jawaban. Jawaban itu harus didasarkan pada kenyataan dan fakta-fakta yang muncul berdasarkan hasil studi pendahuluan penulis, kemudian dari berbagai fakta tersebut dirumuskan keterkaitannya antara variabel satu dengan variabel lainnya, sehingga pada akhirnya, berdasarkan hasil pemikiran tersebut akan terbentuk suatu konsep atau kesimpulan sementara yang akan diuji kebenarannya (Wina Sanjaya, 2013: 196). Hipotesis telah memiliki kebenaran, tetapi baru merupakan kebenaran taraf teoritis atau kebenaran logis; hipotesis membutuhkan pembuktian atau pengujian (Etta Mamang Sangadji & Sopiah, 2010: 90).
Data yang akan diungkapkan dalam penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu variabel pemahaman siswa terhadap materi salat dan variabel pengamalan siswa terhadap salat lima waktu. Berdasarkan pada kedua variabel tersebut, dapat diasumsikan bahwa siswa yang memeroleh skor tinggi dalam tes pemahaman terhadap materi salat dianggap sudah menguasai materi salat dan akan memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pengamalan salat lima waktu sebagai buah dari keberhasilan ranah kognitifnya.
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Terdapat hubungan positif-signifikan antara pemahaman siswa tentang salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu. Artinya jika pemahaman siswa terhadap materi salat baik, maka hal ini akan berbanding lurus dengan semakin tingginya pengamalan salat lima waktu mereka, dan sebaliknya, jika pemahaman siswa terhadap materi salat buruk maka hal ini akan berdampak kepada rendahnya pengamalan salat lima waktu mereka.
Dengan taraf signifikansi sebesar 0,05 maka untuk menguji kebenaran hipotesis tersebut digunakan rumus: jika > maka hipotesis nol () ditolak, berarti ada hubungan antara variabel X dengan variabel Y. Jika < maka hipotesis nol () diterima, yakni tidak ada hubungan antara variabel X dengan variabel Y.
Hasil Penelitian Terdahulu
Peneliti mendapati beberapa karya ilmiah yang berupa tentang hubungan pemahaman siswa tentang salat dengan pengamalan menunaikan salat yang peneliti anggap memiliki relevansi dengan topik penelitian yang peneliti lakukan. Adapun beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pertama, penelitian yang berjudul Sikap siswa terhadap proses pembelajaran kitab safinatunnaja bab salat hubungannya dengan pengamalan ibadah salat mereka (penelitian terhadap siswa kelas wustha Madrasah Diniyah Tanwirul Qulub Kp. Ciarog Desa Kersamanah Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut) sebagai skripsi yang dituliskan oleh Lilis Halimah Tahun 2018, menunjukkan bahwa: Realitas sikap siswa terhadap proses pembelajaran kitab safinatunnaja bab salat termasuk pada kategori sangat positif (skor 4,4), sedangkan realitas pengamalan ibadah salat siswa termasuk pada kategori tinggi (skor 3,3), Adapun realitas hubungan antara keduanya adalah (a) koefesisien korelasinya termasuk sangat tinggi (0,94); (b) Hipotesisnya diterima (16,54) lebih besar dari (2,02); (c) sementara itu kadar pengaruh variabel X terhadap variabel Y sebesar 65%. Hal ini menunjukkan bahwa 65% pengamalan ibadah salat di madrasah tanwirul qulub dipengaruhi oleh sikap siswa terhadap proses pembelajaran kitab safinatunnaja bab salat. Dengan demikian masih terdapat 35% lagi faktor lain yang mempengaruhi pengamalan ibadah salat di madrasah tanwirul qulub.
Kedua, penelitian dengan judul Tanggapan siswa terhadap keteladanan orangtua dengan pengamalan shalat mereka sehari-hari (penelitian di kelas 2 di Mts Al-Falah Garut) sebagai skripsi yang ditulis oleh Birul Walidaen pada tahun 2010, menunjukkan bahwa: tanggapan siswa terhadap keteladanan orang tua menunjukkan kualifikasi tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh jawaban mereka terhadap 15 item angket yang menghasilkan rata-rata 3,9 angka tersebut termasuk ke dalam daerah interval 3,4-4,5 yang berkategori tinggi. Pengamalan salat siswa sehari-hari termasuk tinggi berdasarkan nilai rata-rata jawaban responden terhadap angket berkisar di daerah interval 3,5-4,6. Adapun hasil uji perhitungan koefisien korelasi, terdapat hubungan antara tanggapan siswa terhadap keteladanan orangtua dengan pengamalan salat mereka sehari-hari sebesar 0,37, angka tersebut berada pada daerah 0,20-0,40 yang berkategori rendah. Adapun dilihat dari kadar pengaruhnya mencapai 7%, jadi ada 93% faktor lain yang mempengaruhi pengamalan salat siswa sehari-hari.
Ketiga, penelitian dengan judul Pemahaman siswa terhadap materi salat fardu hubungannya dengan pengamalan ibadah salat mereka (penelitian terhadap siswa kelas VI MI Salafiyah Sempur Plered Purwakarta) sebagai skripsi yang ditulis oleh Aan Nurjanah pada tahun 2009, menunjukkan bahwa dari perhitungan statistik, diketahui pengaruh pemahaman siswa terhadap salat fardu memperoleh rata-rata 86,875 yang berkualifikasi sangat baik, karena berada di antara interval 80-100. Sedangkan pengamalan ibadah salat mereka memiliki rata-rata 3,36 yang berkualifikasi cukup, karena berada di antara interval 2,5-3,5. Aplikasi korelasi mengenai keterkaitan kedua variabel tersebut termasuk pada kualifikasi korelasi rendah (0,27). Juga dari angka tersebut menghasilkan kadar pengaruh sebesar 4%. Hal ini berarti masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi pengamalan ibadah salat mereka sebesar 96%.
Dari ketiga penelitian di atas, didapati penelitian yang hampir sama dengan topik penelitian yang penulis lakukan yakni penelitian ketiga yang membahas mengenai hubungan antara pemahaman siswa terhadap materi salat fardu dengan pengamalan ibadah mereka. Setelah peneliti analisis, ternyata terdapat perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan yakni sebagai berikut.
Tabel 1.1 Kajian Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti/Judul Penelitian
Metode Penelitian
Persamaan
Perbedaan
1
Lilis Halimah, Sikap Siswa Terhadap Proses Pembelajaran Kitab Safinatunnaja Bab Salat Hubungannya Dengan Pengamalan Ibadah Salat Mereka (Penelitian Terhadap Siswa Kelas Wustha Madrasah Diniyah Tanwirul Qulub Kp. Ciarog Desa Kersamanah Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut)
Deskriptif Kuantitatif
Meneliti tentang pengamalan ibadah salat
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian sebelumnya meneliti tentang sikap siswa terhadap proses pembelajaran kitab Safinatunnaja Bab Salat sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan ialah meneliti mengenai pemahaman siswa mengenai materi salat
2
Birul Walidaen, Tanggapan Siswa Terhadap Keteladanan Orangtua Dengan Pengamalan Shalat Mereka Sehari-Hari (Penelitian di Kelas 2 di Mts Al-Falah Garut)
Deskriptif Kuantitatif
Meneliti tentang pengamalan ibadah salat
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian sebelumnya meneliti tentang tanggapan siswa terhadap keteladanan orangtua sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan ialah meneliti mengenai pemahaman siswa mengenai materi salat
3
Aan Nurjanah, Pemahaman Siswa Terhadap Materi Salat Fardu Hubungannya Dengan Pengamalan Ibadah Salat Mereka (Penelitian Terhadap Siswa Kelas VI MI Salafiyah Sempur Plered Purwakarta)
Deskriptif Kuantitatif
Meneliti tentang pemahaman salat dan pengamalan salat
Perbedaan: 1) penelitian sebelumnya meneliti tentang pemahaman siswa mengenai materi salat fardu sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan ialah meneliti tentang pemahaman siswa mengenai materi salat berjamaah, salat Jumat, salat jamak qasar, dan salat sunah; 2) penelitian sebelumnya meneliti tentang pengamalan salat fardu, salat berjamaah, dan salat sunah sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan ialah meneliti tentang pengamalan salat lima waktu; 3) penelitian sebelumnya mengategorikan pengamalan termasuk dalam ranah konatif sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan mengategorikan pengamalan dalam ranah afektif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pemahaman Mengenai Materi Salat
Pemahaman
Definisi pemahaman
Secara etimologis, pemahaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Pemahaman berasal dari kata dasar paham yang artinya mengerti benar, tahu benar (WJS Poerwadarwinta, 2007: 811). Adapun pengertian pemahaman secara terminologis adalah sebagai berikut:
Pemahaman merupakan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang sudah diingat lebih-kurang sama dengan yang sudah diajarkan dan sesuai dengan maksud penggunannya (Kelvin Seifert, 2012: 151).
Pemahaman adalah kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari (Dimyati & Mudijono, 2006: 27).
Pemahaman adalah belajar bermakna. Dalam tahap ini pembelajar mengaitkan gagasan yang baru dengan pengetahuan terdahulu yang relevan (Suyono & Hariyanto, 2012:144).
Pemahaman mencakup bentuk pengertian yang paling rendah; taraf ini berhubungan dengan sejenis pemahaman yang menunjukkan bahwa siswa mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan bahan pengetahuan atau ide tertentu tanpa perlu menghubungkannya dengan bahan lain tanpa perlu melihat seluruh implikasinya (W. James Phopam, 2013: 29).
Pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran (A.M. Sardiman, 2012: 42-43).
Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat (Anas Sudijono, 1998: 50).
Pemahaman (comprehension) ialah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri (Djaali, 2013: 77).
Pemahaman mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah (Moh. Uzer Usman, 2001: 35).
Komprehensi merupakan jenis memahami atau aprehensi seperti orang yang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan materi atau ide yang sedang dikomunikasikan tanpa menghubungkannya dengan materi lain atau tanpa melihat seluruh implikasinya (Lorin W. Anderson & David R. Krathwohl, 2017: 411).
Pemahaman merupakan kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya (Hamzah B. Uno, 2012: 36).
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat dipahami bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk menggunakan ide tertentu yang sudah diketahui dan mengetahui penggunannya.
Pemahaman dapat dikategorikan kepada beberapa aspek, dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:
Pemahaman merupakan kemampuan untuk menerangkan dan menginterpretasikan sesuatu; ini berarti bahwa seseorang yang telah memahami sesuatu atau telah memperoleh pemahaman akan mampu menerangkan atau menjelaskan kembali apa yang telah ia terima. Selain itu, bagi mereka yang telah memahami tersebut, maka ia mampu memberikan interpretasi atau menafsirkan secara luas sesuai dengan keadaan yang ada di sekitarnya, ia mampu menghubungkan dengan kondisi yang ada saat ini dan yang akan datang.
Pemahaman bukan sekadar mengetahui, yang biasanya hanya mengingat kembali pengalaman dan memproduksi apa yang pernah dipelajari. Bagi orang yang benar-benar telah paham ia akan mampu memberikan gambaran, contoh, dan penjelasan yang lebih luas dan memadai.
Pemahaman lebih dari sekadar mengetahui, karena pemahaman melibatkan proses mental yang dinamis; dengan memahami ia akan mampu memberikan uraian dan penjelasan yang lebih kreatif, tidak hanya memberikan gambaran dalam satu contoh saja tetapi mampu memberikan gambaran yang lebih luas dan baru sesuai dengan kondisi saat ini.
Pemahaman merupakan suatu proses bertahap yang masing-masing tahap mempunyai kemampuan tersendiri (Ahmad Susanto, 2013: 7-8).
Memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan (Anas Sudijono, 1998: 50).
Pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Karena itu belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa dapat memahami suatu situasi. Hal ini sangat penting bagi siswa yang belajar. Memahami maksudnya, menangkap maknanya, adalah tujuan akhir dari setiap belajar. Comprehension atau pemahaman, memiliki arti yang sangat mendasar yang meletakkan bagian-bagian belajar pada proporsinya. Tanpa itu, skill pengetahuan dan sikap tidak akan bermakna. Dalam belajar, unsur comprehension/pemahaman itu tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur psikologis yang lain. Dengan motivasi, konsentrasi dan reaksi, subjek belajar dapat mengembangkan fakta-fakta, ide-ide atau skill. Kemudian dengan unsur organisasi, subjek belajar dapat menata dan mematutkan hal-hal tersebut secara bertautan bersama menjadi suatu pola yang logis. Karena mempelajari sejumlah data sebagaimana adanya, secara bertingkat/berangsur-angsur, subjek belajar mulai memahami artinya dan implikasi dari persoalan keseluruhan. Perlu diingat bahwa comprehension/pemahaman, tidak sekedar tahu, tetapi juga menghendaki agar subjek belajar dapat memanfaatkan bahan-bahan yang telah dipahami. Kalau sudah demikian, belajar akan bersifat mendasar. Tetapi dalam kenyataannya banyak para subjek belajar di sekolah-sekolah yang melupakan unsur comprehension ini. Contoh banyak terjadi misalnya, mereka para pelajar, melakukan belajar pada malam hari menjelang akan ujian pada pagi harinya. Kegiatan belajar yang demikian ini cenderung hanya sekadar mengetahui sesuatu bahan yang dituangkan di kertas ujian pada pagi harinya. Tetapi kalau ditanya pada dua atau tiga hari kemudian, mengenai apa yang dipelajari, kebanyakan sudah lupa. Hal ini menunjukkan subjek belajar atau para siswa itu tidak memiliki perekat comprehension yang kuat untuk menginternalisasikan bahan-bahan yang dipelajari ke dalam suatu konsep/pengertian secara menyeluruh (A.M. Sardiman, 2012: 42-43).
Kemudian perlu juga ditegaskan bahwa comprehension bersifat dinamis. Dengan ini diharapkan, pemahaman akan bersifat kreatif. Ia akan menghasilkan imajinasi dan pikiran yang tenang. Apabila subjek belajar atau siswa benar-benar memahaminya, maka akan siap memberi jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan atau berbagai masalah dalam belajar. Dengan demikian jelas bahwa pemahaman merupakan unsur psikologis yang penting dalam belajar (A.M. Sardiman, 2012: 44).
Pemahaman memiliki perbedaan yang mendasar dengan pengetahuan. Ketika seseorang mengetahui sesuatu pernyataan yang biasanya menunjukkan dia telah menyimpan informasi secara batiniah, dan dengan siap mendapatkannya kembali. Dengan membandingkan, ketika seorang siswa mengerti sesuatu, hal ini dianggap keterampilannya melebihi informasi yang telah didapat. Pemahaman menunjuk pada apa yang dapat seorang lakukan dengan informasi itu, daripada apa yang telah mereka ingat. Pengetahuan melibatkan tindakan dari penguasaan. Ketika para siswa mengerti sesuatu, mereka dapat menjelaskan konsep-konsep dalam kalimat mereka sendiri, menggunakan informasi dengan tepat dalam konteks baru, membuat analogi baru, dan generalisasi. Penghafalan dan pembacaan tidak menunjukkan pemahaman (Hamzah B. Uno, 2010: 172).
Macam-Macam Pemahaman
Jika tujuan utama pembelajaran adalah menumbuhkan kemampuan retensi, fokusnya ialah mengingat. Akan tetapi, bila tujuan pembelajarannya adalah menumbuhkan kemampuan transfer, fokusnya ialah lima proses kognitif lainnya, memahami sampai mencipta. Dari kelimanya, proses kognitif yang berpijak pada kemampuan transfer dan ditekankan di sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi ialah memahami. Siswa dikatakan memahami bila mereka dapat mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer (Lorin W. Anderson & David R. Krathwohl, 2017: 105).
Siswa memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan lama mereka. Lebih tepatnya, pengetahuan yang baru masuk dipadukan dengan skema-skema dan kerangka-kerangka kognitif yang telah ada. Lantaran konsep-konsep di otak seumpama blok-blok bangunan yang di dalamnya berisi skema-skema dan kerangka-kerangka kognitif, pengetahuan konseptual menjadi dasar untuk memahami. Proses-proses kognitif dalam kategori memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan (Lorin W. Anderson & David R. Krathwohl, 2017: 106).
Menafsirkan
Menafsirkan terjadi ketika siswa dapat mengubah informasi dari satu bentuk ke bentuk lain. Menafsirkan berupa pengubahan kata-kata jadi kata-kata lain (misalnya, memparafrasakan), gambar dari kata-kata, kata-kata jadi gambar, angka jadi kata-kata, kata-kata jadi angka, not balok menjadi suara musik, dan semacamnya. Nama-nama lainnya adalah menerjemahkan, memparafrasakan, menggambarkan, dan mengklarifikasi. Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya dalam menafsirkan ialah ketika diberi informasi dalam bentuk tertentu, siswa dapat mengubahnya jadi bentuk lain. Format asesmen yang tepat ialah jawaban singkat (siswa mencari jawaban) dan pilihan ganda (siswa memilih jawaban). Informasinya disampaikan dalam satu bentuk, dan siswa diminta untuk menyusun atau memilih informasi yang sama dalam bentuk yang berbeda. Guna memastikan bahwa yang dinilai adalah kemampuan untuk menafsirkan, bukan untuk mengingat, informasi dalam tugas asesmennya harus baru. Baru di sini berarti bahwa siswa belum pernah menjumpainya dalam aktivitas pembelajaran. Jika informasinya tidak baru, kita tidak dapat memastikan apakah yang dinilai kemampuan untuk menafsirkan atau mengingat. Jika tugas asesmennya serupa dengan tugas atau contoh yang diberikan selama pembelajaran, kita mungkin malah mennilai kemampuan untuk mengingat, bukan untuk menafsirkan. Syarat bahwa informasi dalam tugas asesmennya mesti baru juga berlaku untuk menguji kemampuan-kemampuan dalam kategori-kategori proses dan proses-proses kognitif di luar mengingat. Untuk mengases proses-proses kognitif yang tinggi, tugas asesmennya harus dapat menjamin bahwa siswa tidak akan bisa menjawab secara tepat hanya dengan mengandalkan ingatan (Lorin W. Anderson & David R. Krathwohl, 2017: 106-108).
Mencontohkan
Proses kognitif mencontohkan terjadi manakala siswa memberikan contoh tentang konsep atau prinsip umum. Mencontohkan melibatkan proses identifikasi ciri-ciri pokok dari konsep atau prinsip umum dan menggunakan ciri-ciri ini untuk membuat contoh. Nama-nama lain untuk mencontohkan adalah mengilustrasikan dan memberi contoh. Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya dalam proses kognitif mencontohkan ialah siswa diberi sebuah konsep atau prinsip dan mereka harus memilih atau membuat contohnya yang belum pernah mereka jumpai dalam pembelajaran. Format asesmennya dapat berupa jawaban singkat (siswa harus membuat contoh) atau pilihan ganda (siswa harus memilih jawaban dari pilihan-pilihan yang disodorkan (Lorin W. Anderson & David R. Krathwohl, 2017: 108).
Mengklasifikasikan
Proses kognitif mengklasifikasikan terjadi ketika siswa mengetahui bahwa sesuatu (misalnya, suatu contoh) termasuk dalam kategori tertentu (misalnya, konsep atau prinsip). Mengklasifikasikan melibatkan proses mendeteksi ciri-ciri atau pola-pola yang sesuai dengan contoh dan konsep atau prinsip tersebut. Mengklasifikasikan adalah proses kognitif yang melengkapi proses mencontohkan. Jika mencontohkan dimulai dengan konsep atau prinsip umum dan mengharuskan siswa menemukan contoh tertentu, mengklasifikasikan dimulai dengan contoh tertentu dan mengharuskan siswa menemukan konsep atau prinsip umum. Nama-nama lain dari mengklasifikasikan adalah mengategorikan dan mengelompokkan. Format asesmennya dalam tes jawaban singkat maka siswa diberi suatu contoh dan diharuskan membuat konsep atau prinsip yang sesuai dengan contoh itu. Dalam tes pilihan ganda, siswa diberi suatu contoh dan kemudian diharuskan memilih konsep atau prinsipnya dari pilihan-pilihan konsep atau prinsip. Dalam tes pilihan, siswa diberi sejumlah contoh dan diharuskan menentukan manakah yang termasuk dalam suatu kategori dan manakah yang tidak, atau diharuskan menempatkan satu contoh ke dalam satu dari salah satu dari banyak kategori (Lorin W. Anderson & David R. Krathwohl, 2017: 109-110).
Merangkum
Proses kognitif merangkum terjadi ketika siswa mengemukakan satu kalimat yang merepresentasikan informasi yang diterima atau mengabstraksikan sebuah tema. Merangkum melibatkan proses membuat ringkasan informasi, misalnya makna suatu adegan drama dan proses mengabstraksikan ringkasannya, misalnya menentukan tema atau poin-poin pokoknya. Nama-nama lain untuk merangkum adalah menggeneralisasi dan mengabstraksi. Fromat asesmennya bisa berupa tes jawaban singkat atau piliha ganda, yang berkenaan dengan penentuan tema atau pembuatan rangkuman (Lorin W. Anderson & David R. Krathwohl, 2017: 110).
Menyimpulkan
Proses kognitif menyimpulkan menyertakan proses menemukan pola dalam sejumlah contoh. Menyimpulkan terjadi ketika siswa dapat mengabstraksikan sebuah konsep atau prinsip yang menerangkan contoh-contoh tersebut dengan mencermati ciri-ciri setiap contohnya dan yang terpenting dengan menarik hubungan di antara ciri-ciri tersebut. Proses menyimpulkan melibatkan proses kognitif membandingkan seluruh contohnya. Menyimpulkan dan mengeksekusi sering dipakai secara bersamaan dalam tugas-tugas kognitif. Menyimpulkan berbeda dengan mengatribusikan. Mengatribusikan hanya berpusat di bagian sisi pragmatisnya, yaitu menentukan sudut pandang atau tujuan pengarang, sedangkan menyimpulkan berpusat pada penarikan pola informasi yang disuguhkan. Cara lain untuk membedakan antara kedua proses ini adalah bahwa mengatribusikan dapat diterapkan secara luas dalam situasi yang di dalamnya siswa harus membaca antarbaris, terutama ketika mereka berusaha menentukan sudut pandang pengarang. Sementara itu, menyimpulkan terjadi dalam konteks yang memberikan harapan akan apa yang disimpulkan. Nama-nama lain menyimpulkan adalah mengekstrapolasi, menginterpolasi, dan memprediksi. Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya dalam menyimpulkan ialah ketika siswa diberi sejumlah contoh mereka menemukan konsep atau prinsip yang menerangkan contoh-contoh tersebut. Format asesmennya terdapat tiga tes asesmen menyimpulkan (kerap kali bersamaan dengan mengimplementasikan) yang banyak dipakai adalah tes melengkapi, tes analogi, dan tes pengecualian. Dalam tes melengkapi, siswa diharuskan menentukan urutan berikutnya. Dalam tes analogi, siswa diberi analogi A dengan B seperti C dengan D. dalam tes pengecualian, siswa diberi tiga atau lebih bulir pernyataan dan diharuskan menentukan pernyataan yang berbeda. Untuk memfokuskan asesmen hanya pada proses kognitif menyimpulkan, soalnya menyatakan konsep atau prinsip dasar yang siswa gunakan untuk mencari atau memilih jawaban yang benar (Lorin W. Anderson & David R. Krathwohl, 2017: 111-113).
Membandingkan
Proses kognitif membandingkan melibatkan proses mendeteksi persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih objek, peristiwa, ide, masalah, atau situasi, seperti menentukan bagaimana suatu peristiwa terkenal menyerupai peristiwa yang kurang terkenal. Membandingkan meliputi pencarian korespondensi satu-satu antara elemen-elemen dan pola-pola pada satu objek, peristiwa atau ide lain. Jika digunakan bersama menyimpulkan (misalnya, pertama, mengabstraksikan suatu kaidah dari situasi yang familier) dan mengimplementasikan (misalnya, kedua, menerapkan kaidah tersebut pada situasi yang kurang familier), membandingkan dapat mendukung penalaran dengan analogi. Nama-nama lainnya adalah mengontraskan, memetakan, mencocokkan. Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya dalam membandingkan adalah ketika siswa diberi informasi baru, mereka mendeteksi keterkaitannya dengan pengetahuan yang sudah familier. Membandingkan juga melibatkan proses menentukan keterkaitan antara dua atau lebih objek, peristiwa, atau ide yang disuguhkan. Format asesmennya adalah dengan pemetaan. Dalam memetakan siswa harus menunjukkan bagaimana setiap bagian dari sebuah objek, ide, masalah, atau situasi berkaitan dengan setiap bagian dari sebuah objek, ide, masalah, atau situasi lain. Siswa dapat memetakan dua objek, ide atau masalah (Lorin W. Anderson & David R. Krathwohl, 2017: 113-114).
Menjelaskan
Proses kognitif menjelaskan berlangsung ketika siswa dapat membuat dan menggunakan model sebab-akibat dalam sebuah sistem. Model ini dapat diturunkan dari teori (sebagaimana seringkali dalam sains) atau didasarkan pada hasil penelitian atau pengalaman (sebagaimana kerap kali terjadi dalam ilmu sosial dan humaniora). Penjelasan yang lengkap melibatkan proses membuat model sebab-akibat, yang mencakup setiap bagian pokok dari suatu sistem atau setiap peristiwa penting dalam rangkaian peristiwa, dan proses menggunakan model ini untuk menentukan bagaimana perubahan pada satu bagian dalam sistem tadi atau sebuah peristiwa dalam rangkaian peristiwa tersebut mempengaruhi perubahan pada bagian lain. Nama lain dari menjelaskan adalah membuat model. Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya dalam menjelaskan ialah ketika siswa diberi gambaran tentang sebuah sistem, mereka menciptakan dan menggunakan model sebab-akibatnya. Format asesmennya berupa tugas-tugas penalaran, penyelesaian masalah, desain ulang, dan prediksi bisa digunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam menjelaskan. Dalam tugas penalaran, siswa diminta menjelaskan alasan terjadinya suatu peristiwa. Dalam tugas penyelesaian masalah, siswa diminta mendiagnosis apa yang salah dalam sistem multifungsi. Dalam tugas desain ulang, siswa diminta mengubah sistem untuk mencapai suatu tujuan. Dalam tugas prediksi, siswa ditanya bagaimana perubahan pada satu bagian sistem akan memengaruhi bagian lain pada sistem tersebut (Lorin W. Anderson & David R. Krathwohl, 2017: 114-115).
Indikator Pemahaman
Indikator pemahaman adalah sebagai berikut.
Penerjemahan. Penerjemahan adalah komprehensi yang teliti dan akurat untuk memparafrasakan atau menciptakan komunikasi dari satu bahasa atau bentuk komunikasi ke bahasa atau bentuk komunikasi lainnya. Penerjemahan dinilai berdasarkan kesetiaan dan akurasinya, yakni sejauh mana materi dalam bahasa asalnya tetap terpelihara walaupun bahasanya berubah. Contoh penerjemahan seperti kemampuan untuk memahami pernyataan yang tidak harfiah (metafor, simbolism, ironi, hiperbol) dan keterampilan untuk menerjemahkan kalimat matematika jadi rumus dan sebaliknya.
Penafsiran. Penjelasan atau rangkuman atau suatu komunikasi. Jika penerjemahan melibatkan pengubahan bagian-ke-bagian komunikasi secara objektif, penafsiran melibatkan penataan ulang, pengaturan ulang, atau pandangan baru tentang sesuatu. Contoh penafsiran seperti kemampuan untuk menangkap pemikiran yang utuh dalam suatu karya sastra dan kemampuan untuk menafsirkan berbagai data sosial.
Ekstrapolasi. Ekstrapolasi adalah meluaskan kecenderungan atau tren melampaui datanya untuk mengetahui implikasi, konsekuensi, akibat, pengaruh, dan seterusnya yang sesuai dengan kondisi-kondisi yang dideskripsikan dalam komunikasi awalnya. Contoh ekstrapolasi seperti kemampuan untuk menyikapi kesimpulan-kesimpulan dalam suatu karya sastra dengan membuat pernyataan-pernyataan yang eksplisit dan keterampilan untuk memprediksi kelanjutan tren (Lorin W. Anderson & David R. Krathwohl, 2017: 411-412).
Penjelasan indikator pemahaman diatas juga dapat dijelaskan sebagai berikut:
Terjemahan. Ini mencakup penerjemahan pengetahuan atau gagasan dari bentuk abstrak ke bentuk konkrit atau sebaliknya.
Interpretasi. Dalam interpretasi siswa menunjukkan kemampuan mereka untuk mencirikan dan merangkumkan pikiran utama dari satu gagasan atau wacana atau dokumen.
Ekstrapolasi. Ini menuntut kemampuan siswa untuk menerjemahkan dan mengartikan dengan maksud untuk memperluaskannya dalam satu proyek atau arah perkembangan (Jos Daniel Parera, 1986: 3).
Kata kerja yang menggambarkan aktivitas pemahaman adalah: menjelaskan, mengulangi, menyusun ulang kata-kata, mengritik, menggolongkan, meringkas, menggambarkan, menerjemahkan, mereview, melaporkan, mendiskusikan, menuliskan kembali, memperkirakan, menafsirkan, menteorikan, mengacu, memberi contoh (Suyono & Hariyanto, 2012: 169). Adapun kata kerja operasional lainnya untuk kawasan kognitif tingkat pemahaman adalah: mengklasifikasikan, mengungkapkan, mendefinisikan, menunjukkan, mengalokasikan, mengakui, menjatuhkan, mengkaji ulang, memilih, menyatakan, menerjemahkan (Hamzah B. Uno, 2012: 41-42).
Prinsip-prinsip pengajaran untuk pemahaman
Para pendidik dapat mengidentifikasi keterampilan, pengetahuan, dan prestasi penting yang ditangkap oleh siswa.
Sekali topik yang bermanfaat dan hasil atau tujuan penting ditentukan, kemudian guru dapat menunjukkan cara terbaik untuk siswanya dalam memperoleh pemahaman. Rangkaian kurikuler dan kegiatan harus direncanakan. Dengan mengidentifikasi tema-tema melalui keterlibatan kelompok, akan lebih mudah dalam mendapatkan penerimaan yang lebih besar dari suatu kurikulum yang inovatif, hal ini juga mendorong anggota kelompok untuk ikut serta.
Penambahan pada kurikulum di arahkan oleh guru, siswa memperoleh manfaat dengan menentukan kurikulum mereka sendiri. Melalui pengalaman akademik yang tercetus sendiri, siswa tidak hanya mendalami pemahaman mereka pada isi pengetahuan, mereka juga belajar untuk menjadi pembelajar yang bebas, pemikir, dan pencipta.
Strategi lain dalam mengajar untuk pemahaman adalah untuk menawarkan kemungkinan magang bagi siswa, dimana mereka dapat mengamati dan berinteraksi dengan para ahli yang membangun pengetahuan dan mempraktikkan kemampuan individualnya.
Sebagai ganti dari jawaban singkat, penyajian belajar dengan mengisi tempat yang kosong, semua siswa diharapkan untuk menggunakan keterampilan berpikir dalam tingkat yang lebih tinggi dalam belajarnya.
Penilaian dapat digabungkan secara alami melalui seluruh kegiatan belajar. Siswa seharusnya membantu menghasilkan kriteria, dimana karya mereka akan dievaluasi sebelum mulai studinya (Hamzah B. Uno, 2010: 173-174).
Taksonomi proses kognitif
Tabel 2.1 Taksonomi proses kognitif
Kategori dan proses kognitif
Nama-nama lain
Mengingat: mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang
Mengenali
Mengingat kembali
Mengidentifikasi
Mengambil
Memahami: mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru.
Menafsirkan
Mencontohkan
Mengklarifikasikan
Merangkum
Menyimpulkan
Membandingkan
Menjelaskan
Mengklarifikasi, memparafrasakan, merepresentasi, menerjemahkan
Mengilustrasikan, Memberi contoh
Mengategorikan, mengelompokkan
Mengabstraksi, menggeneralisasi
Menyarikan, mengekstrapolasi, menginterpolasi, memprediksi
Mengontraskan, memetakan, mencocokkan
Membuat model
Mengaplikasikan: menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu.
Mengeksekusi
Menjelaskan
Melaksanakan
Menggunakan
Menganalisis: memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan antarbagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan.
Membedakan
Mengorganisasikan
Mengatribusikan
Menyendirikan, memilah, memfokuskan, memilih
Menemukan koherensi, memadukan, membuat garis besar, mendeskripsikan peran, menstrukturkan
Mendekonstruksi
Mengevaluasi: mengambil keputusan berdasarkan kriteria atau standar.
Memeriksa
Mengkritik
Mengoordinasi, mendeteksi, memonitor, menguji
Menilai
Mencipta: memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal.
Merumuskan
Merencanakan
Memproduksi
Membuat hipotesis
Mendesain
Mengkronstuksi
(Lorin W. Anderson & David R. Krathwohl, 2017: 100-102)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman siswa
Persepsi
Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, perasa dan pencium. Bagi seorang guru, mengetahui dan menerapkan prinsip-prinsip yang bersangkut-paut dengan persepsi sangat penting karena: Makin baik suatu objek, orang, peristiwa atau hubungan diketahui, makin baik objek, orang, peristiwa atau hubungan tersebut dapat diingat; Dalam pengajaran, menghindari salah pengertian merupakan hal yang harus dilakukan oleh seorang guru, sebab salah pengertian akan menjadikan siswa belajar sesuatu yang keliru atau yang tidak relevan; dan jika dalam mengajarkan sesuatu guru perlu mengganti benda yang sebenarnya dengan gambar atau potret dari benda tersebut, maka guru harus mengetahui bagaimana gambar atau potret tersebut harus dibuat agar tidak terjadi persepsi yang keliru (Slameto, 1995: 102).
Perhatian
Perhatian adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan rangsangan yang datang dari lingkungannya. Salah satu masalah yang harus dihadapi oleh seorang guru dalam kelas adalah menarik perhatian siswa dan kemudian menjaga agar perhatian itu tetap ada. (Slameto, 1995: 105).
Mendengarkan
Hampir separuh dari waktu siswa berada di sekolah dipergunakan untuk mendengarkan. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa mereka adalah pendengar-pendengar yang baik. Proses mendengarkan dapat digambarkan sebagai berikut (Slameto, 1995: 107-108).
Pesan
Hambatan Eksternal
Hambatan Internal
Mendengar (gelombang suara diterima)
Perhatian (Rangsangan diterima secara selektif)
Memahami (interpretasi dibuat)
Mengingat (simbol disimpan di bank ingatan)
Ingatan
Ingatan adalah penarikan kembali informasi yang pernah diperoleh sebelumnya. Informasi yang diterima dapat disimpan untuk: beberapa saat saja; beberapa waktu; jangka waktu yang tidak terbatas. Berikut ini beberapa prinsip ingatan yang penting untuk diketahui.
Belajar yang berarti lebih mudah terjadi dan lebih lama diingat dibanding dengan belajar yang tidak ada artinya.
Belajar menghubungkan atau merangkaikan dua objek atau peristiwa menjadi lebih mudah apabila kedua objek atau peristiwa itu terjadi atau dijumpai dalam urutan yang berdekatan, baik ditinjau dari segi waktu maupun ruang.
Belajar dipengaruhi oleh frekuensi perjumpaan dengan rangsangan dan tanggapan yang sama atau serupa yang dibuat. Dalam pelajaran, siswa menjadi makin baik penguasannya jika mereka diberikan lebih banyak kesempatan untuk mengulang atau berlatih. Mengulang-ulang sangat cocok untuk belajar keterampilan psikomotor.
Belajar tergantung pada akibat yang ditimbulkannya. Ini berarti bahwa pelajaran yang memberi kesan menyenangkan, menarik, mengurangi ketegangan, bermanfaat, atau memperkaya pengetahuan lebih efisien dan tersimpan atau memberi kesan yang lebih lama.
Belajar sebagai suatu keutuhan yang dapat diukur tidak hanya tergantung pada proses bagaimana belajar itu terjadi, tetapi juga pada cara penilaiannya atau penggunannya. Ini berarti bahwa apa pun yang dianggap telah dipelajari oleh seseorang, ia hanya akan dapat menunjukkan penguasaannya atas sebagian dari yang telah dipelajari; dan ini tergantung pada macam pertanyaan atau situasi yang diciptakan untuk menunjukkan penguasaan tersebut (Slameto, 1995: 111-113).
Kesiapan dan transfer
Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respons/jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh pada atau kecenderungan untuk memberi respons (Slameto, 1995: 113).
Struktur kognitif
Dalam pengertian yang lebih umum dan jangka panjang, variabel struktur kognitif merupakan substansi serta sifat organisasi yang signifikan keseluruhan pengetahuan siswa mengenai bidang mata pelajaran tertentu, yang mempengaruhi prestasi akademis dalam bidang pengetahuan yang sama di masa mendatang. Dalam pengertian yang lebih khusus dan jangka pendek, variabel struktur kognitif merupakan substansi serta sifat organisasi konsep-konsep serta hal-hal yang lebih kurang relevan di dalam struktur kognitif, yang mempengaruhi belajar dan pengingatan unit-unit kecil mata pelajaran baru yang berhubungan. Karenanya, dalam penerimaan tugas-tugas belajar baru, substansi serta sifat organisasi pengetahuan siswa yang relevan mengenai bidang mata pelajaran yang sama sangat menentukan. Sekali pengetahuan baru dikuasai, ia menjadi variabel independen yang signifikan yang mempengaruhi kapasitas siswa memperoleh variabel-variabel struktur kognitif yang lebih banyak dalam bidang yang sama (Slameto, 1995: 122).
Inteligensi
Pengetahuan mengenai tingkat kemampuan intelektual atau inteligensi siswa akan membantu pengajar menentukan apakah siswa mampu mengikuti pengajaran yang diberikan, serta meramalkan keberhasilan atau gagalnya siswa yang bersangkutan bila telah mengikuti pengajaran yang diberikan, namun inteligensi bukanlah satu-satunya faktor yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa (Slameto, 1995: 128).
Kreativitas
Penyajian bahan-bahan pelajaran dengan cara-cara baru, penggunaan alat-alat audio-visual bila mungkin dilakukan. Melalui penyajian gambar yang diproyeksikan misalnya, seorang guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan suatu masalah. Pendekatan ini memungkinkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritikal dan kreatif, dan motivasi serta minat siswa di dalam diskusi-diskusi kelompok (Slameto, 1995: 160).
Gaya kognitif
Setiap orang memiliki cara-cara sendiri yang disukainya dalam menyusun apa yang dilihat, diingat dan dipikirkannya. Perbedaan-perbedaan antar pribadi yang menetap dalam cara menyusun dan mengolah informasi serta pengalaman-pengalaman ini dikenal sebagai gaya kognitif. Gaya kognitif merupakan variabel penting yang mempengaruhi pilihan-pilihan siswa dalam bidang akademik, kelanjutan perkembangan akademik, bagaimana siswa belajar serta bagaimana siswa dan guru berinteraksi di dalam kelas (Slameto, 1995: 160).
Evaluasi hasil belajar kognitif
Guru menilai kompetensi kognisi melalui: (1) tes tertulis dengan menggunakan butir soal, (2) tes lisan dengan bertanya langsung kepada peserta didik menggunakan daftar pertanyaan, dan (3) penugasan atau proyek dengan lembar kerja tertentu yang harus dikerjakan oleh peserta didik dalam kurun waktu tertentu (Kunandar, 2014: 173).
Salat sebagai materi pelajaran di sekolah
Kompetensi Dasar
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Al-Hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Abdul Majid, 2014: 11-12).
Di dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) tujuan akhir dari pembelajaran adalah tercapainya indikator pencapaian kompetensi. Menurut PP no. 32 Tahun 2013 diungkapkan bahwa kompetensi yaitu seperangkat sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh peserta didik setelah mempelajari suatu muatan pembelajaran, menamatkan suatu program, atau menyelesaikan satuan pendidikan tertentu. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Kompetensi inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki oleh seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program. Kompetensi dasar adalah kemampuan untuk mencapai kompetensi inti yang harus diperoleh peserta didik melalui pembelajaran (PP No.32 Tahun 2013, pasal 1, ayat: 4,5,13, dan 14)
Tabel 2.2 Kompetensi Dasar Materi Salat Kelas VII dan VIII SMP
Kelas VII (semester 1 dan 2)
Kompetensi dasar
Materi Pokok
1.8. menunaikan salat wajib berjamaah sebagai implementasi pemahaman rukun Islam
2.8 menunjukkan perilaku demokratis sebagai implementasi pelaksanaan salat berjamaah
3.8. memahami ketentuan salat berjamaah
4.8 mempraktikkan salat berjamaah
Salat Berjamaah: tata cara salat berjamaah, dalil naqli, ketentuan salat berjamaah, manfaat salat berjamaah, halangan salat berjamaah
1.9 menunaikan salat Jumat sebagai implementasi pemahaman ketaatan beribadah
2.9 menunjukkan perilaku peduli terhadap sesama dan lingkungan sebagai implementasi pelaksanaan salat Jumat
3.9 Memahami ketentuan salat Jumat
4.9 mempraktikkan salat Jumat
Ketentuan salat Jumat: tata cara salat Jumat, dalil naqli, ketentuan salat Jumat, manfaat salat Jumat, halangan salat Jumat.
menunaikan salat jamak qasar ketika bepergian jauh (musafir) sebagai implementasi pemahaman ketaatan beribadah
menunjukkan perilaku disiplin sebagai implementasi pelaksanaan salat jamak qasar
3.1 memahami ketentuan salat jamak qassar
4.1 mempraktikkan salat jamak qasar
Ketentuan salat jamak qasar: tata cara salat jamak qasar, dalil naqli, ketentuan, hikmah salat jamak qasar
Kelas VIII (Semester 1)
Kompetensi Dasar
Materi Pokok
1.9 melaksanakan salat sunah berjamaah dan munfarid sebagai perintah agama
2.9 menunjukkan perilaku peduli dan gotong royong sebagai implementasi pemahaman salat sunah berjamaah dan munfarid
3.9 memahami tata cara salat sunah berjamaah dan munfarid
4.9 mempraktikkan salat sunah berjamaah dan munfarid
Salat sunah berjamaah dan munfarid: dalil naqli, ketentuan, tata cara, dan manfaat salat sunah berjamaah dan munfarid
Pengertian salat
Etimologi salat yang digunakan dalam Al-Quran memiliki beberapa makna, diantaranya sebagai berikut:
Doa, seperti dalam firman-Nya, wa shalli alaihim (dan mendoakan untuk mereka). (QS. At-Taubah, 9: 103)
Pujian, seperti dalam firman-Nya, innallaaha wa malaaikatahu yushalluuna alan-nabi (sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya menyampaikan pujian kepada Nabi). (QS. Al-Ahzab, 33: 56)
Bacaan, seperti dalam firman-Nya, wa laa tajhar bi shalaatika (dan janganlah kamu mengeraskan bacaanmu). (QS. Al-Isra, 17: 110)
Rahmat, seperti dalam firman-Nya, ulaaika alaihim shalawaatun min rabbihim (mereka itulah yang mendapatkan rahmat dari Tuhan mereka). (QS. Al-Baqarah, 2: 157)
Salat yang disyariatkan dan dikhususkan dengan gerakan-gerakan dan zikir, yakni salat yang kita kenal dalam pengertian sehari-hari (Syarif Yahya & Irwan Kurniawan, 2012: 55-56).
Menurut istilah, salat adalah ibadah dalam bentuk perkataan dan perbuatan tertentu dengan menghadirkan hati secara ikhlas dan khusyuk, dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Berdasarkan pengertian secara etimologi dan terminologi disimpulkan bahwa salat merupakan sarana komunikasi dan pendekatan diri antara hamba dan Al-Khaliq Yang Maha Pencipta. Penghambaan itu dilakukan dalam bentuk kepatuhan dan ketaatan secara utuh, baik jiwa maupun raga, juga dalam bentuk munajat (pemohonan) sesuai aturan dan ketentuan yang telah digariskan di dalam firman-Nya dan dijelaskan di dalam sunnah Rasul-Nya. Salat bukanlah sekedar ketulusan roh menghadap Tuhannya, tapi lebih dari itu. Salat dalam Islam merupakan cermin gagasan utama Islam tentang kehidupan (Ibnu Hasan bin Abdul Kadir Nuh, 2008: 11-12).
Hakikat salat ialah suatu perjuangan mencapai kebahagiaan yang dimulai dengan meng-Akbar-kan Allah, lalu dijalani secara istiqamah (konsisten) dalam menghadapi berbagai kondisi, seperti berdiri, rukuk, sujud, dan duduk yang kemudian diakhiri dengan salam. Artinya kita harus meng-Akbar-kan Allah dalam setiap keadaan hidup yang kita hadapi, susah, senang, lapang maupun sempit sampai akhirnya kita memperoleh kedudukan yang selamat atau bahagia, sehingga kita bisa menyelamatkan dan membahagiakan orang di sekitar kita. Maka dengan mendalami hakikat salat tahulah kita bahwa praktik salat merupakan miniatur kehidupan manusia (KH. A.M. Zamry Khadimullah, 2011: 46).
Rincian materi salat
Salat berjamaah
Dalil naqli salat berjamaah
Hakikat jamaah ialah adanya ikatan antara imam dengan makmum, antara pemimpin dengan rakyat. Jamaah merupakan kekhususan umat Islam, seperti salat Jumat, salat Id, salat gerhana dan salat minta hujan. Para ulama telah sepakat bahwa menegakkan jamaah salat di masjid-masjid adalah perbuatan taat yang utama dan sebesar-besar syiar agama Islam. Agama Islam menuntut dengan keras supaya pada setiap salat Jumat kita berjamaah di masjid. Menegakkan jamaah pada suatu tempat di tiap-tiap kampung yang dapat melahirkan syiar agama adalah wajib (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 409-410).
Apabila kita perhatikan ayat-ayat perintah dalam Al-Qur’an, terdapat ayat-ayat yang memberi pengertian bahwa kita diperintahkan melaksanakan salat dengan berjamaah di masjid. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam QS. Al-Baqarah, 2: 43.
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ٤٣
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-orang yang ruku”´
Berjamaah merupakan jalan terbaik untuk bersatu dan saling berkenalan (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 409). Salat berjamaah lebih utama dibandingkan dengan salat munfarid, keutamaan salat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada salat sendirian, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang artinya: "Shalat berjama'ah lebih utama dibandingkan shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat." (HR. Bukhari, No.609)
Hikmah salat berjamaah
Adapun hikmah menunaikan salat berjamaah adalah: (1) menghindarkan orang-orang yang salat dari kelupaan, sehingga dapat menghasilkan khusyuk dan kehadiran hati yang menjadi jiwa salat; (2) menyempurnakan salat orang-orang yang kurang ibadahnya; (3) kebaikan agama; (4) kebaikan dunia; (5) membiasakan umat untuk mentaati pemimpin-pemimpinnya; (6) menumbuhkan rasa persamaan dan persaudaraan; (7) membiasakan bersatu dan tolong menolong (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 360-362).
Salat Jumat
Dalil Naqli salat Jumat
Di antara salat yang disebut dengan tegas dalam Al-Qur’an, adalah salat Jumat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam QS. Al Jumu’ah, 62: 9.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوۡمِ ٱلۡجُمُعَةِ فَٱسۡعَوۡاْ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَذَرُواْ ٱلۡبَيۡعَۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٩
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum´at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Salat Jumat adalah salah satu diantara fardhu Islam yang kuat dan suatu pertemuan kaum Muslimin yang besar. Barangsiapa meninggalkannya karena menyepelekan, maka Allah subhanahu wa taala memberi cap munafik di hatinya. Apabila seseorang tidak mengahdiri jamaah Jumat tiga kali berturut-turut, niscaya hatinya dicap munafik sebagai pembalasan. Adapun tidak menghadiri jamaah Jumat tiga kali berturut-turut atau lebih tetapi karena uzur, tidak masuk dalam golongan ini (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 489).
Pelaksanaan salat Jumat
Salat Jumat dilaksanakan dengan berjamaah dengan jumlah rakaat dua rakaat dan bacaan imam dikeraskan. Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya: siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat dua rakaat (shalat Jumat) dengan khusyuk pastilah akan diampuni dosa-dosanya yang telah lau. (HR. Bukhari) Apabila seseorang ketinggalan mendapat satu rakaat dari salat Jumat, kemudian ia menambahkannya satu rakaat lagi, maka ia telah mendapatkan salat Jumat itu, artinya tidak usah mengulang dan melakukan salat apapun. (Daeng Nurjamal, Nashrul Haq, & Misran, 2012: 21) Adapun hikmah dari salat Jumat adalah dapat menghasilkan ikatan antar sesama umat Islam dan mewujudkan keakraban di antara mereka (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 362).
Salat Jamak Qasar
Dalil Naqli salat Jamak Qasar
Pemahaman dalam ayat Al-Quran ialah setiap safar sudah dapat menqasarkan dan menjamakkan salat, serta dibolehkan berbuka puasa. Dari Yahya ibn Yazid, ujarnya saya bertanya kepada Anas ibn Malik ra. Tentang qasar salat, Anas menjawab: Nabi shallallahu alaihi wa sallam apabila pergi tiga mil, niscaya beliau salat dua rakaat (menqasar salat). (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, Al-Baihaqi) Adapun jamak salat dalam safar adalah rukhsah aridhah, yakni apabila kita sudah berada dalam safar dan perlu berangkat dari tempat tinggal sebelum zawal, kita mengakhirkan salat Zuhur kepada Asar, ataupun kita perlu berangkat sesudah Zuhur, kita menarik Asar kepada Zuhur. Diberitakan oleh Kuraib dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu Ujarnya: apakah tidak lebih baik saya kabarkan kepadamu tentang salat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam safar? Kami menjawab: baik sekali. Kata Ibnu Abbas: Nabi shallallahu alaihi wa sallam apabila telah tergelincir matahari sedang beliau masih di rumah beliau kumpulkan antara Zuhur dan Asar sebelum berangkat. (HR. Ahmad) (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 535)
Hikmah salat Jamak Qasar
Meringkas (qasar) salat dalam safar mengandung hikmah-hikmah yang dikehendaki untuk kemaslahatan umat, salah satunya ialah memberikan rukhsah atau keringanan bagi musafir, karena seorang musafir dalam safarnya lazimnya menghadapi kesukaran dan keletihan (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 363).
Salat sunah
Jenis-jenis salat sunah
Nawafil terbagi menjadi dua bagian, pertama nawafil yang dilakukan dengan tidak ada sebab dan kedua nawafil yang dilakukan dengan ada sebab, seperti salat gerhana, salat tahiyyat masjid dan lain-lain. Nawafil yang dilakukan dengan tidak ada sebab terbagi menjadi beberapa derajat. Sunah-sunah rawatib yang lebih muakkadah (yang dikuatkan), yaitu dikerjakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam safar sekalipun, yaitu salat sunah witir dan dua rakaat fajar.
Sunah-sunah rawatib muakkadah yang dikerjakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadhar saja tidak dalam safar, yaitu sunah rawatib yang mengiringi salat fardhu dan sunah tahajjud.
Sunah-sunah rawatib muakkadah yang mengiringi salat fardu, ialah dua rakaat atau empat rakaat sebelum salat Zuhur, dua rakaat sesudah salat Zuhur, dua rakaat sesudah salat Jumat, dua rakaat sesudah salat Maghrib, dua rakaat sesudah salat Isya dan dua rakaat sebelum salat Subuh.
Sunah-sunah rawatib ghairu muakkadah (tidak dikuatkan) yang mengiringi salat fardhu yang dianjurkan atau dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ialah dua rakaat sebelum Zuhur (selain yang disebutkan di atas), dua rakaat sesudah Zuhur, empat rakaat sebelum Asar, dua rakaat sebelum Maghrib, dua rakaat sebelum Isya dan dua rakaat salat dhuha. Salat-salat tersebut tidak banyak dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 272-273).
Adapun nawafil yang dituntut karena ada sebab ialah: (1) Salat sunah tobat; (2) Salat sunah istikharah; (3) Salat sunah hajat; (4) Salat sunah setelah wudhu; (5) Salat sunah ketika hendak bepergian; (6) Salat sunah ketika kembali dari safar; (7) Salat sunah thawaf; (8) Salat sunah ihram; (9) Salat sunah tasbih; (10) Salat gerhana; (11) Salat meminta hujan (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 279).
Hikmah salat sunah
Hikmah salat nawafil
Disyariatkan salat-salat nawafil adalah untuk lebih menyempurnakan dan mendapat kesempatan memperoleh kebajikan. Hikmah disyariatkan sunah-sunah rawatib ialah untuk menyempurnakan suatu kekurangan yang mungkin saja terjadi pada salat fardhu. Ingatlah, bahwa sebenarnya salat tidak lain adalah rukuk, sujud, tadharu, tasbih, taqdis, dan tazhim yang tumbuh dari rasa tunduk kepada kekuasaan gaib, kekuasaan Allah yang Mabud, dan menjauhkan orang-orang yang mengerjakan salat tersebut dari perbuatan fahsya dan mungkar (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 364-365).
Hikmah salat tobat
Salat sunah tobat disyariatkan sebagai sarana memohon keampunan dari dosa dan untuk menutupi kesalahan. Karena kembali kepada Allah subhanahu wa taala dengan tobat, menghapuskan kejahatan dan menutupi kesalahan, istimewa jika kembali kepada Allah subhanahu wa taala tersebut langsung setelah terjadinya perbuatan maksiat (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 365). Salat taubat merupakan model psikoterapi yang sangat kental dengan nilai agama ternyata dapat diterima bagi semua kalangan. Responden yang mengaku dirinya tidak taat beragama tetap menjalankan metode tersebut dan juga memberi banyak manfaat pada dirinya. Hal ini membuktikan bahwa manusia tidak bisa melepaskan dirinya dari kehidupan spiritual (Ahmad Rusdi, 2016: 114).
Hikmah salat hajat
Salat sunah hajat, disyariatkan untuk menolak suatu kejahatan, mendoakan kebajikan dan kesempurnaan. Sesungguhnya, mengerjakan salat hajat adalah untuk menguatkan tauhid dan istianah (memohon pertolongan) dalam jiwa (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 365).
Hikmah salat istikharah
Salat sunah istikharah mengandung dua hikmah penting. Pertama, menghapus adat kebiasaan jahiliyyah, yang mengambil berkah dengan burung atau dengan anak panah ketika hendak menikah, merantau, memberi, dan melaksanakan suatu hajat penting. Kedua, salat istikharah berarti memohon petunjuk kepada Allah subhanahu wa taala tentang baik buruknya perbuatan yang hendak dikerjakan, serta semoga Allah subhanahu wa taala menunjukkan jalan yang baik dan menghindarkan dari jalan-jalan yang merugikan. Ketiga, mengerjakan sunah istikharah berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah subhanahu wa taala selaku pengatur segala liku penghidupan kita (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 365).
Hikmah salat wudhu
Salat sunah wudhu adalah untuk memberikan keberuntungan yang banyak setelah kita dalam keadaan suci dan mengerjakan salat sunah. Amal ini amat berharga, karena seorang mukmin seyogianya tidak meninggalkan dan menjauhkan dari dari sunah wudhu (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 365-366).
Hikmah salat tahiyyatul masjid
Pembangunan masjid sebagai Baitullah adalah untuk tempat seluruh umat Islam menegakkan dan mengerjakan salat. Memasuki masjid adalah memasuki rumah Allah subhanahu wa taala untuk menyampaikan suatu hajat kepada-Nya. Karena itu, kita dituntut mengerjakan sunah tahiyyatul masjid apabila kita masuk ke dalamnya (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 366).
Hikmah salat istisqa
Kedekatan hamba kepada Allah subhanahu wa taala adalah ketika mengerjakan salat dan diterimanya suatu doa hamba adalah doa dalam salat. Cara meminta hujan pun dikerjakan dengan salat. Mengangkat dan menengadahkan tangan ke langit dengan penuh rasa hina dan rendah diri kepada Allah subhanahu wa taala adalah agar doa-doa kita terkabul dengan cepat, dan sebagai bukti terhadap ikrar kehambaan kepada Allah subhanahu wa taala dengan amal (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 366).
Hikmah salat gerhana
Gerhana matahari dan bulan adalah dua tanda yang nyata dari kebesaran Allah subhanahu wa taala. Karena itulah, umat dituntut mengerjakan salat sunah kusuf dan khusuf, untuk mengekspresikan ke-khudu-an dan kehinaan diri kepada Allah subhanahu wa taala yang memegang dan mengatur perputaran planet. Mengerjakan salat adalah memohon kepada-Nya, semoga kita terpelihara dari bencana dan kemudharatan (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 366-367).
Indikator pemahaman mengenai materi salat
Terdapat tiga macam indikator pemahaman yang berlaku umum yakni: a) Pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna yang terkandung di dalamnya; b) Pemahaman penafsiran, misalnya memahami grafik, menghubungkan dua konsep yang berbeda, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok; c) Pemahaman ekstrapolasi, yakni kesanggupan melihat dibalik yang tertulis, tersirat dan tersurat, meramalkan sesuatu, atau memperluas wawasan (Nana Sudjana, 2011: 51).
Kata kerja sebagai bentuk perilaku khusus dari indikator yang menggambarkan aktivitas pemahaman adalah: menjelaskan, mengulangi, menyusun ulang kata-kata, mengritik, menggolongkan, meringkas, menggambarkan, menerjemahkan, mereview, melaporkan, mendiskusikan, menuliskan kembali, memperkirakan, menafsirkan, menteorikan, mengacu, memberi contoh (Suyono & Hariyanto, 2012: 169). Adapun kata kerja operasional lainnya untuk kawasan kognitif tingkat pemahaman adalah: mengklasifikasikan, mengungkapkan, mendefinisikan, menunjukkan, mengalokasikan, mengakui, menjatuhkan, mengkaji ulang, memilih, menyatakan, menerjemahkan (Hamzah B. Uno, 2012: 41-42).
Dari beberapa kata kerja operasional mengenai proses pemahaman tersebut penulis hanya mengambil kata kerja tertentu yang dijadikan sebagai perilaku khusus dari indikator pemahaman. Kemudian penulis menghubungkan perilaku-perilaku tersebut dengan materi salat SMP kelas VIII, penulis mendeskripsikan hubungan diantara keduanya dengan narasi sebagai berikut. Indikator pemahaman siswa terhadap salat ialah siswa mampu menggolongkan, menjelaskan, menerjemahkan, dan menyatakan mengenai tata cara pelaksanaan salat, dalil naqli, ketentuan salat dan manfaat dari salat berjamaah, salat Jumat, salat Jamak qasar, dan salat sunah.
Pengamalan Menunaikan Salat Lima Waktu
Pengamalan
Definisi pengamalan
Secara etimologis, pengalaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pengamalan KBBI adalah proses, cara, perbuatan mengamalkan, melaksanakan; pelaksanaan; penerapan (WJS Poerwadarwinta, 2007: 34). Adapun pengertian pengalaman secara terminologis adalah sebagai berikut.
Menerima sistem kepercayaan dan filsafat (Suyono & Hariyanto, 2012: 172).
Kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri (WS. Winkel S.J., 2004: 277).
Menyelaraskan perilaku sesuai dengan sistem nilai yang dipegangnya (Hamzah B. Uno, 2012: 38).
Kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi (Dimyati & Mudijono, 2006: 30).
Pengorganisasian nilai-nilai ke dalam sebuah sistem dan integrasi dari masing-masing sistem itu sendiri (Kelvin Seifert, 2012: 154).
Nilai-nilai sangat berkembang dengan teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan (Moh. Uzer Usman, 2001: 36).
Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas mengenai definisi pengamalan maka dapat dipahami bahwa pengamalan adalah membentuk nilai-nilai yang diyakini menjadi tingkah laku yang konsisten.
Seseorang sebisa mungkin akan membenarkan tingkah laku seseorang berdasarkan kepada keyakinan seseorang dalam semua aktivitas yang berbeda-beda. Hal ini sangat mungkin menyertakan sebuah usaha mengekspresikan nilai pengetahuan umum yang dimiliki seseorang, melalui usaha mendapatkan pendidikan lanjut atau melalui usaha menemukan aktivitas yang secara konsisten menunjukkan nilai tersebut (Kelvin Seifert, 2012:154). Orang yang telah memiliki suatu perangkat nilai yang jelas hubungannya satu sama lain, yang menjadi pedoman dalam bertindak dan konsisten selama kurun waktu cukup lama dapat disebut sebagai orang yang sudah melakukan proses pengamalan (WS. Winkel S.J., 2004: 277). Dalam hal ini nilai itu telah tertanam tinggi secara konsisten pada sistemnya dan telah memengaruhi emosinya. Kemampuan pengamalan merupakan tingkatan afektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana dan memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama serta membentuk karakter yang konsisten dalam berperilaku (Kunandar, 2014: 112).
Indikator pengamalan
Indikator pengamalan menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
Menyusun berbagai macam sistem nilai menjadi nilai yang mapan dalam dirinya; terapan dan pemilikan sistem nilai; karakteristik pribadi atau internalisasi nilai (nilai sudah menjadi bagian yang melekat dalam pribadinya) (Kunandar, 2014: 115).
Menemukan kepercayaan diri dalam bekerja sendiri dan menjaga kebiasaan sehat (Moh. Uzer Usman, 2001: 39)
Kepercayaan diri dan berlaku konsisten terhadap sekumpulan nilai personal (Suyono & Hariyanto, 2012: 172)
Menunjukkan keinsyafan yang benar; menunjukkan kepercayaan diri untuk bekerja sendirian; mempraktikkan kerjasama dalam aktivitas kelompok; menggunakan langkah-langkah objektif dalam pemecahan masalah; menunjukkan ketentuan; ketelitian dan disiplin pribadi; mempertahankan kebiasaan yang sehat (Martinis Yamin, 2008: 60).
Adapun kata kerja yang menggambarkan aktivitas pengamalan menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Mengorganisasi, menyintesiskan, mempergunakan, mendengarkan, melaksanakan, mempraktikkan, memohon, menanyakan, merevisi, memecahkan masalah, menelaah kembali kebenaran sesuatu (Moh. Uzer Usman, 2001: 39)
Mengunjungi, berbuat sukarela, dan bersikap konstan (Hamzah B. Uno, 2012: 44)
Bertindak, membeda-bedakan, memperagakan, mempengaruhi, mendengarkan, membuat modifikasi, mempertunjukkan, mempraktikkan, mengusulkan, mencapai keahlian, mempersoalkan, merevisi/memperbaiki, melayani, memecahkan, menggunakan, memeriksa kebenaran (Martinis Yamin, 2008: 60-61)
Taksonomi proses afektif
Perilaku yang dimunculkan seseorang sebagai pertanda kecenderungannya untuk membuat pilihan atau keputusan untuk beraksi di dalam lingkungan tertentu. Seseorang yang pergi ke masjid sebagai perilaku beriman kepada Allah subhanahu wa taala merupakan contoh perilaku afektif. Kawasan afektif menurut Krathwohl, Bloom dan Masia meliputi tujuan belajar yang berkenaan dengan minat, sikap dan nilai serta pengembangan penghargaan dan penyesuaian diri. Kawasan ini dibagi dalam lima jenjang tujuan, yaitu sebagai berikut (Eveline Siregar & Hartini Nara, 2011: 10-11).
Penerimaan (receiving): meliputi kesadaran akan adanya suatu sistem nilai, ingin menerima nilai, dan memperhatikan nilai tersebut, misalnya siswa menerima sikap jujur sebagai ssesuatu yang diperlukan.
Pemberian respons (responding): meliputi sikap ingin merespons terhadap sistem, puas dalam memberi respons, misalnya bersikap jujur dalam setiap tindakannya.
Pemberian nilai atau penghargaan (valuing): penilaian meliputi penerimaan terhadap suatu sistem nilai, memilih sistem nilai yang disukai dan memberikan komitmen untuk menggunakan sistem nilai tertentu, misalnya jika seseorang telah menerima sikap jujur, ia akan selalu komitmen dengan kejujuran, menghargai orang-orang yang bersikap jujur dan ia juga bersikap jujur.
Pengorganisasian (organization): meliputi memilah dan menghimpun sistem nilai yang akan digunakan, misalnya berperilaku jujur ternyata berhubungan dengan nilai-nilai yang lain seperti kedisiplinan, kemandirian, keterbukaan, dan lain-lain.
Pengamalan (characterization): karakteristik meliputi perilaku secara terus menerus sesuai dengan sistem nilai yang telah diorganisasikannya (Eveline Siregar & Hartini Nara, 2011: 11). Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial atau membentuk karakter pribadi muslim yang utuh sebagaimana pribadi Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam (Ahmad Darmadji, 2014: 18).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengamalan siswa
Motivasi dan kebutuhan. Motivasi dirumuskan sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan konsep yang rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep lain seperti minat, konsep diri, sikap, dan sebagainya. Mengingat demikian penting motivasi bagi siswa dalam belajar. Maka guru diharapkan dapat membangkitkan belajar siswa-siswanya. Dalam usaha ini banyaklah cara yang dapat dilakukan. Menciptakan kondisi-kondisi tertentu dapat membangkitkan motivasi belajar (Slameto, 1995: 170).
Minat. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal yang aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui pertisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut (Slameto, 1995: 180).
Konsep diri dan aspirasi. Konsep diri adalah persepsi keseluruhan yang dimiliki seseorang mengenal dirinya sendiri. konsep ini merupakan suatu kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri yang relatif sulit diubah. Konsep diri tumbuh dari interaksi seseorang dengan orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya, biasanya orang tua, guru, dan teman-teman. Aspirasi merupakan harapan atau keinginan seseorang akan suatu keberhasilan atau prestasi tertentu. Aspirasi mengerahkan dan mengarahkan aktivitas siswa untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dengan adanya taraf aspirasi tertentu, siswa akan mencoba melakukan suatu usaha ke arah itu (Slameto, 1995: 182).
Kecemasan. Situasi belajar yang menekan juga cenderung menimbulkan kecemasan pada diri siswa. Rasa cemas besar pengaruhnya pada tingkah laku siswa. Siswa-siswa dengan tingkat kecemasan yang membuat lebih banyak kesalahan pada situasi waktu yang terbatas, sedangkan siswa-siswa dengan tingkat kecemasan tingkat rendah lebih banyak membuat kesalahan dalam situasi waktu yang tidak terbatas (Slameto, 1995: 185).
Sikap. Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan (Slameto, 1995: 188).
Evaluasi hasil belajar afektif
Guru melakukan penilaian kompetensi sikap melalui: 1) observasi atau pengamatan perilaku dengan alat lembar pengamatan atau observasi, 2) penilaian diri, 3) penilaian teman sejawat oleh peserta didik, 4) jurnal dan 5) wawancara dengan alat panduan atau pedoman wawancara langsung. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik dan pada wawancara berupa daftar pertanyaan (Kunandar, 2014: 199).
Terdapat beberapa skala sikap yang dapat dipergunakan untuk mengukur domain afektif, di antaranya sebagai berikut. 1) Skala Likert; skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima respon yang menunjukkan tingkatan. Misalnya: SS (sangat setuju), S (setuju), TB (tidak berpendapat/abstain), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju). 2) Skala Pilihan Ganda; skala ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang diikuti oleh sejumlah alternatif jawaban. 3) Skala Thurstone; skala ini mirip dengan skala Likert karena merupakan suatu instrumen yang pilihan jawabannya menunjukkan tingkatan. Perbedaan skala Thurstone dengan skala Likert, pada skala Thurstone rentang skala yang disediakan lebih dari lima pilihan, dan disarankan sekitar sepuluh pilihan jawaban (misalnya dengan rentang angka 1 s/d 11 atau a s/d k). Jawaban di tengah adalah netral, semakin ke kiri semakin tidak setuju, sebaliknya semakin ke kanan semakin setuju. 4) Skala Guttman; skala ini sama dengan yang disusun oleh Bogardus, yaitu berupa tiga atau empat buah pertanyaan yang masing-masing harus dijawab ya atau tidak. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga bila responden setuju pernyataan nomor 2, diasumsikan setuju nomor 1, selanjutnya jika responden setuju dengan pernyataan nomor 3, berarti setuju penyataan nomor 1 dan 2. (5) Semantic Differensial; instrumen ini disusun oleh Osgood dan kawan-kawan dipergunakan untuk mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi-dimensi yang ada diukur dalam kategori; baik-tidak baik, kuat-lemah, dan cepat-lambat atau aktif-pasif, atau dapat juga berguna-tidak berguna (Rohmad Qomari, 2008: 8). Adapun beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk menyusun instrumen penilaian afektif, yaitu 1) menetapkan variabel yang akan diteliti; 2) merumuskan definisi konseptual; 3) menyusun definisi operasional; 4) menyusun kisi-kisi instrumen; dan 5) menyusun butir-butir instrumen (Umi Muzayanah & Wahyu Lestari, 2014: 49).
Urgensi salat lima waktu
Keistimewaan salat
Salat memiliki beberapa keistimewaan antara lain: 1) salat adalah ibadah badaniyah, yang mulanya diwajibkan Allah subhanahu wa taala kepada Rasul-Nya sebelum ibadah badaniyah lainnya; 2) salat adalah tiang agama. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya salat adalah tiang agama. Barangsiapa mendirikan salat, sesungguhnya ia telah mendirikan agama, dan barangsiapa meruntuhkan salat sungguhlah ia telah meruntuhkan agama (HR. Al-Baihaqi dari Umar ra.). Imam Ahmad menjelaskan mengenai hadis ini bahwa sesudah hilang lenyap ibadah salat, hilang lenyaplah Islam (agama). Salat sebagai akhir agama. Barangsiapa telah hilang akhir agamanya, berarti telah hilang semua agamanya; 3) salat lima waktu diwajibkan di langit di malam miraj; 4) salat adalah akhir wasiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan nabi-nabi lainnya; 5) salat adalah permulaan amal yang dihisab di akhirat, dan akhir ibadah yang ditinggalkan umat di dunia; 6) salat adalah syiar Islam yang paling utama, dan tali penghubung antara hamba dengan Allah subhanahu wa taala. salat adalah ibadah nyata yang mampu membuktikan keislaman seseorang yang memberi manfaat kepada jiwa manusia dan sangat mudah diketahui orang. Salat adalah ibadah yang mampu mendekatkan hamba kepada Tuhannya (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 26-30).
Menghambakan diri dengan sempurna kepada Allah subhanahu wa taala dengan salat
Allah subhanahu wa taala memerintahkan salat lima waktu untuk menyebut nama-Nya, dengan menggunakan hati, lidah, dan anggota tubuh. Masing-masing anggota badan tersebut memperoleh bagian dalam proses pengabdian diri kepada-Nya. Inilah maksud ibadah manusia kepada-Nya. Allah subhanahu wa taala berfirman dalam QS. Adz-Dzariyat, 51: 56.
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Dengan memperhatikan sifat dan tata cara salat jelaslah bahwa salat itu telah disusun dengan cara yang menghasilkan martabat ubudiyah (menghambakan diri kepada Allah subhanahu wa taala) dengan sangat sempurna. Ucapan lidah, amalan anggota, iktikad hati, berjalin menjadi satu dalam segala bagian salat. Dalam posisi berdiri, rukuk, sujud dan duduk (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 30).
Salat merupakan sarana pembentukkan kepribadian manusia
Kehidupan dunia yang memukau seringkali menjadikan manusia lupa dan lalai terhadap keimanan mereka kepada Allah subhanahu wa taala dan hari akhir. Hal itu disebabkan oleh terbuainya nafsu syahwat mereka dan keserakahan mereka terhadap keindahan dunia yang semu dan tampak bagaikan fatamorgana. Oleh karena itu, salat yang telah ditetapkan lima kali sehari semalam bagi orang-orang yang beriman dapat difungsikan sebagai benteng pertahanan bagi mereka terhadap keinginan-keinginan nafsu syahwat dan keserakahan yang setiap saat hadir di dalam diri manusia (Ibnu Hasan bin Abdul Kadir Nuh, 2008: 17). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam QS. Al-Ankabut, 29: 45.
ٱتۡلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ ٤٥
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ketika seseorang melakukan salat secara baik dan benar serta mengerjakannya sesuai waktu-waktu yang telah ditetapkan, berarti orang itu telah menghidupkan cahaya keimanan di dalam dirinya. Paling sedikit, lentera keimanan yang dinyalakan dalam setiap lima waktu salat dapat menjadi penerang bagi dirinya dari satu waktu ke waktu berikutnya untuk selalu berada di jalan yang benar dan diridhai Allah subhanahu wa taala (Ibnu Hasan bin Abdul Kadir Nuh, 2008: 18).
Konsekuensi sosial dari ibadah salat yang paling utama adalah pembentukan moralitas pribadi seseorang. Karena moralitas itu merupakan sesuatu yang lebih bersifat intrinsik, maka pola pendekatan yang sesuai adalah pola spiritualitas. Maka, salat yang bisa membentuk karakter bermoral adalah salat yang memahami dan mengamalkan penghayatan substantif dari salat itu (Muhammad Solikhin, 2011: 21).
Salat merupakan kegiatan harian, mingguan, bulanan atau amalan tahunan. Kegiatan-kegiatan itu merupakan instrumen terbaik untuk membentuk dan membina kepribadian muslim yang bercirikan: disiplin, taat-tepat waktu dan kerja keras; mencintai kebersihan; senantiasa berkata yang baik, membentuk pribadi Allahu Akbar (yang hanya mengagungkan Allah, tidak mengagungkan selain-Nya); manusia seimbang yang memiliki mentalitas sehat; cinta damai dan penyebar misi perdamaian. Dalam gerakan-gerakan salat tersirat nilai-nilai hidup berikut: 1) sikap berdiri melatih kemandirian; 2) gerak rukuk melatih kerendahan hati; 3) sikap itidal melatih untuk bersikap teguh dan bangkit kembali; dan 4) gerak sujud melatih untuk mengabdi hanya kepada-Nya (Mursidin, 2010: 189).
Adapun bacaan-bacaan dalam ajaran salat mengandung nilai-nilai moral sebagai berikut: 1) takbir yang diulang sebanyak 94 kali dan berisi penyebutan kebesaran Allah akan menghasilkan semangat; 2) tasbih yang diulang 51 kali dan berisi pengakuan kesucian Allah akan menghasilkan sikap transparansi atau kejujuran/keterbukaan; 3) tawajjuh yang diulang 5 kali dan isinya menyebut doktrin tauhid akan menghasilkan prinsip; 4) al-Fatihah yang diulang 17 kali menghasilkan evaluasi diri; 5) surat-surat menghasilkan prinsip untuk hidup sesuai dengan kebutuhan dan situasi; 6) samiAllah menghasilkan sikap empati; 7) rabbana menghasilkan keikhlasan; 8) doa duduk menekankan pentingnya derajat, rezeki dan kesehatan akan menghasilkan tools perjuangan; 9) tahiyyat mengakui keberkahan milik Allah subhanahu wa taala akan menghasilkan rasa ikhlas; 10) as-salam mengajarkan kedamaian; 11) syahadah mengajarkan manusia untuk membangun komitmen dan misi; 12) bacaan shalawat mengajarkan sikap terima kasih, dan; 13) bacaan taslim menghasilkan sikap peduli pada lingkungan (Mursidin, 2010: 191).
Indikator pengamalan menunaikan salat lima waktu
Terpenuhinya syarat sah salat
Syarat sah salat adalah: 1) Islam 2) Tamyiz 3) Mengetahui kefardluan shalat 4) Mengetahui caranya shalat 5) Bisa membedakan antara fardlu dan sunnah 6) Suci dari hadats kecil dan besar 7) Suci badan, pakaian dan tempat 8) Menutup aurat 9) Mengetahui waktu shalat 10) Menghadap kiblat (Khoirus Shobirin, 2016: 295-296).
Terpenuhinya rukun salat
Salat memiliki beberapa unsur fardhu (rukun) dari unsur-unsur tersebut tersusun hakikat salat. Apabila tertinggal atau ditinggalkan salah satu fardhunya, maka tidak lengkap hakikatnya dan salat tersebut menjadi tidak dipandang syara. Fardhu atau rukun salat ialah: 1) Niat 2) Takbiratul ihram 3) Berdiri bagi yang mampu 4) Membaca surat al-Fatiha pada setiap rakaat 5) Ruku 6) Itidal 7) Sujud 8) Duduk diantara dua sujud 9) Tumaninah 10) Tasyahud akhir 11) Membaca shalawat nabi 12) Duduk karena tasyahud dan membaca shalawat 13) Mengucapkan salam yang pertama 14) Tertib (Khoirus Shobirin, 2016: 296).
Terpeliharanya salat dari perbuatan yang tidak disukai
Perbuatan yang tidak disukai dalam salat mencakup perbuatan yang dikenai hukum makruh yang tidak sampai membatalkan salat dan perbuatan yang membatalkan salat. Adapun perkara yang makruh dalam salat adalah: 1) Mencotok-cotokkan rukuk dan sujud (tidak menyempurnakannya). 2) Berpaling ke kanan, ke kiri dan melihat ke atas. 3) Menggerak-gerakkan anggota badan dalam shalat. 4) Berludah ke muka. 5) Bertolak pinggang dan berdiri sebelah kaki. 6) Menguap. 7) Membunyikan ruas tangan. 8) Menahan buang air besar atau kecil. 9) Menahan keinginan makan sesudah makanan tersedia. 10) Melihat kepada yang membimbangkan. 11) Memejamkan mata. 12) Memberi isyarat dengan tangan ketika salam. 13) Menutup mulut dan menurunkan kain sehingga mengenai lantai. 14) Salat dalam keadaan mengantuk. 15) Salat di tempat tertentu dalam masjid bagi selain imam (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 185-192).
Adapun perkara yang membatalkan salat adalah: 1) makan dengan sengaja. 2) minum dengan sengaja. 3) berbicara dengan sengaja yang tidak berkaitan dengan salat. 4) mengerjakan pekerjaan yang banyak dengan sengaja. 5) meninggalkan rukun dan syarat dengan sengaja dan tidak ada uzur. 6) tertawa dalam salat (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 201-205).
Konsistensinya kekhusyukan
Definisi khusyuk
Khusyuk, pada hakikatnya menuntut seseorang merasakan kehadiran kebesaran-Nya dan menampilkan kelemahan diri sendiri di hadapan-Nya hingga tampak sebagai sosok pribadi yang mampu menundukkan seluruh anggota badan, pikiran, dan hati semata-mata menuju ke hadirat-Nya sebagai manifestasi dari kekhawatiran tidak diterima oleh-Nya (Slamet Firdaus, 2015: 130).
Jiwa salat adalah ikhlas dan khusyuk. Kedudukan khusyuk dan ikhlas dalam salat adalah seperti kedudukan ruh dalam tubuh. Perlu dikatakan bahwa khusyuk, ikhlas, takut dan hadir hati yang menjadi ruh salat menjadi sebab pokok diterimanya salat seseorang. Menurut pentahqiqan, khusyuk adalah amalan hati, keadaan yang mempengaruhi jiwa, tampak pada anggota tubuh seperti tenang dan menundukkan diri. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya: seandainya hati orang ini khusyuk, tentu khusyuk juga semua anggota tubuhnya (HR. Hakim, at-Turmudzi dari Abu Hurairah, Al-Jamiush Shagir 2: 108). Tegasnya khusyuk adalah tunduk dan tawadhu serta hati tenang dan semua anggota tubuh karena Allah subhanahu wa taala (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 45). Di dalam Al-Quran Allah menggandengkan perintah salat dengan khusyuk seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 45 yang berbunyi:
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ ٤٥
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”.
Pilar-pilar khusyuk
Khusyuk memiliki rukun-rukun yang harus ditempuh untuk mencapainya. Adapun rukun pertama adalah selalu merasa diawasi oleh Allah subhanahu wa taala. Berikut pilar-pilar khusyuk: a) Pengawasan (al-muraqabah). Yakni senantiasa merasa selalu diawasi Allah subhanahu wa taala. Dalam salat, seolah-olah seseorang diajak untuk membayangkan hubungan komunikasi yang intim dengan dan bersama Allah subhanahu wa taala (Mursidin, 2010). b) At-Tazhim (senantiasa mengagungkan Allah subhanahu wa taala). c) Al-mahabbah (cinta kepada-Nya). d) Merendahkan diri dan pasrah dihadapan Allah subhanahu wa taala (Syaikh Mumin bin Fathi Al-Haddad, 2007: 150).
Cara-cara menghasilkan khusyuk
Untuk menghasilkan khusyuk, seseorang hendaknya melakukan beberapa hal. a) menganggap berdiri di hadapan Allah subhanahu wa taala dan dengan Allah-lah orang yang salat tersebut bermunajat. b) memahami makna bacaan salat. c) memahami dzikir-dzikir yang dibaca, yakni memperhatikan makna, kandungan dan maksudnya. d) memanjangkan rukuk dan sujud. e) jangan mempermainkan anggota tubuh seperti memperbanyak gerakan tangan. f) tetap memandang tempat sujud (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2009: 54).
Konsistensinya melaksanakan salat lima waktu
Konsistensi dalam melaksanakan salat lima waktu sangatlah penting dan harus diperhatikan. Salat lima waktu merupakan kewajiban bagi umat muslim yang harus dilaksanakan setiap hari. Allah subhanahu wa taala memberikan ancaman yang berat terhadap orang yang meninggalkan salat, sebagaimana dalam firman-Nya QS. Al-Muddatstsir 74: 42-43.
مَا سَلَكَكُمۡ فِي سَقَرَ ٤٢ قَالُواْ لَمۡ نَكُ مِنَ ٱلۡمُصَلِّينَ ٤٣
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?. Mereka menjawab: Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.”
Meninggalkan salat akan berakibat tidak diterimanya suatu amal. Al-Bukhari meriwayatkan, bahwa Abu Malih mengatakan, Kami pernah bersama Buraidah pada hari yang mendung, lalu dia berkata, Bersegeralah untuk shalat, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar, maka gugurlah (pahala) amalannya. (HR. An-Nasai, No.470)
Hubungan Antara Pemahaman Siswa tentang Salat Dengan Pengamalan Mereka Menunaikan Salat Lima Waktu
Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami kandungan ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati makna tujuan, yang pada akhirnya mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup (Abdul Majid, 2014: 12). Pendidikan Agama Islam bukan hanya menyangkut aspek pemenuhan kognisi atau keilmuan, tetapi juga menuntut pemenuhan aspek afeksi atau perilaku keseharian yang merupakan cerminan dari pengamalan isi tujuan yang telah ditetapkan (Ahmad Fauzi, 2016: 51). Dalam perspektif ini, pengembangan evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak hanya dilakukan untuk menilai aspek pengetahuan dan pemahaman (kognitif), namun juga yang jauh lebih penting adalah bagaimana menilai proses pembelajaran sebagai suatu aksi moral. Ini dapat memberikan motivasi kepada anak didik untuk tidak hanya mempelajari Islam sebagai suatu pengetahuan dan pemahaman, namun lebih dari itu Islam dijadikan sebagai pola bertindak, pola hidup dan pola berperilaku (M. Muchlis solichin, 2007: 77).
Hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar (Ahmad Susanto, 2013: 5). Berikut adalah contoh bagan mengenai hubungan ketiga ranah tingkah laku menurut Bloom (Abdorrakhman Gintings, 2008: ).
Kemajuan prestasi belajar siswa tidak hanya diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga dari sikap dan keterampilan. Sikap lebih diarahkan pada pengertian pemahaman konsep maka domain yang sangat berperan adalah domain kognitif (Ahmad Susanto, 2013: 5-11). Terdapat beberapa kondisi yang disarankan dalam mengembangkan kecakapan-kecakapan sikap. Pertama-tama para siswa harus mengetahui hal yang diharapkan akan menjadi sikap mereka (Kelvin Seifert, 2012: 145).
Para siswa yang berprestasi baik (dalam arti luas dan ideal) dalam bidang pelajaran agama sudah tentu akan lebih rajin beribadah salat, puasa, dan mengaji. Dia juga tidak segan-segan memberi pertolongan atau bantuan kepada orang yang memerlukan. Sebab, ia merasa memberi bantuan itu adalah kebajikan (afektif), sedangkan perasaan yang berkaitan dengan kebajikan tersebut berasal dari pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran agama yang ia terima dari gurunya (kognitif) (Muhibbin Syah, 2012: 54). Proses kognitif menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif (Friska Octavia Rosa, 2015: 25). Upaya guru dalam mengembangkan keterampilan ranah kognitif sangat penting jika guru menginginkan siswanya aktif mengembangkan sendiri keterampilan ranah-ranah lainnya (Muhibbin Syah, 2012: 54).
Ranah kognitif berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa. Keberhasilan perkembangan ranah kognitif tidak hanya membuahkan kecakapan kognitif, tetapi juga menghasilkan kecakapan ranah afektif. Dampak positifnya ialah dimilikinya sikap mental keagamaan yang lebih tegas dan lugas sesuai dengan tuntunan ajaran agama yang telah dipahami dan diyakini secara mendalam. Adapun kecakapan psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuan (kognitif) dan kesadaran serta sikap mentalnya (afektif) (Muhibbin Syah, 2012: 53-54). Pembahasan mengenai ranah kognitif yang disinggung dalam penelitian ini adalah proses pemahaman siswa terhadap materi salat.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi (Nana Sudjana, 2005: 29). Contoh tindakan khusus dari hasil belajar kategori sikap adalah memilih tindakan personal yang dilandasi oleh status internal dari pemahaman dan kemampuan merasakan (Suyono & Hariyanto, 2012: 95). Pembahasan mengenai ranah afektif yang disinggung dalam penelitian ini adalah proses pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu.
Ada beberapa teori yang berpendapat bahwa proses belajar pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi subjek didik, dengan alasan bahwa dari struktur kognitif itu dapat mempengaruhi perkembangan afeksi ataupun penampilan seseorang (A.M. Sardiman, 2012: 21). Berarti dapat dipahami bahwa sikap pengamalan merupakan buah dari pemahaman yang mendalam terhadap suatu nilai. Pengamalan merupakan kombinasi dan integrasi dari kognitif, afektif, dan psikomotor. Kunci dari perubahan perkembangan ranah afektif dan psikomotor adalah perkembangan domain kognitif. Jika menginginkan siswa dapat mengamalkan salat lima waktu di dalam kesehariannya maka guru hendaknya memperhatikan perkembangan ranah kognitif siswa, salah satunya ialah memberikan pemahaman terhadap materi salat. Keterkaitan pemahaman akan pentingnya saalat dan pengamalannya dapatlah dikemukakan. Ada sebagian orang yang pengetahuan agamanya tinggi dan pengamalan salatnya teratur, memiliki keyakinan yang kuat pada agamanya, berakhlak baik dalam kehidupan sehari-harinya, dan sering menangis dalam doa-doanya (Rubino, 2018: 202). Dengan demikian berdasarkan berbagai teori di atas dapat dipastikan bahwa pemahaman salat memiliki keterkaitan dengan pengamalan penunaian salat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan kuantitatif adalah apabila data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif atau jenis data lain yang dapat dikuantitatifkan dan diolah dengan menggunakan teknik statistik (Muri Yusuf, 2017).
Metode Penelitian
Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode yang diarahkan untuk dapat memecahkan masalah dengan cara menjabarkan atau memaparkan hasil penelitian dengan apa adanya sebagaimana data yang diperoleh. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat atau hubungan antar fenomena yang diselidiki (Asep Saepul Hamdi & E. Bahruddin, 2014).
Jenis dan Sumber Data
Jenis Penelitian
Jenis data yang akan dikumpulkan untuk menjawab masalah penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif akan bersumber pada hasil pengumpulan observasi dan wawancara. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dalam bentuk angket dan tes kepada sejumlah responden yang telah ditetapkan sebagai sampel penelitian yaitu Siswa Kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan Kampus UPI Cibiru Bandung.
Sumber Penelitian
Populasi
Populasi adalah sekelompok individu yang memiliki ciri-ciri khusus yang sama. Populasi target adalah sekelompok individu (atau kelompok organisasi) dengan karakter penentu yang sama yang dapat diidentifikasi dan diteliti oleh peneliti (John Creswell, 2015: 287-288). Populasi penelitian ini mencakup Siswa Kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru Bandung, yang berjumlah 169 siswa.
Sampel
Dalam populasi target, peneliti kemudian menyeleksi suatu sampel untuk diteliti. Sampel adalah subkelompok dari populasi target yang direncanakan diteliti oleh peneliti untuk menggeneralisasikan tentang populasi target (John Creswell, 2015: 287-288). Dalam suatu perkiraan kasar seorang peneliti pendidikan membutuhkan kira-kira 30 partisipan untuk suatu penelitian korelasional yang menghubungkan beberapa variabel (John Creswell, 2015: 296-297). Adapun dalam kesempatan ini peneliti menetapkan kuota sampel sebanyak 54 orang. Teknik pengambilan sampel yang peneliti terapkan adalah teknik pengambilan sampel dengan cara kuota. Teknik pengambilan sampel dengan cara kuota adalah teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti. Peneliti mengambil sampel dari suatu populasi penelitian dengan menentukan sejumlah anggota sampel secara kuantum atau jatah (Subana, 2000: 28).
Teknik Pengumpulan Data
Tes
Tes sebagai instrumen pengumpul data adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Subana, 2000: 28-29). Dalam rumusan ini terdapat beberapa unsur penting yakni: a. tes merupakan suatu cara atau teknik yang disusun secara sistematis dan digunakan dalam rangka kegiatan pengkuran; b. di dalam tes terdapat berbagai pertanyaan atau pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dijawab dan dikerjakan oleh peserta didik; c. tes digunakan untuk mengukur suatu aspek perilaku peserta didik; d. hasil tes peserta didik perlu diberi skor dan nilai (Zainal Arifin, 2017: 118).
Teknik tes digunakan untuk memperoleh data pemahaman yang dirinci berdasarkan indikator-indikator dari variabel X yakni kemampuan menerjemahkan, menafsirkan dan ekstrapolasi. Adapun teknik tes ini disajikan dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda dengan ketentuan apabila menjawab benar diberi skor 4 dan apabila menjawab salah diberi skor 0. Penulis memilih tes dalam bentuk pilihan ganda karena jenis tes ini dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang lebih kompleks dan berkenaan dengan aspek ingatan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Zainal Arifin, 2017: 138).
Angket
Angket termasuk alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau informasi, pendapat, dan paham dalam hubungan kausal. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara, kecuali dalam implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis, sedangkan wawancara dilaksanakan secara lisan. Keuntungan angket antara lain: a. responden dapat menjawab dengan bahasa bebas tanpa dipengaruhi oleh hubungan dengan peneliti; b. informasi atau data terkumpul lebih mudah karena itemnya homogen; c. dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari jumlah responden yang besar yang dijadikan sampel. Kelemahannya adalah: a. ada kemungkinan angket diisi oleh orang lain b. hanya diperuntukkan bagi yang dapat melihat saja; c. responden hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada (Zainal Arifin, 2017: 166).
Teknik angket ini peneliti gunakan untuk memperoleh gambaran variabel Y mengenai realitas pengamalan siswa dalam melaksanakan salat lima waktu. Alternatif jawaban yang digunakan akan disusun secara berjenjang ke dalam lima opsi, apabila item angket berorientasi positif maka digunakan penyekoran dengan prinsip: SL= 5, SR= 4, KD= 3, JR= 2, dan TP= 1, apabila item angket berorientasi negatif maka digunakan penyekoran dengan prinsip kebalikannya.
Observasi
Observasi adalah proses pengumpulan informasi open-ended (terbuka) tangan pertama dengan mengobservasi/mengamati orang dan tempat di suatu lokasi penelitian. Sebagai bentuk pengumpulan data, observasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah terbukanya kesempatan untuk mencatat/merekam informasi pada saat peristiwa sedang berlangsung (perilaku aktual), dan kelebihan lainnya adalah dapat meneliti individu yang memiliki kesulitan untuk memverbalisasikan ide mereka. Adapun sebagian kekurangan observasi adalah peneliti akan terbatas pada tempat dan situasi yang dapat peneliti akses (John Creswell, 2015: 422).
Teknik ini bertujuan sebagai salah satu langkah pendekatan terhadap partisipan guna memperoleh data mengenai pengamalan praktis yang berlangsung di lokasi penelitian yaitu SMP Laboratorium Percontohan Kampus UPI Cibiru Bandung, teknik ini kemudian akan diorientasikan untuk melihat keadaan nyata dan gambaran umum di lokasi penelitian.
Wawancara
Wawancara adalah instrumen pengumpul data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya (Subana, 2000: 29). Wawancara memiliki kelebihan dan kekurangan. Sebagian kelebihannya adalah mereka memberikan informasi yang berguna ketika peneliti tidak mungkin mengobservasi partisipan secara langsung, dan memungkinkan partisipan untuk mendeskripsikan informasi pribadi secara terperinci. Beberapa kekurangannya adalah di antaranya wawancara itu hanya menyediakan informasi yang terfilter melalui pandangan pewawancara (artinya, pewawancara merangkum pandangan partisipan dalam laporan penelitian) (John Creswell, 2015: 330).
Teknik wawancara ini digunakan peneliti untuk menggali informasi yang tidak didapatkan dari observasi, tes, dan angket seperti informasi keadaan objektif sekolah, sarana prasarana sekolah, jumlah tenaga pendidik, jumlah murid, dan sebagainya. Teknik wawancara ini peneliti tujukan kepada staf Tata Usaha sekolah guna mendapatkan informasi secara akurat.
Studi pustaka
Studi pustaka atau bisa disebut dengan riset kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Mestika Zed, 2008: 3). Dalam studi pustaka ini peneliti mendayagunakan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
Teknik Analisis Data
Data yang bersifat kualitatif akan dianalisis dengan menggunakan logika, sedangkan data yang bersifat kuantitatif akan dianalisis dengan menggunakan analisis statistik. Adapun beberapa langkah statistik yang akan ditempuh adalah sebagai berikut:
Analisis parsial
Tahap ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan variabel X dan variabel Y dilakukan analisis tiap variabel, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Analisis parsial perindikator
Untuk variabel X dengan rumus: (100)
Hasilnya diinterpretasikan ke dalam skala 0 100 dengan rincian sebagai berikut:
80 100 sangat baik
70 79 baik
60 69 cukup
50 59 kurang
0 49 gagal
Untuk variabel Y dengan rumus
Hasilnya diinterpretasikan ke dalam skala 05 5,0 dengan rincian sebagai berikut:
4,20 5,0 sangat tinggi
3,40 4,19 tinggi
2,60 3,39 cukup
1,80 2,59 rendah
1,00 1,79 sangat rendah
(Sambas Ali Muhidin, 2009: 146)
Deskripsi data setiap variabel
Menentukan Rentang dengan rumus:
(Subana, 2000: 124)
Menentukan banyaknya interval kelas dengan rumus:
(Subana, 2000: 124)
Menentukan panjang kelas interval (P) dengan rumus:
(Subana, 2000: 124)
Membuat daftar tabel distribusi frekuensi masing-masing variabel
Mencari mean dengan rumus:
(Sugiyono, 2012: 54)
Mencari median dengan rumus:
(Sugiyono, 2012: 53)
Mencari modus dengan rumus:
(Sugiyono, 2012: 52)
Menentukan kurva
Menentukan standar deviasi dengan rumus:
(Subana, 2000: 92)
Membuat tabel frekuensi observasi dan ekspektasi skor modul
Uji normalitas masing-masing variabel dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Menentukan chi kuadrat hitung dengan rumus:
Keterangan:
chi kuadrat
frekuensi observasi
frekuensi ekspektasi (n luas Z tabel)
(Subana, 2000: 124)
Menentukan derajat kebebasan dengan rumus:
Dk= banyaknya kelas (3)
(Subana, 2000: 126)
Menentukan chi kuadrat ( dengan taraf signifikansi 5%
Menentukan normalitas dengan kriteria pengujian normalitas:
Jika < , maka data terdistribusi normal. Pada keadaan lain, data tidak berdistribusi normal.
(Subana, 2000: 126)
Analisis korelasi dan regresi
Analisis ini digunakan untuk menginterpretasi kuat lemahnya hubungan antar variabel yakni antara variabel X dengan variabel Y. Adapun tahapan uji korelasi adalah sebagai berikut:
Menentukan persamaan regresi linier dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Membuat tabel persamaan regresi
Menentukan persamaan regresi:
maka persamaan regresi linearnya:
(Sugiyono, 2012: 261)
Menguji linieritas regresi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Menghitung jumlah kuadrat regresi a ()
(Subana, 2000: 162)
Menghitung jumlah kuadrat regresi b terhadap a
(Subana, 2000: 162)
Menghitung jumlah kuadrat residu
=
(Subana, 2000: 163)
Jumlah kuadrat kekeliruan
(Subana, 2000: 163)
Menghitung derajat kebebasan kekeliruan (
; K=banyak kelas (dari X yang sama)
(Subana, 2000: 163)
Menghitung derajat kebebasan ketidakcocokkan ()
(Subana, 2000: 163)
Menghitung jumlah kuadrat ketidakcocokkan
(Subana, 2000: 163)
Menghitung rata-rata kuadrat kekeliruan
(Subana, 2000: 163)
Menghitung rata-rata kuadrat ketidakcocokkan
(Subana, 2000: 163)
Mengitung F ketidakcocokkan ()
(Subana, 2000: 163-164)
Menentukan dengan menggunakan taraf signifikansi 5%
(Subana, 2000: 164)
Kriteria Pengujian:
Jika maka regresi linear, dan
Jika maka regresi tidak linear.
(Subana, 2000: 163)
Menghitung koefisien korelasi
Jika kedua variabel yang diteliti normal dengan persamaan regresi linier maka rumus yang digunakan adalah rumus korelasi product moment:
(Subana, 2000: 148)
Dan jika salah satu atau kedua variabel tidak normal atau keduanya tidak beregresi linier maka cara untuk menghitung korelasinya digunakan teknik korelasi rank order dengan rumus:
Koefisien korelasi rank order dilambangkan dengan (rho), yang besarnya .
(Subana, 2000: 150)
Setelah didapatkan koefisien korelasi maka tahapan selanjutnya adalah menginterpretasikan koefisien korelasi dengan kriteria seperti berikut:
Tabel 3.1 Interpretasi koefisien korelasi
Besarnya nilai r
Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,00
Antara 0,600 sampai dengan 0,800
Antara 0,400 sampai dengan 0,600
Antara 0,200 sampai dengan 0,400
Antara 0,000 sampai dengan 0,200
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah (tak bekorelasi)
Apabila diperoleh angka negatif, berarti kolerasinya negatif. Ini menunjukkan adanya kebalikan urutan (Suharsimi Arikunto, 2010: 319).
Menguji signifikansi korelasi dengan hipotesis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Menghitung t hitung dengan rumus:
Menghitung dengan rumus:
; dengan dan db = n 2
Uji P, pengujian hipotesis menggunakan kriteria sebagai berikut:
Jika , maka . Artinya jika t hitung lebih besar dari t tabel maka hipotesis diterima atau dengan kata lain korelasi antara variabel X dengan variabel Y adalah signifikan.
Jika , maka . Artinya jika t tabel lebih besar dari t hitung maka hipotesis tidak diterima atau dengan kata lain korelasi antara variabel X dengan variabel Y tidak signifikan.
(Subana, 2000: 145-146)
Untuk mengetahui besarnya hubungan antara variabel X terhadap dengan variabel Y maka akan dihitung dengan cara sebagai berikut:
Menghitung derajat tidak adanya korelasi dengan rumus:
Keterangan:
k = singkatan dari lack of correlation, artinya tidak ada korelasi
1 = angka konstan
= kuadrat dari koefisien korelasi
Selanjutnya interpretasi tinggi rendahnya korelasi yang diperoleh harus dinyatakan dalam perhitungan persentase dengan rumus:
Keterangan:
E= Indext of forecasting efficiency, atau indeks efisiensi ramalan
100= seratus persen
K= derajat tidak adanya korelasi (Tuti Hayati, 2013: 102)
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian
Dalam penelitian ini penulis memilih SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru Bandung sebagai lokasi penelitian, karena di sekolah ini terdapat religious culture yang berkaitan dengan penelitian penulis yakni program salat berjamaah dan salat Duha. Selain itu, sekolah ini menerapkan strategi pembelajaran yang berpusat kepada siswa dan hal ini membuat siswa belajar secara aktif. Semua sarana prasarana yang sekolah sediakan tergolong memadai. Sarana prasarana yang tersedia di sekolah merupakan salah satu dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran. Sehingga dengan tersedianya berbagai fasilitas yang mendukung diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa di dalam memahami materi pembelajaran. Di dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi salat dan hubungannya dengan pengamalan salat fardu siswa sehari-hari.
Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang dibutuhkan peneliti dalam melakukan penelitian yang berjudul Hubungan antara pemahaman siswa tentang salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu dimulai dari pekan ketiga sampai dengan pekan keempat bulan Maret.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Kondisi objektif lokasi penelitian
Profil SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru Bandung
SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru mulai beroperasi pada tahun 2007 didirikan pada tanah seluas 3030 Adapun lokasi SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru beralamat di Jln. Raya Cibiru Km. 15 Bandung, Kelurahan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Berikut profil sekolah dari lokasi penelitian:
Nama sekolah : SMP Laboratorium-Percontohan UPI Kampus Cibiru
NPSN : 20253228
Status Sekolah : Swasta
Kode pos : 40625
Nomor telepon : 02287828399
Hasil Akreditasi : A
Visi dan Misi sekolah
VISI:
Sekolah Labolatorium Percontohan UPI Terdepan dalam Inovasi, Layanan Pendidikan dan Pembelajaran di Tingkat Nasional dan Regional Tahun 2025.
MISI:
Melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar berstandar nasional yang berasas religius
Mempersiapkan lulusan yang handal, tangguh, tanggap, serta berbudi luhur
Menanamkan sifat percaya diri, tanggap dan mampu mengatasi masalah, memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kuat
Mengembangkan sekolah percontohan dalam mengimplementasikan Standar Nasional dan Internasional
Keadaan siswa SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru Bandung
Jumlah siswa yang masuk di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru tiap tahunnya mengalami peningkatan. Berikut merupakan data jumlah siswa pada tahun ajaran 2016 2019 yang disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Data siswa dalam tiga tahun terakhir
Data siswa dalam tiga tahun terakhir
Tahun ajaran
2016/2017
2017/2018
2018/2019
Kelas VII
Jumlah siswa
151 orang
166 orang
214 orang
Jumlah rombel
5 rombel
6 rombel
8 rombel
Kelas VIII
Jumlah siswa
162 orang
152 orang
169 orang
Jumlah rombel
5 rombel
5 rombel
5 rombel
Kelas IX
Jumlah siswa
155 orang
162 orang
150 orang
Jumlah rombel
5 rombel
5 rombel
6 rombel
Jumlah
Jumlah siswa
468 orang
480 orang
533 orang
Jumlah rombel
15 rombel
16 rombel
19 rombel
Keadaan guru SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru Bandung
SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru dipimpin oleh Ayi Jaja Jamaludin, M.Pd. dengan jumlah guru 31 orang dengan latar belakang pendidikan terendah adalah S-1 dan tertinggi S-2. Mayoritas pengajar SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru merupakan lulusan dari perguruan tinggi UPI, namun beberapa dari mereka terdapat lulusan dari perguruan tinggi lainnya seperti: UNINUS, UNPAD, UIN Bandung, dan UNNES.
Tabel 4.2 Data Keadaan Guru SMP Laboratorium Percontohan
UPI Kampus Cibiru
NO
NAMA
Tugas Mengajar
Tugas Tambahan
1
A.J. Jamaludin, M.Pd.
Guru IPA
Kepala Sekolah
2
Saeful Uyun, S.Pd., M.Hum.
Guru B. Inggris
Wakasek Kurikulum
3
Supartini Permata, S.Pd.
Guru Seni Budaya
Wakasek Kesiswaan
4
Sri R Rosdianti, M. M.Pd.
Guru IPS Terpadu
Wakasek Sarana
5
Solihin Yulianto, M.Pd.
Guru Penjas
Kepala Lab
6
Nia Saribulan, M.Pd.
Guru B. Jepang
Kepala Perpustakaan
Guru B. Indonesia
7
Dessi Iswari Satuti, S.Pd.
Guru Seni Budaya
Guru Prakarya
8
Mas Alawiyah, S.Pd.
Guru B. Indonesia
9
Nia Kurniasih, S.Pd.
Guru B. Sunda
10
Hikmat Nurfitra, S.Pd.
Guru PKN
11
Yunita, S.Pd.
Guru BK
12
Indra Chepy R, M.Pd.
Guru IPS Terpadu
13
Dahlia Muliawati, S.Si.
Guru BK
14
Hani Haliani, S.Pd.
Guru B. Inggris
15
Sophie Meilani Susanti, S.Pd.
Guru B. Indonesia
16
Dewi Indriyatni, S.Pd.
Guru Matematika
17
Deni Faidillah Ridho, S.Pd.I
Guru PAI
18
Ayi, S.Pd.
Guru Seni Budaya
19
Lena Rupaidah, S.Pd.I
Guru PAI
20
Risa Meidawati, S.Pd.
Guru IPA
21
Siti Nurmalia, S.Pd.
Guru Matematika
22
Aas Astuti, S.Pd.
Guru Matematika
23
Rahmat Hidayatullah, S.Pd.
Guru IPA
24
Wawas Aliyul Howas, S,Pd.
Guru IPS Terpadu
25
M. Nor Rohmad Marzuqi, S.S
Guru B. Inggris
26
Firman Andriansyah, S.Pd.
Guru Penjas
27
Esa Resania, S.Pd.
Guru B. Sunda
28
Lela Nurlaela, M.Pd
Guru IPA
29
Lina Amalina, S.Pd.
Guru B. Indonesia
30
Much Ramdhan, S.Pd
Guru PKN
31
Rifa Syafia, S.Pd.
Guru BK
Keadaan sarana dan prasarana
Kondisi sarana dan prasarana di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru dalam pembelajaran secara umum memadai. Media pembelajaran menggunakan sarana pembelajaran berbasis teknologi, selain itu tersedia akses internet yang baik sehingga dapat mendukung proses pembelajaran.
Tabel 4.3 Keadaan sarana dan prasarana
Uraian
Jumlah
Kondisi
Kategori kerusakan
Baik
Rusak
Ruang Kelas
19
Lab. Komputer
1
Lab. IPA
1
Ruang Serbaguna
1
Multimedia
1
Ruang Guru
1
Meja Guru
20
17
3
Ringan
Kursi Guru
20
17
3
Ringan
Ruang Perpustakaan
1
Kamar WC
19
19
Meja Siswa
533
500
33
Ringan
Kursi Siswa
533
500
33
Ringan
Aktivitas belajar
Kegiatan belajar mengajar di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru di mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.55. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di hari Senin sampai Jumat. Terdapat dua kali jam istirahat dalam sehari. Setiap hari Senin seusai kegiatan belajar mengajar siswa mengikuti project based learning (PJBL) dan tentor teman sebaya; hari Selasa sampai hari Kamis seusai kegiatan belajar mengajar siswa mengikuti ekstrakurikuler; dan hari Jumat siswa mengikuti basic, pengayaan olimpiade, dan martikulasi Bahasa Inggris.
Setiap siswa yang terlambat masuk sekolah maka akan dikenai hukuman oleh guru piket, yakni membaca Al-Quran. Hal ini merupakan hukuman positif yang dapat mendidik siswa untuk terbiasa membaca Al-Quran. Selain itu terdapat pembiasaan religius di sekolah ini yakni salat Dhuha berjamaah di hari Jumat dan salat Dzuhur berjamaah setiap harinya. Siswa dan para guru serta staf tenaga kependidikan lainnya mengikuti kegiatan salat Dhuha secara bersama di lapangan pada hari Jumat. Adapun teknis pelaksanaan salat Dzuhur berjamaah ialah pertama-tama para guru, khususnya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) menginstruksikan siswa untuk salat Dzuhur berjamaah di aula. Salat berjamaah ini dilakukan secara bergilir, yakni seusai salat berjamaah siswa putra maka dilaksanakalah salat berjamaah putri. Selain itu terdapat kegiatan literasi dilaksakan setiap hari Rabu. Materi yang disajikan berbeda-beda di setiap pekannya, materi yang diberikan seputar peningkatan kemampuan berbahasa yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang. Kegiatan yang dilakukan bervariasi, seperti menggambar manga, membuat cerpen dan lain sebagainya. Kegiatan ini dilaksanakan di lapangan, apabila kondisi tidak memungkinkan untuk pelaksanaan literasi di luar kelas maka kegiatan literasi ini dilakukan di dalam kelas, dimana siswa membaca buku selama 15 menit. (Sumber: hasil observasi)
Realitas pemahaman siswa tentang salat
Analisis deskriptif perindikator
Berdasarkan hasil penelitian tentang pemahaman siswa tentang salat kepada 54 siswa kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru diajukan tes berupa pilihan ganda sebanyak 25 soal dengan empat alternatif jawaban yaitu a, b, c, dan d berdasarkan indikator dan sub indikator berupa kata kerja operasional (kko) proses pemahaman yang terdiri dari empat kata kerja: menggolongkan, menjelaskan, menyatakan, dan menerjemahkan.
Rumus yang digunakan untuk menentukan angka rata-rata dari setiap indikator dan sub indikator dengan rumus M= (Fx:N)100. dari hasil tersebut akan didapati persentase rata-rata seluruh variabel. Sedangkan persentase rata-rata setiap variabel akan dihitung berdasarkan skala 0 100 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4.4 Daftar kualifikasi limit interval variabel X
Nilai
Kategori
80 100
Sangat baik
70 79
Baik
60 69
Cukup
50 59
Kurang
0 49
Gagal
Setiap jawaban yang benar diberi skor 4 dan jika jawaban yang salah maka diberi skor 0. Hasil analisis pengolahan data dari penelitian dideskripsikan sebagai berikut:
Salat berjamaah
Menggolongkan
Pada sub indikator ini diajukan dua buah pertanyaan yakni nomor satu dan empat. Item nomor satu yaitu salat yang dilakukan secara bersama, dan dipimpin oleh orang yang ditunjuk sebagai imamnya disebut salat. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 54 orang dan 0 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (54:54) x 100= 100. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Item nomor empat yaitu perhatikan hal-hal berikut ini: i. Fasih bacaan al-Quran; ii. Berakal sehat; iii. Balig; iv. Sudah menikah. Hal-hal yang merupakan syarat menjadi seorang imam adalah. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 52 orang dan 2 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (52:54) x 100= 96,29. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Dari rata-rata di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pada indikator salat berjamaah dengan sub indikator menggolongkan adalah (100 +96,29) : 2= 98,14. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat berjamaah dengan kata kerja operasional menggolongkan termasuk kategori sangat baik.
Menjelaskan
Pada sub indikator ini diajukan dua buah pertanyaan yakni nomor lima dan tujuh. Item nomor lima yaitu makmum masbuq adalah makmum yang. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 48 orang dan 6 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (48:54) x 100 = 88,89. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Item nomor tujuh yaitu makmum dalam salat berjamaah adalah orang yang mengikuti gerakan imam, sedangkan imam adalah. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 53 orang dan 1 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (53:54) x 100 = 98,15. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Dari rata-rata di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pada indikator salat berjamaah dengan sub indikator menjelaskan adalah (88,89 +98,15) : 2= 93,52. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat berjamaah dengan kata kerja operasional menjelaskan termasuk kategori sangat baik.
Menyatakan
Pada sub indikator ini diajukan tiga buah pertanyaan yakni nomor dua, tiga dan enam. Item nomor dua yaitu jumlah makmum dalam salat berjamaah paling sedikit adalah. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 47 orang dan 7 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (47:54) x 100 = 87,04. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Item nomor tiga yaitu pahala salat berjamaah lebih banyak dibanding salat sendirian, yaitu. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 44 orang dan 10 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (44:54) x 100 = 81,48. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Item nomor enam yaitu di bawah ini yang termasuk syarat salat berjamaah adalah, kecuali. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 50 orang dan 4 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (50:54) x 100 = 92,59. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Dari rata-rata di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pada indikator salat berjamaah dengan sub indikator menyatakan adalah (87,04+81,48+92,59) : 3= 87,04. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat berjamaah dengan kata kerja operasional menyatakan termasuk kategori sangat baik.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari indikator salat berjamaah adalah (98,14+93,52+87,04):3= 92,9. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Sehingga dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat pada indikator salat berjamaah termasuk kategori sangat baik.
Salat Jumat
Menjelaskan
Pada sub indikator ini diajukan dua buah pertanyaan yakni nomor delapan dan tiga belas. Item nomor delapan yaitu salat Jumat adalah. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 51 orang dan 3 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (51:54) x 100= 94,44. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Item nomor tiga belas yaitu seorang laki-laki yang sudah balig wajib melaksanakan salat Jumat, balig artinya. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 54 orang dan 0 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (54:54) x 100= 100. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Dari rata-rata di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pada indikator salat Jumat dengan sub indikator menjelaskan adalah (94,44+100) : 2= 97,22. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat Jumat dengan kata kerja operasional menjelaskan termasuk kategori sangat baik.
Menerjemahkan
Pada sub indikator ini diajukan satu buah pertanyaan yakni nomor sembilan. Item nomor sembilan yaitu فَٱسۡعَوۡاْ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِ penggalan ayat tersebut artinya. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 44 orang dan 10 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (44:54) x 100= 81,48. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Dari rata-rata tersebut dapat diketahui bahwa nilai pada indikator salat Jumat dengan sub indikator menerjemahkan adalah 81,48. Nilai tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat Jumat dengan kata kerja operasional menerjemahkan termasuk kategori sangat baik.
Menyatakan
Pada sub indikator ini diajukan tiga buah pertanyaan yakni nomor sepuluh, sebelas dan dua belas. Item nomor sepuluh yaitu hukum salat Jumat bagi kaum laki-laki adalah. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 54 orang dan 0 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (54:54) x 100= 100. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Item nomor sebelas yaitu orang yang berkhutbah pada salat Jumat disebut. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 52 orang dan 2 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (52:54) x 100= 96,29. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Item nomor dua belas yaitu berikut yang termasuk sunah dalam salat Jumat adalah. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 47 orang dan 7 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (47:54) x 100= 87,04. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Dari rata-rata di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pada indikator salat Jumat dengan sub indikator menyatakan adalah (100+96,29+87,04) : 3= 94,44. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat Jumat dengan kata kerja operasional menyatakan termasuk kategori sangat baik.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari indikator salat Jumat adalah (97,22+81,48+94,44): 3= 91,05. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Sehingga dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat pada indikator salat Jumat termasuk kategori sangat baik.
Salat jamak qasar
Menjelaskan
Pada sub indikator ini diajukan tiga buah pertanyaan yakni nomor empat belas, lima belas dan delapan belas. Item nomor empat belas yaitu maksud menjamak salat adalah. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 47 orang dan 7 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (47:54) x 100= 87,04. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Item nomor lima belas yaitu maksud menqasar salat adalah. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 33 orang dan 21 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (33:54) x 100= 61,11. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 60 69 dengan kualifikasi cukup.
Item nomor delapan belas yaitu salat jamak ada dua macam yaitu. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 37 orang dan 17 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (37:54) x 100= 68,52. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 60 69 dengan kualifikasi cukup.
Dari rata-rata di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pada indikator salat jamak qasar dengan sub indikator menjelaskan adalah (87,04+61,11+68,52) : 3= 72,22. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 70 79 dengan kualifikasi baik. Dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat jamak qasar dengan kata kerja operasional menjelaskan termasuk kategori baik.
Menyatakan
Pada sub indikator ini diajukan dua buah pertanyaan yakni nomor enam belas dan tujuh belas. Item nomor enam belas yaitu sebab dibolehkan menjamak salat karena. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 50 orang dan 4 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (50:54) x 100= 92,59. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Item nomor tujuh belas yaitu salah satu keringanan yang diberikan Allah subhanahu wa taala kepada umat muslim dalam beribadah adalah. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 48 orang dan 6 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (48:54) x 100= 88,89. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Dari rata-rata di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pada indikator salat jamak qasar dengan sub indikator menyatakan adalah (92,59+88,89) : 2= 90,74. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat jamak qasar dengan kata kerja operasional menyatakan termasuk kategori sangat baik.
Menggolongkan
Pada sub indikator ini diajukan satu buah pertanyaan yakni nomor sembilan belas. Item nomor sembilan belas yaitu salat yang bisa diqasar adalah salat. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 48 orang dan 6 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (48:54) x 100= 88,89. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Dari rata-rata di atas dapat diketahui bahwa nilai pada indikator salat jamak qasar dengan sub indikator menggolongkan 88,89. Nilai tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat jamak qasar dengan kata kerja operasional menggolongkan termasuk kategori sangat baik.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari indikator salat jamak qasar adalah (72,22+90,74+88,89):3= 83,95. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Sehingga dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat pada indikator salat jamak qasar termasuk kategori sangat baik.
Salat sunah
Pada indikator ini diajukan enam buah pertanyaan yakni nomor dua puluh sampai dengan dua puluh lima. Dalam indikator salat sunah terdapat satu sub indikator yakni kata kerja operasional menyatakan. Item nomor dua puluh yaitu salat sunah merupakan salat yang. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 54 orang dan 0 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (54:54) x 100= 100. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Item nomor dua puluh satu yaitu waktu melaksanakan salat tahajud adalah. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 53 orang dan 1 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (53:54) x 100= 98,15. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Item nomor dua puluh dua yaitu salat sunah yang dilaksanakan setelah pelaksanaan salat Isya disebut salat sunah. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 42 orang dan 12 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (42:54) x 100= 77,78. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 70 79 dengan kualifikasi baik.
Item nomor dua puluh tiga yaitu hikmah yang bisa diperoleh jika kita membiasakan diri mengerjakan salat-salat sunah, diantaranya sebagai berikut, kecuali. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 24 orang dan 30 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (24:54) x 100= 44,44. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 0 49 dengan kualifikasi gagal.
Item nomor dua puluh empat yaitu salat sunah yang dikerjakan ketika mengiringi salat fardu disebut. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 38 orang dan 16 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (38:54) x 100= 70,37. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 70 79 dengan kualifikasi baik.
Item nomor dua puluh lima yaitu hukum salat qabliyah Subuh adalah. Dari item ini, siswa yang menjawab benar sebanyak 51 orang dan 3 orang menjawab salah. Nilai rata-ratanya adalah (51:54) x 100= 94,44. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari indikator salat sunah adalah (100+98,15+77,78+44,44+70,37+94,44): 6= 80,86. Nilai rata-rata tersebut berada pada interval 80 100 dengan kualifikasi sangat baik. Sehingga dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat pada indikator salat sunah termasuk kategori sangat baik.
Penafsiran Variabel X
Setelah diketahui rata-rata dari setiap indikator dan sub indikator di atas, selanjutnya dapat diketahui nilai rata-rata keseluruhan dari variabel X adalah 87,19, dengan skor tertinggi 92,9 (salat berjamaah) dan skor terendah 80,86 (salat sunah). Adapun skor kumulatif variabel X disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Skor kumulatif variabel X
No
Indikator
Skor
Kualifikasi
1
Salat berjamaah
92,9
Sangat baik
2
Salat Jumat
91,05
Sangat baik
3
Salat jamak qasar
83,95
Sangat baik
4
Salat sunah
80,86
Sangat baik
Rata-rata
87,19
Sangat baik
Uji Normalitas Data
Selanjutnya dengan diketahui nilai mean sebesar 87,03, median sebesar 88,82, dan modus sebesar 89,72, untuk memperoleh keputusan normal atau tidaknya distribusi dapat diketahui dari nilai chi kuadratnya. Nilai standar deviasi sebesar 9,39 dan chi kuadrat sebesar 26,95 serta derajat kebebasan 4, sehingga nilai tabel diperoleh sebesar 9,488 dengan taraf signifikansi 5%.
Berdasarkan hasil perhitungan di atas diperoleh nilai hitung sebesar 26,95 dan tabel sebesar 9,488, dapat dipahami bahwa hitung > tabel maka dapat diinterpretasikan bahwa hasil data tes pemahaman siswa kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru terhadap materi salat berdistribusi tidak normal.
Realitas pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu
Analisis deskriptif perindikator
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu kepada 54 siswa kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru diajukan angket berupa pernyataan positif dan negatif sebanyak 25 soal dengan empat alternatif jawaban yaitu selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang (KD), jarang (JR) dan tidak pernah (TP) berdasarkan indikator pengamalan salat lima waktu.
Rumus yang digunakan untuk menentukan angka rata-rata dari setiap indikator dengan rumus M= (:N). Dari hasil tersebut akan didapati persentase rata-rata seluruh variabel. Sedangkan persentase rata-rata setiap variabel akan dihitung berdasarkan skala 1,00 5,00 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4.6 Daftar kualifikasi limit interval variabel Y
Nilai
Kategori
4,20 5,00
Sangat tinggi
3,40 4,19
Tinggi
2,60 3,39
Cukup
1,80 2,59
Rendah
1,00 1,79
Sangat rendah
Apabila item angket berorientasi positif maka digunakan penyekoran dengan prinsip: SL= 5, SR= 4, KD= 3, JR= 2, dan TP=1, apabila item angket berorientasi negatif maka digunakan penyekoran dengan prinsip sebaliknya. Hasil analisis pengolahan data dari penelitian dideskripsikan sebagai berikut:
Terpenuhinya syarat sah salat
Pada indikator ini diajukan enam buah pernyataan yakni nomor satu sampai dengan enam. Item nomor satu yaitu saya memakai baju khusus yang bersih untuk salat. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 10 siswa menjawab SL, 27 siswa menjawab SR, 15 siswa menjawab KD, 2 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (10x5)+(27x4)+(15x3)+(2x2)+ (0x1) = 207:54= 3,83. Nilai tersebut berada pada interval 3,40 4,19 dengan kualifikasi tinggi.
Item nomor dua yaitu saya memastikan badan saya terbebas dari kotoran dan najis ketika hendak mendirikan salat. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 33 siswa menjawab SL, 16 siswa menjawab SR, 5 siswa menjawab KD, 0 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (33x5)+(16x4)+(5x3)+(0x2)+(0x1) = 244:54= 4,52. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Item nomor tiga yaitu saya memastikan tempat yang saya pakai untuk salat terbebas dari kotoran dan najis. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 32 siswa menjawab SL, 19 siswa menjawab SR, 3 siswa menjawab KD, 0 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (32x5)+(19x4)+(3x3)+(0x2)+(0x1) = 245:54= 4,54. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Item nomor empat yaitu saya melaksanakan perkara sunah, seperti membaca doa rukuk dan sujud di dalam salat. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 39 siswa menjawab SL, 12 siswa menjawab SR, 3 siswa menjawab KD, 0 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (39x5)+(12x4)+(3x3)+(0x2)+(0x1) = 252:54= 4,67. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Item nomor lima yaitu ketika hendak salat saya memastikan tidak ada aurat tubuh saya yang terbuka. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 38 siswa menjawab SL, 13 siswa menjawab SR, 3 siswa menjawab KD, 0 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (38x5)+(13x4)+(3x3)+(0x2)+(0x1) = 251:54= 4,65. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Item nomor enam yaitu disaat saya bepergian lalu saya hendak melaksanakan salat maka saya mencari tahu arah kiblat di daerah setempat. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 29 siswa menjawab SL, 12 siswa menjawab SR, 9 siswa menjawab KD, 3 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (29x5)+(12x4)+(9x3)+(3x2)+ (0x1) = 226:54= 4,18. Nilai tersebut berada pada interval 3,4 4,19 dengan kualifikasi tinggi.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari indikator terpenuhinya syarat sah salat adalah (3,83+4,52+4,54+4,67+4,65+4,18)= 26,39 : 6= 4,39. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi. Sehingga dapat dipahami bahwa pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu pada indikator terpenuhinya syarat sah salat termasuk kategori sangat tinggi.
Terpenuhinya rukun salat
Pada indikator ini diajukan tiga buah pernyataan yakni nomor tujuh sampai dengan sembilan. Item nomor tujuh yaitu saya membaca surat al-fatihah pada setiap rakaat dalam salat. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 49 siswa menjawab SL, 2 siswa menjawab SR, 3 siswa menjawab KD, 0 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (49x5)+(2x4)+(3x3)+(0x2)+(0x1) = 262:54= 4,85. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Item nomor delapan yaitu saya berhenti sejenak ketika sedang rukuk. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 30 siswa menjawab SL, 9 siswa menjawab SR, 12 siswa menjawab KD, 3 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (30x5)+(9x4)+(12x3)+(3x2)+ (0x1) = 228:54= 4,22. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Item nomor sembilan yaitu saya berhenti sejenak ketika sedang sujud. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 30 siswa menjawab SL, 12 siswa menjawab SR, 9 siswa menjawab KD, 3 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (30x5)+(12x4)+(9x3)+(3x2)+ (0x1) = 231:54= 4,28. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari indikator terpenuhinya rukun salat adalah (4,85+4,22+4,28)= 13,35 : 6= 4,45. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi. Sehingga dapat dipahami bahwa pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu pada indikator terpenuhinya syarat sah salat termasuk kategori sangat tinggi.
Terpeliharanya salat dari perbuatan yang tidak disukai
Pada indikator ini diajukan tujuh buah pernyataan yakni nomor sepuluh sampai dengan enam belas. Item nomor sepuluh yaitu saya meluruskan punggung saya ketika sedang rukuk. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 23 siswa menjawab SL, 19 siswa menjawab SR, 9 siswa menjawab KD, 1 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (23x5)+(19x4)+(9x3)+(1x2)+(0x1) = 220:54= 4,07. Nilai tersebut berada pada interval 3,4 4,19 dengan kualifikasi tinggi.
Item nomor sebelas yaitu saya menempelkan dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung kaki ke tempat sujud saat sujud. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 43 siswa menjawab SL, 8 siswa menjawab SR, 3 siswa menjawab KD, 0 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (43x5)+(8x4)+(3x3)+(0x2)+(0x1) = 256:54= 4,74. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Item nomor dua belas yaitu saya berpaling ke kiri, ke kanan dan melihat ke atas ketika salat. Dari pernyataan tersebut diperoleh data: 0 siswa menjawab SL, 4 siswa menjawab SR, 17 siswa menjawab KD, 18 siswa menjawab JR, dan 12 siswa menjawab TP. Karena pernyataan berorientasi negatif maka dilakukan penyekoran terbalik, yakni SL=1, SR=2, KD=3, JR=4, dan TP=5. Jadi rata-rata jawabannya adalah (0x1)+(4x2)+(17x3)+(18x4)+(12x5) = 191:54= 3,54. Nilai tersebut berada pada interval 3,4 4,19 dengan kualifikasi tinggi.
Item nomor tiga belas yaitu saya banyak menggerakkan anggota badan ketika salat. Dari pernyataan yang berorientasi negatif tersebut diperoleh data: 0 siswa menjawab SL, 4 siswa menjawab SR, 25 siswa menjawab KD, 21 siswa menjawab JR, dan 4 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (0x1)+(4x2)+(25x3)+(21x4)+(4x5) = 187:54= 3,46. Nilai tersebut berada pada interval 3,4 4,19 dengan kualifikasi tinggi.
Item nomor empat belas yaitu saya menutup mulut ketika menguap di dalam salat. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 14 siswa menjawab SL, 17 siswa menjawab SR, 15 siswa menjawab KD, 4 siswa menjawab JR, dan 4 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (14x5)+(17x4)+(15x3)+(4x2)+(4x1) = 195:54= 3,61. Nilai tersebut berada pada interval 3,4 4,19 dengan kualifikasi tinggi.
Item nomor lima belas yaitu saya tertawa ketika diajak teman bercanda di dalam salat. Dari pernyataan yang berorientasi negatif tersebut diperoleh data: 0 siswa menjawab SL, 2 siswa menjawab SR, 12 siswa menjawab KD, 27 siswa menjawab JR, dan 13 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (0x1)+(2x2)+(12x3)+(27x4)+(13x5) = 213:54= 3,9. Nilai tersebut berada pada interval 3,4 4,19 dengan kualifikasi tinggi.
Item nomor enam belas yaitu saya menahan hajat buang air besar/kecil ketika salat. Dari pernyataan yang berorientasi negatif tersebut diperoleh data: 14 siswa menjawab SL, 9 siswa menjawab SR, 9 siswa menjawab KD, 14 siswa menjawab JR, dan 8 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (14x1)+(9x2)+(9x3)+(14x4)+(8x5) = 155:54= 2,87. Nilai tersebut berada pada interval 2,6 3,39 dengan kualifikasi cukup.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari indikator terpeliharanya salat dari perbuatan yang tidak disukai adalah (4,07+4,74+3,54+3,46+3,61+3,9+2,87)=26,19:7= 3,74. Nilai tersebut berada pada interval 3,4 4,19 dengan kualifikasi tinggi. Sehingga dapat dipahami bahwa pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu pada indikator terpeliharanya salat dari perbuatan yang tidak disukai termasuk kategori tinggi.
Konsistensinya kekhuyukan
Pada indikator ini diajukan empat buah pernyataan yakni nomor tujuh belas sampai dengan dua puluh. Item nomor tujuh belas yaitu ketika salat seluruh anggota tubuh saya terasa tenang. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 25 siswa menjawab SL, 22 siswa menjawab SR, 6 siswa menjawab KD, 0 siswa menjawab JR, dan 1 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (25x5)+(22x4)+(6x3)+(0x2)+(1x1) = 232:54= 4,29. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Item nomor delapan belas yaitu ketika salat hati saya terasa tentram. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 31 siswa menjawab SL, 18 siswa menjawab SR, 4 siswa menjawab KD, 1 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (31x5)+(18x4)+(4x3)+(1x2)+ (0x1) = 241:54= 4,46. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Item nomor sembilan belas yaitu ketika berdiri dalam salat saya memandang tempat sujud. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 33 siswa menjawab SL, 17 siswa menjawab SR, 2 siswa menjawab KD, 1 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (33x5)+(17x4)+(2x3)+(1x2)+(0x1) = 241:54= 4,46. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Item nomor dua puluh yaitu ketika salat saya merasa bahwa Allah subhanahu wa taala sedang melihat saya. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 25 siswa menjawab SL, 16 siswa menjawab SR, 13 siswa menjawab KD, 0 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (25x5)+(16x4)+(13x3)+(0x2)+(0x1) = 228:54= 4,22. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari indikator konsistensinya kekhusyukan adalah (4,29+4,46+4,46+4,22)=17,43:4= 4,36. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi tinggi. Sehingga dapat dipahami bahwa pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu pada indikator konsistensinya kekhusyukan termasuk kategori sangat tinggi.
Konsistensinya melaksanakan salat lima waktu
Pada indikator ini diajukan lima buah pernyataan yakni nomor dua puluh satu sampai dengan dua puluh lima. Item nomor dua puluh satu yaitu saya melaksanakan salat Subuh secara rutin. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 16 siswa menjawab SL, 18 siswa menjawab SR, 16 siswa menjawab KD, 4 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (16x5)+(18x4)+(16x3)+(4x2)+(0x1) = 208:54= 3,85. Nilai tersebut berada pada interval 3,4 4,19 dengan kualifikasi tinggi.
Item nomor dua puluh dua yaitu saya melaksanakan salat Dzuhur secara rutin. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 34 siswa menjawab SL, 15 siswa menjawab SR, 5 siswa menjawab KD, 0 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (34x5)+(15x4)+(5x3)+(0x2)+(0x1) = 245:54= 4,54. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Item nomor dua puluh tiga yaitu saya melaksanakan salat Ashar secara rutin. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 18 siswa menjawab SL, 26 siswa menjawab SR, 9 siswa menjawab KD, 1 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (18x5)+(26x4)+(9x3)+(1x2)+(0x1) = 223:54= 4,13. Nilai tersebut berada pada interval 3,4 4,19 dengan kualifikasi tinggi.
Item nomor dua puluh empat yaitu saya melaksanakan salat Maghrib secara rutin. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 36 siswa menjawab SL, 16 siswa menjawab SR, 2 siswa menjawab KD, 0 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (36x5)+(16x4)+(2x3)+(0x2)+(0x1) = 250:54= 4,63. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi.
Item nomor dua puluh lima yaitu saya melaksanakan salat Isya secara rutin. Dari pernyataan berorientasi positif tersebut diperoleh data: 17 siswa menjawab SL, 25 siswa menjawab SR, 10 siswa menjawab KD, 2 siswa menjawab JR, dan 0 siswa menjawab TP. Jadi rata-rata jawabannya adalah (17x5)+(25x4)+(10x3)+(2x2)+ (0x1) = 219:54= 4,06. Nilai tersebut berada pada interval 3,4 4,19 dengan kualifikasi tinggi.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari indikator konsistensinya melaksanakan salat lima waktu adalah (3,85+4,54+4,13+4,63+ 4,06) =21,21:5= 4,24. Nilai tersebut berada pada interval 4,2 5,0 dengan kualifikasi sangat tinggi. Sehingga dapat dipahami bahwa pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu pada indikator konsistensinya melaksanakan salat lima waktu termasuk kategori sangat tinggi.
Penafsiran variabel Y
Setelah diketahui rata-rata dari setiap indikator dan sub indikator di atas, selanjutnya dapat diketahui nilai rata-rata keseluruhan dari variabel Y adalah 4,24, dengan skor tertinggi 4,45 (terpenuhinya rukun salat) dan skor terendah 3,74 (terpeliharanya salat dari perbuatan yang tidak disukai). Adapun skor kumulatif variabel Y disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Skor kumulatif variabel Y
No
Indikator
Skor
Kualifikasi
1
Terpenuhinya syarat sah salat
4,39
Sangat Tinggi
2
Terpenuhinya rukun salat
4,45
Sangat Tinggi
3
Terpeliharanya salat dari perbuatan yang tidak disukai
3,74
Sangat Tinggi
4
Konsistensinya kekhusyukan
4,36
Sangat Tinggi
5
Konsistensinya melaksanakan salat lima waktu
4,24
Sangat Tinggi
Rata-rata
4,24
Sangat Tinggi
Uji Normalitas Data
Selanjutnya dengan diketahui nilai mean sebesar 104,9, median sebesar 106,9, dan modus sebesar 112,6, untuk memperoleh keputusan normal atau tidaknya distribusi dapat diketahui dari nilai chi kuadratnya. Nilai standar deviasi sebesar 9,79 dan chi kuadrat sebesar 22,47 serta derajat kebebasan 4, sehingga nilai tabel diperoleh sebesar 9,488 dengan taraf signifikansi 5%.
Berdasarkan hasil perhitungan di atas diperoleh nilai hitung sebesar 22,47 dan tabel sebesar 9,488, dapat dipahami bahwa hitung > tabel maka dapat diinterpretasikan bahwa hasil data angket pengamalan siswa kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru dalam menunaikan salat lima waktu berdistribusi tidak normal.
Realitas hubungan antara pemahaman siswa tentang salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu
Setelah diketahui masing-masing variabel penelitian ini secara terpisah, proses selanjutnya adalah mengukur hubungan antara pemahaman siswa tentang salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu. Data dianalisis untuk variabel X dan variabel Y dimana variabel X diperoleh dari penyebaran tes dan variabel Y diperoleh dari penyebaran angket.
Uji normalitas terhadap kedua variabel yang diteliti ternyata kedua variabelnya berdistribusi tidak normal dan kedua variabel linier maka analisis korelasinya menggunakan analisis statistik non parametris dengan rumus korelasi rank spearman. Adapun langkah yang ditempuh dengan menggunakan rumus tersebut adalah menganalisis linieritas regresi dan menghitung koefisien korelasi.
Persamaan linieritas regresi
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan formulasi pada bab tiga, menunjukkan bahwa persamaan regresi liniernya . Artinya setiap perubahan pada variabel Y sebesar 70,86 akan diikuti oleh perubahan pada variabel X sebesar 0,39. (Perhitungan terlampir)
Uji linier regresi (analisis pengaruh pemahaman siswa tentang salat terhadap pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu)
Uji linieritas regresi ini dimaksudkan untuk mencari . Setelah melalui perhitungan maka didapat 1,34 dan 2,22. Melihat hasil perhitungan linieritas di atass, ternyata 1,34 lebih kecil dari 2,22. Maka dapat dipahami bahwa regresi tersebut linier. (Perhitungan terlampir)
Uji koefisien korelasi
Perhitungan ini dimaksudkan untuk mengukur derajat hubungan antara pemahaman siswa tentang salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu. Untuk menghitung koefisien korelasi kedua variabel, maka menggunakan rumus korelasi Spearman karena kedua variabel berdistribusi tidak normal dan linier. Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa derajat korelasi antara variabel X dan Y adalah 0,33. Artinya, koefisien korelasinya rendah.
Uji hipotesis
Angka korelasi pada signifikan 5% yang diajukan pada nilai sebesar 2,53 lebih besar dari sebesar 2,00665. Dengan demikian dapat dipahami bahwa hipotesis diterima atau terdapat hubungan yang signifikan, dengan makna lain hipotesis alternatif () diterima dan hipotesis nol () ditolak. Hipotesis diterima yaitu semakin baik pemahaman siswa tentang salat maka semakin tinggi pula pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu. (Perhitungan terlampir)
Uji pengaruh variabel X terhadap variabel Y
Persentase pengaruh variabel X terhadap variabel Y diketahui 6%. Masih terdapat 94% faktor lain yang mempengaruhi pengamalan menunaikan salat lima waktu. Dengan demikian pengamalan menunaikan salat lima waktu 6% dipengaruhi oleh pemahaman siswa tentang salat dan sisanya 94% dipengaruhi oleh faktor lain. (Perhitungan terlampir)
Pembahasan
Realitas pemahaman siswa tentang salat
Pada variabel pemahaman siswa tentang salat terdapat empat indikator yaitu: salat berjamaah, salat Jumat, salat jamak qasar, dan salat sunah. Berdasarkan hasil perhitungan dari setiap indikator bahwasannya pemahaman siswa tentang salat termasuk dalam kategori sangat baik, berdasarkan skor 87,03 yang berada pada interval 80 100. Adapun skor tertinggi dalam variabel X adalah 92,9 (indikator: salat berjamaah) dan skor terendah adalah 80,86 (indikator: salat sunah). Maka dapat dipahami bahwa pemahaman siswa tentang salat adalah sangat baik dalam makna lain bahwasannya siswa telah memahami materi tentang salat dengan sangat baik, namun dalam indikator pemahaman tentang salat mengenai salat sunah perlu ditingkatkan supaya menjadi lebih baik. Adapun pemahaman siswa mengenai salat dalam indikator lainnya yang memiliki skor tinggi perlu diupayakan guru untuk dipertahankan atau bahkan dapat ditingkatkan menjadi lebih baik supaya hasilnya lebih maksimal. Pihak guru yang bersangkutan hendaknya senantiasa mengupayakan peningkatan proses pembelajaran yang optimal dan efektif dengan menggunakan metode yang variatif, media pembelajaran yang inovatif sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi pembelajaran.
Realitas pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu
Pada variabel pengamalan siswa menunaikan salat lima waktu terdapat lima indikator yaitu: terpenuhinya syarat sah salat, terpenuhinya rukun salat, terpeliharanya salat dari perbuatan yang tidak disukai, konsistensinya kekhusyukan dan konsistensinya melaksanakan salat lima waktu. Pengamalan menunaikan salat lima waktu siswa termasuk kategori sangat tinggi, berdasarkan skor 4,24 yang berada pada interval 4,2 5,0. Adapun skor tertinggi dalam variabel Y adalah 4,45 (indikator: terpenuhinya rukun salat) dan skor terendah 3,74 (indikator: terpeliharanya salat dari perbuatan yang tidak disukai). Indikator pengamalan menunaikan salat lima waktu berupa terpeliharanya salat dari perbuatan yang tidak disukai perlu diperhatikan oleh guru. Indikator ini terdiri dari hal yang makruh dan hal yang dapat membatalkan salat yang seharusnya dihindari ketika melaksanakan salat. Guru hendaknya memberikan pemahaman mengenai hal apa saja yang makruh dan membatalkan salat supaya siswa mempunyai pemahaman ketika melaksanakan salat. Menurut tanggapan sebagian responden (siswa) ketika peneliti membagikan angket dari variabel Y, sebagian dari siswa mengatakan tidak mengetahui bahwa hal-hal mengenai perbuatan yang tidak disukai yang tertuang dalam pernyataan dalam butir angket merupakan perbuatan yang harus mereka hindari ketika melaksanakan salat. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian siswa belum memahami perbuatan yang makruh dan perbuatan yang dapat membatalkan salat. Berdasarkan data di atas dapat dipahami bahwa pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu sudah baik. Supaya hasilnya lebih maksimal, sebaiknya guru yang bersangkutan mengupayakan peningkatan pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu yang masih rendah dengan cara diperbaiki secara bertahap.
Realitas hubungan antara pemahaman siswa tentang salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu
Hubungan antara pemahaman siswa tentang salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu adalah: a. Koefisien korelasinya termasuk kategori rendah (0,33); b. Hipotesisnya diterima berdasarkan
(2,53) > (2,00665), artinya terdapat hubungan yang positif-signifikan antara keduanya. Semakin baik pemahaman siswa tentang salat maka semakin tinggi pengamalan mereka dalam menunaikan salat lima waktu; c. Kadar pengaruhnya 6% artinya masih terdapat 94% faktor lain yang mempengaruhi pengamalan menunaikan salat lima waktu siswa.
Berdasarkan data di atas dapat dipahami bahwa antara pemahaman siswa tentang salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu terdapat hubungan yang positif dan signifikan dengan kadar pengaruh variabel X terhadap variabel Y sebesar 6% dan memiliki korelasi yang rendah. Dengan makna lain, pemahaman siswa terhadap materi salat mempengaruhi pengamalan mereka dalam menunaikan salat lima waktu sebesar 6%. Pengamalan siswa dalam menunaikan salat lima waktu sebesar 94% dipengaruhi oleh faktor lain. Terdapat beberapa faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap pengamalan menunaikan salat lima waktu yakni faktor internal dan faktor eksternal. Sehingga perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan berbagai faktor yang mempengaruhi pengamalan salat lima waktu dan hubungannya dengan pengamalan menunaikan salat lima waktu.
BAB V
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian mengenai Hubungan antara Pemahaman Siswa tentang Salat dengan Pengamalan Mereka Menunaikan Salat Lima Waktu maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Realitas pemahaman siswa kelas VIII tentang salat di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru tergolong ke dalam kategori sangat baik berdasarkan skor rata-rata sebesar 87,03 yang berada pada kelas interval 80 100. Adapun skor tertinggi dalam variabel X adalah 92,9 (indikator: salat berjamaah) dan skor terendah adalah 80,86 (indikator: salat sunah).
Realitas pengamalan siswa kelas VIII dalam menunaikan salat lima waktu di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru tergolong kategori sangat tinggi berdasarkan skor rata-rata sebesar 4,24 yang berada pada interval 4,2 5,0. Adapun skor tertinggi dalam variabel Y adalah 4,45 (indikator: terpenuhinya rukun salat) dan skor terendah 3,74 (indikator: terpeliharanya salat dari perbuatan yang tidak disukai).
Hubungan antara pemahaman siswa kelas VIII tentang salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu di SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru adalah sebagai berikut: (a) Koefisien korelasinya termasuk kategori rendah berdasarkan skor sebesar 0,33; (b) Hipotesisnya diterima yakni semakin baik pemahaman siswa tentang salat maka semakin tinggi pengamalan mereka dalam menunaikan salat lima waktu berdasarkan (2,53) > (2,00665), artinya terdapat hubungan yang positif-signifikan antara keduanya.; (c) Pengaruh pemahaman siswa tentang salat terhadap pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu sebesar 6% sehingga masih terdapat 94% faktor lain yang mempengaruhi pengamalan menunaikan salat lima waktu siswa.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas, diketahui bahwa antara pemahaman siswa tentang salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu memiliki hubungan yang rendah. Maka dari itu penulis memberikan saran sebagai berikut:
Bagi siswa
Perlu kiranya pemahaman siswa tentang salat ditingkatkan kembali. Terutama siswa perlu meningkatkan pemahamannya mengenai materi salat sunah. Selain itu siswa perlu memperbaiki pengamalan menunaikan salat lima waktu mereka. Terutama siswa perlu memperbaiki pengamalan menunaikan salat lima waktu dalam aspek menghindari perbuatan yang tidak disukai dalam salat. Untuk meningkatkan pemahaman tentang salat, siswa dapat memperluas khazanah pengetahuan tentang salat dengan memanfaatkan berbagai fasilitas belajar, selain itu siswa dapat bertanya kepada guru apabila ada hal yang belum dipahami. Adapun untuk memperbaiki pengamalan salat lima waktu, siswa harus memahami dengan baik ilmu tentang salat, sehingga dapat mengaplikasikan pemahamannya ke dalam pengamalan yang konkret.
Bagi guru
Hendaknya guru menerapkan berbagai metode yang variatif, menggunakan media pembelajaran yang inovatif, melakukan pendekatan dengan siswa secara optimal dan mengupayakan peningkatan proses pembelajaran demi terciptanya pembelajaran yang efektif. Apabila proses belajar mengajar telah terlaksana secara efektif, diharapkan siswa mampu mendapatkan makna dari hasil pembelajarannya. Guru hendaknya mengevaluasi hasil pembelajaran dalam aspek pemahaman (kognitif) dan aspek pengamalan (afektif dan psikomotorik), sehingga dapat diketahui sejauh mana siswa mampu menginternalisasikan pemahamannya tentang salat ke dalam pengamalan salat dalam kehidupan kesehariannya. Apabila siswa belum mampu memahami materi salat dengan baik, maka guru perlu memberikan bimbingan dan pengarahan lebih lanjut secara intensif.
Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai persoalan yang sama dapat mengkaji lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengamalan menunaikan salat lima waktu. Sehingga dapat diketahui besaran kadar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pengamalan salat lima waktu. Misalnya penelitian berjudul: Hubungan antara motivasi siswa mengerjakan salat lima waktu dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu. Setelah diketahui faktor mana yang berpengaruh terhadap pengamalan salat lima waktu, maka dapat dilakukan tindak lanjut yang ditempuh sebagai langkah efektif dalam meningkatkan pengamalan salat lima waktu siswa.
DAFTAR PUSTAKA
A.M. Sardiman. (2012). Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Abdorrakhman Gintings. (2008). Esensi Praktis: Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora.
Abdul Majid. (2014). Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ahmad Darmadji. (2014). Ranah Afektif dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam Penting Tapi Sering Terabaikan. El-Tarbawi, 7, 1325.
Ahmad Fauzi. (2016). Daya Serap Siswa Terhadap Pembelajaran Taksonomi Pendidikan Agama Islam. Jurnal Pusaka, 8, 5067.
Ahmad Rusdi. (2016). Efektivitas Salat taubat dalam Meningkatkan Ketenangan Hati. Psikis Jurnal Psikologi Islami, 2, 94116.
Ahmad Susanto. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ahmad Tafsir. (2014). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Anas Sudijono. (1998). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Asep Saepul Hamdi, & E. Bahruddin. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan. Yogyakarta: Deepublish.
Aunurrahman. (2016). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Daeng Nurjamal, Nashrul Haq, & Misran. (2012). Panduan Shalat Jumat Ikhtiar Menjadikan Shalat Jumat Sebagai Ibadah Andalan. Bandung: CV Alfabeta.
Darmajari. (2011). Bimbingan bagi Pengembangan Disiplin Siswa Berbasis Nilai Solat. Jurnal Al-Shifa, 02, 395434.
Dimyati, & Mudijono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djaali. (2013). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Etta Mamang Sangadji, & Sopiah. (2010). Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
ANDI.
Eveline Siregar, & Hartini Nara. (2011). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Friska Octavia Rosa. (2015). Analisis Kemampuan siswa Kelas X pada Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotorik. Omega Jurnal Fisika Dan Pendidikan Fisika, 1, 2428.
Hamzah B. Uno. (2010). Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamzah B. Uno. (2012). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Heri Gunawan. (2014). Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ibnu Hasan bin Abdul Kadir Nuh. (2008). Panduan Shalat Lengkap & Mudah. Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Jamaluddin. (2015). Pembelajaran Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
John Creswell. (2015). Riset Pendidikan Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Riset Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jos Daniel Parera. (1986). Keterampilan Bertanya dan Menjelaskan (untuk Guru, Macaru, dan Pelatih Macaru), Program Pengalaman Lapangan. Jakarta: Erlangga.
Kelvin Seifert. (2012). Pedoman Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD.
KH. A.M. Zamry Khadimullah. (2011). Khusyukkan Shalatmu: Miraj Spiritual Seorang Muslim. Bandung: Penerbit Marja.
Khoirus Shobirin. (2016). Pemahaman Kitab Fatkhul Muin, Pengamalan Thaharah dan Shalat Fardhu. Jurnal Qolamuna, 1, 291304.
Kunandar. (2014). Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013) Suatu Pendekatan Praktis Disertai Dengan Contoh. Jakarta: Rajawali Pers.
Lorin W. Anderson, & David R. Krathwohl. (2017). Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
M. Muchlis solichin. (2007). Pengembangan evaluasi Pendidikan agama Islam Berbasis Ranah Afektif. Tadris, 2, 7691.
M. Ngalim Purwanto. (2004). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
M. Thohir. (2016). Upaya Peningkatan Disiplin Ibadah Melalui Pembiasaan Salat Jamaah Di Masjid Pada Siswa Di SDIT Darul-Fikri Kecamatan Argamakmur Kabupaten Bengkulu Utara. Al-Bahtsu, I, 239.
Martinis Yamin. (2008). Paradigma Pendidikan Konstruktivistik: Implementasi KTSP & UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta.
Mestika Zed. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Moh. Uzer Usman. (2001). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muhammad Solikhin. (2011). The Miracle Of Shalat. Jakarta: Erlangga.
Muhibbin Syah. (2012). Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Muhibbin Syah. (2013). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muri Yusuf. (2017). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, Dan Penelitian Gabungan Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
Mursidin. (2010). Studi Kualitatif Pemaknaan Aplikatif Shalat Sosial. Psympathic Jurnal Ilmiah Psikologi, III, 188195.
Nana Sudjana. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nana Sudjana. (2011). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Republik Indonesia. (2013). PP No.32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta
Republik Indonesia. (2015). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sekretariat Jenderal MPR RI. Jakarta
Rohmad Qomari. (2008). Pengembangan Instrumen Evaluasi Domain Afektif. Insania, 13, 87109.
Rubino. (2018). Studi Korelasi tentang Pemahaman Pentingnya Ibadah Shalat dan Pengamalannya. Jurnal Pendidikan Madrasah, 3, 199206.
Sambas Ali Muhidin dan Maman A. (2009). Analisis Korelasi, regresi, dan Jalur Penelitian Banding Pustaka Setia.
Slamet Firdaus. (2015). Salat Berkualitas salat Berjiwa Ihsan. Mahkamah, 9, 125139.
Slameto. (1995). Belajar dan Faktor-Faktor Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Subana. (2000). Statistik Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Sugiyono. (2009). Statistik untuk Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Statistik untuk Pendidikan. Bandung Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. (1993). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suharsimi Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suyono, & Hariyanto. (2012). Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syaikh Mumin bin Fathi Al-Haddad. (2007). Khusyuk Bukan Mimpi. Solo: Aqwam.
Syarif Yahya, & Irwan Kurniawan. (2012). Pengajaran Salat. Bandung: Marja.
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. (2009). Pedoman Shalat. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Tuti Hayati. (2013). Pengantar Statistika Pendidikan. Bandung: CV Insan Mandiri.
Umi Muzayanah, & Wahyu Lestari. (2014). Pengembangan Instrumen Penilaian Karakter Mata pelajaran PAI SMP. Journal of Educational Research and Evaluation, 3, 4753.
W. James Phopam. (2013). Teknik Mengajar Secara Sistematis. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Wildan Baihaqi. (2018). Psikologi Agama. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.
Wina Sanjaya. (2013). Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
WJS Poerwadarwinta. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
WS. Winkel S.J. (2004). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
Yurhadi Ghani. (2011). Pengaruh salat Terhadap Perilaku Remaja. Jurnal Al-Shifa, 02, 287320.
Zainal Arifin. (2017). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
DOKUMENTASI
SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru tampak dari depan
Siswa sedang mengerjakan tes dan angket
Peneliti sedang mengawasi siswa
Foto kelas yang diambil dari CCTV
KISI-KSI PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN SISWA
TENTANG SALAT DENGAN PENGAMALAN MEREKA
MENUNAIKAN SALAT LIMA WAKTU
No
Pokok Bahasan
Indikator
Sumber Data
APD
No. Item
1
Pemahaman Siswa Tentang Salat
Salat Berjamaah
Salat Jumat
Salat jamak qasar
Salat sunah
S
I
S
W
A
T
E
S
T
. ItemrasaaRA PEMAHAMAN SISWA TENTANG SALAT DENGAN PENGAMALAN MEREKA MENUNAIKAN SALAT LIMA WAKTU
1 7
8 13
14 19
20 25
2
Pengamalan Siswa Menunaikan Salat Lima Waktu
Terpenuhinya syarat sah salat
Terpenuhinya rukun salat
Terpeliharanya salat dari perbuatan-perbuatan yang tidak disukai
Konsistensinya kekhusyukan
Konsistensinya melaksanakan salat lima waktu
S
I
S
W
A
A
N
G
K
E
T
1 6
7 9
10 16
17 20
21 25
3
Kondisi Objektif SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru Bandung
Profil sekolah
Keadaan sarana belajar
Keadaan pengajar dan siswa
Staf TU
Observasi
& Wawancara
TES TULIS (VARIABEL X)
Nama : ..
Kelas : ..
Petunjuk Pengisian
Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban A, B, C, atau D yang dianggap paling tepat dan Bacalah Basmallah sebelum mengisi pertanyaan di bawah ini!
Salat yang dilakukan secara bersama, dan dipimpin oleh orang yang ditunjuk sebagai imamnya disebut salat
Munfarid B. Jamak C. Berjamaah D. Qasar
Jumlah makmum dalam salat berjamaah paling sedikit adalah
Satu orang B. Delapan orang C. Enam orang D. Sepuluh orang
Pahala salat berjamaah lebih banyak dibanding salat sendirian, yaitu
10 derajat B. 27 derajat C. 37 derajat D. 90 derajat
Perhatikan hal-hal berikut ini
Fasih bacaan al-Quran
Berakal sehat
Balig
Sudah menikah
Hal-hal yang merupakan syarat menjadi seorang imam adalah
i, ii, dan iii B. i, ii, dan iv C. i, iii, dan iv D. ii, iii, dan iv
Makmum masbuq adalah makmum yang
Ketinggalan salat-nya imam
Memisahkan diri dengan imam
Menyesuaikan diri dengan imam
Tidak mengikuti salat-nya imam
Di bawah ini yang termasuk syarat salat berjamaah adalah, kecuali…
Salat imam sama dengan salat makmum
Ada makmum
Dikerjakan ditempat yang berbeda
Dikerjakan di tempat yang sama
Makmum dalam salat berjamaah adalah orang yang mengikuti gerakan imam, sedangkan imam adalah
Pemimpin salat B. Anggota salat C. Peserta salat D. Ketua salat
Salat Jumat adalah
Salat dua rakaat yang dilaksanakan pada hari Jumat dan tanpa didahului dua khotbah
Salat dua rakaat yang dilaksanakan pada hari Jumat pada waktu Shubuh
Salat empat rakaat yang dilaksanakan pada hari Jumat dan tanpa didahului dua khotbah
Salat dua rakaat yang dilaksanakan di hari Jumat pada waktu Zuhur dan didahului dua khotbah
فَٱسۡعَوۡاْ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِ Penggalan ayat tersebut artinya
Bersegeralah kamu berwudhu
Bersegeralah kamu tayamum
Bersegeralah kamu bersedekah
Bersegeralah kamu mengingat Allah
Hukum Salat Jumat bagi kaum laki-laki adalah
Sunah B. Wajib C. Mubah D. Makruh
Orang yang berkhutbah pada salat Jumat disebut
Imam B. Makmum C. Khotib D. Muallaf
Berikut yang termasuk sunah dalam salat Jumat adalah
Diutamakan memakai pakaian yang penuh warna
Memakai pakaian seadanya
Membaca quran saat khatib khutbah
Memakai wewangian
Seorang laki-laki yang sudah balligh wajib melaksanakan salat Jumat. Balligh artinya
Sudah dewasa
Sudah Tua
Masih anak-anak
Sudah berkeluarga
Maksud menjamak salat adalah
Meringkas salat
Menggabungkan salat
Mengurangi salat
Menambah salat
Maksud menqasar salat adalah
Memindahkan waktu salat
Menambah rakaat
Meringkas rakaat salat
Menggabungkan salat
Sebab dibolehkan menjamak salat karena
Lupa B. Bepergian jauh C. Tidur D. Sibuk
Salah satu keringanan yang diberikan Allah subhanahu wa taala kepada umat muslim dalam beribadah adalah
Salat jamak qasar B. Salat Jumat C. Salat sunah D. Salat rawatib
Salat jamak ada dua macam, yaitu
Jamak taqdim dan jamak takhir
Jamak qashar dan jamak taqdim
Jamak takhir dan jamak qasar
Jamak taqdim dan jamak rukhsah
Salat yang bisa di qasar adalah salat
Dzuhur B. Subuh C. Maghrib D. Sunah
Salat sunah merupakan salat yang
Dianjurkan B. Diwajibkan C. Dilarang D. Diharuskan
Waktu melaksanakan salat tahajud adalah
Setelah salat Asar sampai dengan salat Maghrib
Setelah salat Asar sampai dengan salat Isya
Setelah salat Maghrib sampai dengan salat Isya
Setelah salat Isya sampai dengan menjelang terbit fajar
Salat sunah yang dilaksanakan setelah pelaksanaan salat Isya disebut salat sunah
Salat badiyah Isya
Salat qabliyah Isya
Salat qasar Isya
Salat jamak Isya
Hikmah yang bisa diperoleh jika kita membiasakan diri mengerjakan salat-salat sunah, diantaranya sebagai berikut, kecuali…
Menambah kesempurnaan salat wajib
Meningkatkan derajat
Mendatangkan keberkahan dari Allah
Menambah kesempurnaan salat nawafil
Salat sunah yang dikerjakan ketika mengiringi salat fardu disebut
Salat dhuha B. Salat istikharah C. Salat rawatib D.Salat tahajud
Hukum salat qabliyah Subuh adalah
Sunah B. Wajib C. Mubah D. Makruh
ANGKET PENELITIAN (VARIABEL Y)
NAMA : ..
KELAS: ..
Petunjuk Pengisian
Bacalah Basmallah sebelum mengisi tanggapan di bawah ini dan Berilah tanda ceklis (V) pada jawaban yang dianggap paling tepat!
NO
PERNYATAAN
TANGGAPAN
SL
SR
KD
JR
TP
1
Saya memakai baju khusus yang bersih untuk salat
2
Saya memastikan badan saya terbebas dari kotoran dan najis ketika hendak mendirikan salat
3
Saya memastikan tempat yang saya pakai untuk salat terbebas dari kotoran dan najis
4
Saya melaksanakan perkara sunah, seperti membaca doa rukuk dan sujud di dalam salat
5
Ketika hendak salat saya memastikan tidak ada aurat tubuh saya yang terbuka
6
Disaat bepergian lalu saya hendak melaksanakan salat maka saya mencari tahu arah kiblat di daerah setempat
7
Saya membaca surat al-Fatihah pada setiap rakaat dalam salat
8
Saya berhenti sejenak ketika sedang rukuk
9
Saya berhenti sejenak ketika sedang sujud
10
Saya meluruskan punggung saya ketika sedang rukuk
11
Saya menempelkan dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung kaki ke tempat sujud saat sujud
12
Saya berpaling ke kiri, ke kanan dan melihat ke atas ketika salat
13
Saya banyak menggerakkan anggota badan ketika salat
14
Saya menutup mulut ketika menguap di dalam salat
15
Saya tertawa ketika diajak teman bercanda di dalam salat
16
Saya menahan hajat buang air besar/kecil ketika salat
17
Ketika salat seluruh anggota tubuh saya terasa tenang
18
Ketika salat hati saya terasa tentram
19
Ketika berdiri dalam salat saya memandang tempat sujud
20
Ketika salat saya merasa bahwa Allah subhanahu wa taala sedang melihat saya
21
Saya melaksanakan salat Subuh secara rutin
22
Saya melaksanakan salat Dzuhur secara rutin
23
Saya melaksanakan salat Ashar secara rutin
24
Saya melaksanakan salat Maghrib secara rutin
25
Saya melaksanakan Salat Isya secara rutin
KETERANGAN: SL: SELALU SR: SERING KD: KADANG-KADANG JR: JARANG TP: TIDAK PERNAH
DATA-DATA ANALISIS KUANTITATIF
Analisis Parsial Variabel X
Analisis Parsial Perindikator
Tabel
Analisis Parsial per Indikator Pemahaman Siswa Terhadap Materi Salat (X)
No
Indikator pemahaman
Kata kerja operasional proses pemahaman
No Soal
Jumlah Jawaban Benar
rata-rata nilai soal
Jumlah Indikator
Rata-rata nilai aspek
rata-rata indikator pemahaman
1
Salat berjamaah
Menggolongkan
1
54
100
196,29
98,14
92,9
4
52
96,29
Menjelaskan
5
48
88,89
187,04
93,52
7
53
98,15
Menyatakan
2
47
87,04
261,11
87,04
3
44
81,48
6
50
92,59
2
Salat Jumat
Menjelaskan
8
51
94,44
194,44
97,22
91,05
13
54
100
Menerjemahkan
9
44
81,48
81,48
81,48
Menyatakan
10
54
100
283,33
94,44
11
52
96,29
12
47
87,04
3
Salat Jamak Qasar
Menjelaskan
14
47
87,04
216,67
72,22
83,95
15
33
61,11
18
37
68,52
Menyatakan
16
50
92,59
181,48
90,74
17
48
88,89
Menggolongkan
19
48
88,89
88,89
88,89
4
Salat Sunah
Menyatakan
20
54
100
485,18
80,86
80,86
21
53
98,15
22
42
77,78
23
24
44,44
24
38
70,37
25
51
94,44
Rata-Rata
87,04
87,19
Analisis Parsial Seluruh Variabel X
Tabel Hasil Pemahaman Siswa Terhadap Materi Salat
No
No item
Jumlah
Skor
1
2
3
1
5
6
7
8
9
10
11
12
13
11
15
16
17
18
19
20
21
22
23
21
25
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
0
1
0
17
68
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
25
100
3
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
20
80
4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
25
100
5
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
25
100
6
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
24
96
7
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
22
88
8
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
22
88
9
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
18
72
10
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
25
100
11
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
21
84
12
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
25
100
13
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
23
92
14
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
25
100
15
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
23
92
16
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
20
80
17
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
24
96
18
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
22
88
19
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
23
92
20
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
23
92
21
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
22
88
22
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
22
88
23
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
21
84
24
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
21
84
25
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
21
84
No
No item
Jumlah
Skor
1
2
3
1
5
6
7
8
9
10
11
12
13
11
15
16
17
18
19
20
21
22
23
21
25
26
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
23
92
27
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
23
92
28
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
22
88
29
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
23
92
30
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
23
92
31
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
21
84
32
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
18
72
33
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
20
80
34
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
20
80
35
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
25
100
36
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
23
92
37
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
24
96
38
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
25
100
39
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
24
96
40
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
0
0
1
19
76
41
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
21
84
42
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
22
88
43
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
22
88
44
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
22
88
45
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
1
1
17
68
46
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
21
84
47
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
1
20
80
48
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
17
68
49
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
18
72
50
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
22
88
51
1
0
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
19
76
No
No item
Jumlah
Skor
1
2
3
1
5
6
7
8
9
10
11
12
13
11
15
16
17
18
19
20
21
22
23
21
25
52
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
1
1
18
72
53
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
25
100
54
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
0
19
76
Rata-rata
87
PROSES PENGHITUNGAN UJI NORMALITAS DATA VARIABEL X
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui skor rata-rata jawaban responden siswa kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru Kab. Bandung, instrumen penelitian variabel X terdiri dari 25 item kuisioner tes mengenai pemahaman siswa tentang bab salat berjamaah, salat jumat, salat jamak qasar dan salat sunah. Untuk melakukan proses analisis didasarkan pada nilai total responden. Jika diurutkan ke samping dari skor terkecil sampai skor terbesar dapat disajikan sebagai berikut:
68 68 68 72 72 72 72 76 76
76 80 80 80 80 80 84 84 84
84 84 84 84 88 88 88 88 88
88 88 88 88 88 92 92 92 92
92 92 92 92 92 96 96 96 96
100 100 100 100 100 100 100 100 100
Dari data di atas, peneliti akan melakukan uji normalitas sebagai berikut:
Uji Normalitas Distribusi
Dalam pengujian normalitas data variabel X, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
Menentukan Rentang dengan rumus:
= 100 68
= 32
Menentukan banyaknya interval kelas dengan rumus:
K = 1 + 3,3 log (54)
= 1 + 3,3 (1,73)
= 1 + 5,71
= 6,71 dibulatkan menjadi 7
Menentukan panjang kelas interval (P) dengan rumus:
P = dibulatkan menjadi 5
Membuat daftar tabel distribusi frekuensi masing-masing variabel
TABEL X
TABEL DISTRIBUSI VARIABEL X
Kelas Interval
68 72
7
70
4900
7
490
34300
73 77
3
75
5625
10
225
16875
78 82
5
80
6400
15
400
32000
83 87
7
85
7225
22
595
50575
88 92
19
90
8100
41
1710
153900
93 97
4
95
9025
45
380
36100
98 102
9
100
10000
54
900
90000
Jumlah
54
4700
413750
Uji tendensi Sentral, meliputi:
Mencari mean dengan rumus:
=
Mencari median dengan rumus:
= 87,5 + 5
= 88,82
Mencari modus dengan rumus:
= 87,5 + 5
= 89,72
Menentukan kurva
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapati mean= 87,03 lebih kecil daripada median= 88,82, dan nilai median lebih kecil dari modus= 89,72. Kedudukan nilai mean, median dan modus tersebut dapat dilihat dalam kurva di bawah ini
Menentukan standar deviasi dengan rumus:
=
=
=
= 9,39
Menentukan nilai Z skor
Membuat tabel frekuensi observasi dan ekspektasi skor modul
Kelas Interval
Batas kelas
Z skor
Z Tabel
67,5
-2,08
0,0188
68 72
0,0418
2,2572
7
72,5
-1,55
0,0606
73 77
0,0956
5,1624
3
77,5
-1,01
0,1562
78 82
0,1594
8,6076
5
82,5
-0,48
0,3156
83 87
0,2043
11,0322
7
87,5
0,05
0,5199
88 92
0,1991
10,7514
19
92,5
0,58
0,7190
93 97
0,1496
8,0784
4
97,5
1,12
0,8686
98 102
0,0819
4,4226
9
102,5
1,65
0,9505
Uji normalitas masing-masing variabel dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Menentukan chi kuadrat hitung dengan rumus:
Menentukan derajat kebebasan dengan rumus:
Dk= banyaknya kelas (3) = 7 3 = 4
Menentukan chi kuadrat ( dengan taraf signifikansi 5%
Menguji normalitas dengan ketentuan:
Jika < , maka data berdistribusi normal. Pada keadaan lain, data tidak berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai chi kuadrat sebesar 26,95 dan nilai chi kuadrat sebesar 9,488. Maka dapat dipahami > , dan dapat diinterpretasikan bahwa hasil data tes pemahaman siswa kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru Bandung terhadap materi salat berdistribusi tidak normal.
Analisis Parsial Variabel Y
Analisis Parsial Perindikator
Tabel
Analisis Parsial per Indikator Pengamalan Salat Lima Waktu Siswa (Y)
No
Indikator Pengamalan Salat Lima Waktu
Nomor Soal
Jumlah Jawaban Benar
Rata-rata Nilai Soal
Jumlah Indikator
Rata-rata Indikator
1
Terpenuhinya syarat sah salat
1
207
3,83
26,39
4,39
2
244
4,52
3
245
4,54
4
252
4,67
5
251
4,65
6
226
4,18
2
Terpenuhinya rukun salat
7
262
4,85
13,35
4,45
8
228
4,22
9
231
4,28
3
Terpeliharanya salat dari perbuatan yang tidak disukai
10
220
4,07
26,19
3,74
11
256
4,74
12
191
3,54
13
187
3,46
14
195
3,61
15
213
3,9
16
155
2,87
4
Konsistensinya kekhusyukan
17
232
4,29
17,43
4,36
18
241
4,46
19
241
4,46
20
228
4,22
5
Konsistensinya melaksanakan salat lima waktu
21
208
3,85
21,21
4,36
22
245
4,54
23
223
4,13
24
250
4,63
25
219
4,06
Rata-Rata
4,24
104,57
Analisis Parsial Seluruh Variabel Y
Daftar Tabel Hasil Angket Pengamalan salat Lima Waktu Siswa
No
No Item
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
1
4
5
5
4
5
5
5
5
5
5
5
5
4
4
5
3
5
5
5
5
5
5
5
5
5
119
2
5
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
3
4
4
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
118
3
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
4
4
4
1
5
5
5
5
5
5
5
5
5
116
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
3
5
4
2
5
5
5
5
5
5
4
5
4
116
5
5
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
3
4
4
3
5
5
5
4
5
5
5
5
5
116
6
4
5
5
5
5
4
5
5
5
4
5
5
3
3
5
4
4
5
5
4
5
5
5
5
5
115
7
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
4
3
3
5
4
4
5
5
5
5
4
3
5
5
5
114
8
3
5
5
5
5
5
5
5
5
4
5
4
3
4
4
3
5
5
5
4
5
5
5
5
5
114
9
4
5
4
5
5
5
5
5
5
5
5
3
4
5
5
4
5
5
5
3
4
5
4
5
4
114
10
4
5
5
5
5
5
5
3
3
5
5
5
4
5
5
2
4
5
5
5
5
5
4
5
4
113
11
3
4
5
5
5
3
5
5
5
4
5
4
4
5
4
3
5
5
5
4
5
5
5
5
5
113
12
3
5
5
5
5
3
5
3
3
5
5
5
5
3
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
3
113
13
3
5
5
5
5
3
5
3
3
5
5
5
5
3
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
115
14
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
3
4
1
5
5
5
5
3
5
4
5
3
112
15
4
5
5
5
5
5
5
5
5
4
5
4
4
4
4
4
4
4
5
3
4
5
4
5
5
112
16
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
3
5
4
3
4
1
5
5
5
5
4
5
3
5
4
111
17
4
5
5
5
5
5
5
3
4
5
5
5
5
1
5
1
5
5
5
5
3
5
5
5
5
111
18
5
5
4
5
4
4
5
5
5
4
5
5
3
4
5
2
4
4
4
4
5
5
5
5
5
111
19
4
5
5
5
4
5
5
5
5
4
5
4
4
2
4
5
4
5
5
3
5
5
4
5
4
111
20
4
4
5
5
4
5
5
5
5
5
5
2
3
5
5
1
5
5
5
5
3
5
4
5
3
108
21
4
5
4
5
5
5
5
5
5
5
5
3
3
5
4
1
5
5
4
5
4
5
4
5
4
110
22
4
5
5
5
4
5
5
5
5
4
5
4
4
2
3
5
4
4
4
3
5
5
4
5
5
109
23
5
5
5
5
5
5
5
4
4
4
5
5
4
3
4
3
4
4
5
4
4
4
4
4
4
108
24
4
5
4
5
4
4
5
5
5
5
5
3
3
3
4
5
5
5
5
5
4
5
5
5
4
112
25
5
5
4
5
5
3
5
3
3
4
4
4
4
5
4
4
4
4
5
4
4
5
5
5
5
108
No
No Item
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
3
5
5
4
5
0
5
3
3
5
5
2
4
3
3
3
4
5
5
5
5
5
5
5
5
102
27
4
5
4
5
4
4
5
5
5
5
5
3
3
3
4
5
5
5
5
5
4
5
5
5
4
112
28
5
5
5
4
5
5
5
4
4
4
5
5
4
5
5
1
3
5
5
4
2
5
4
4
4
107
29
4
5
5
5
5
4
5
5
5
4
5
4
4
3
4
1
4
4
4
4
4
5
4
5
4
106
30
4
5
4
5
5
5
5
3
3
5
5
4
3
4
3
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
105
31
3
4
5
5
5
4
5
5
4
0
5
3
3
4
4
5
5
5
4
5
4
5
4
5
4
105
32
4
5
5
5
5
5
5
4
4
5
5
4
3
4
3
2
4
4
5
3
3
4
4
5
4
104
33
4
5
5
5
5
5
5
5
5
3
5
3
3
5
5
1
4
4
4
5
3
4
4
4
3
104
34
3
4
4
4
4
4
3
3
3
3
4
4
3
4
4
2
4
4
4
3
4
4
3
4
4
90
35
4
4
4
5
5
3
5
5
5
4
5
3
3
4
3
2
5
5
5
4
3
5
4
5
3
103
36
4
5
4
5
4
5
5
3
3
5
5
3
3
4
3
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
102
37
4
4
4
4
5
5
5
4
4
4
5
2
4
2
2
4
1
5
5
5
4
5
5
5
5
102
38
4
3
3
5
5
2
5
5
5
4
5
4
4
5
4
1
5
5
5
5
4
5
4
5
4
106
39
3
4
4
5
5
5
5
2
2
5
5
4
4
5
5
1
5
5
2
5
3
4
4
4
4
100
40
4
4
5
4
5
5
5
4
4
4
4
3
2
3
5
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
100
41
4
4
5
4
4
3
5
3
4
3
5
3
3
4
3
4
5
5
4
4
3
5
4
5
4
100
42
3
3
4
4
4
4
5
5
5
3
5
3
3
3
3
1
4
4
5
5
4
5
4
5
5
99
43
3
4
5
3
5
5
5
3
5
0
5
0
5
5
4
1
5
5
5
5
3
5
5
5
2
98
44
4
4
4
3
4
4
5
4
4
3
5
4
3
4
3
4
5
4
4
4
4
4
4
4
4
99
45
4
3
5
5
5
5
5
5
5
4
4
0
4
2
4
4
4
3
4
3
3
4
4
4
4
97
46
4
5
5
5
5
3
3
5
5
5
5
3
4
1
4
5
3
3
3
3
5
3
3
5
4
99
47
4
5
4
4
4
3
5
4
4
5
4
3
3
4
3
2
3
4
4
4
3
4
3
4
3
93
48
3
4
4
3
5
4
3
2
2
3
4
5
4
3
4
4
3
2
4
3
3
4
4
4
4
88
49
3
5
4
4
5
2
5
4
4
3
5
3
2
1
4
1
4
4
5
3
3
4
3
4
2
87
50
2
5
5
5
4
2
5
3
3
4
5
4
3
5
2
2
3
3
4
3
2
3
2
4
3
86
No
No Item
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
51
3
3
3
5
5
3
5
5
5
4
5
0
3
4
3
2
3
3
0
4
3
4
3
4
4
86
52
3
3
3
5
3
4
5
5
5
3
3
2
2
3
3
3
4
4
3
3
2
3
3
3
3
83
53
2
4
4
4
3
4
4
2
2
2
4
3
3
1
4
3
4
4
4
4
2
4
3
4
3
81
54
3
4
4
4
3
5
4
4
4
3
3
3
2
3
4
3
4
5
4
3
3
3
3
3
3
87
Rata-rata
104,6
PROSES PENGHITUNGAN UJI NORMALITAS DATA VARIABEL Y
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui skor rata-rata jawaban responden siswa kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru Kab. Bandung. Instrumen penelitian variabel Y terdiri dari 25 item kuisioner angket mengenai pengamalan salat lima waktu siswa. Untuk melakukan proses analisis didasarkan pada nilai total responden. Jika diurutkan ke samping dari skor terkecil sampai skor terbesar dapat disajikan sebagai berikut:
81 83 86 86 87 87 88 90 93
97 98 99 99 99 100 100 100 102
102 102 103 104 104 105 105 106 106
107 108 108 108 109 110 111 111 111
111 112 112 112 112 113 113 113 114
114 114 115 115 116 116 116 118 119
Dari data di atas, peneliti akan melakukan uji normalitas sebagai berikut:
Uji Normalitas Distribusi
Dalam pengujian normalitas data variabel Y, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
Menentukan Rentang dengan rumus:
= 119 81
= 38
Menentukan banyaknya interval kelas dengan rumus:
K = 1 + 3,3 log (54)
= 1 + 3,3 (1,73)
= 1 + 5,71
= 6,71 dibulatkan menjadi 7
Menentukan panjang kelas interval (P) dengan rumus:
P = dibulatkan menjadi 6
Membuat daftar tabel distribusi frekuensi masing-masing variabel
TABEL Y
TABEL DISTRIBUSI VARIABEL Y
Kelas Interval
81 86
4
83,5
6972,25
4
334
27889
87 92
4
89,5
8010,25
8
358
32041
93 98
3
95,5
9120,25
11
286,5
27360,75
99 104
12
101,5
10302,25
23
1218
123627
105 110
10
107,5
11556,25
33
1075
115562,5
111 116
19
113,5
12882,25
52
2156,5
244762,8
117 - 122
2
119,5
14280,25
54
239
28560,5
Jumlah
54
5667
599803,5
Uji tendensi Sentral, meliputi:
Mencari mean dengan rumus:
=
Mencari median dengan rumus:
= 104,5 + 6
= 106,9
Mencari modus dengan rumus:
= 110,5 + 6
= 112,6
Menentukan kurva
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, didapati mean= 104,9 lebih kecil daripada median= 106,9, dan nilai median lebih kecil dari modus= 112,6. Kedudukan nilai mean, median dan modus tersebut dapat dilihat dalam kurva di bawah ini
Menentukan standar deviasi dengan rumus:
=
=
=
= 9,79
Menentukan nilai Z skor
Membuat tabel frekuensi observasi dan ekspektasi skor modul
Kelas Interval
Batas kelas
Z skor
Z Tabel
80,5
-2,49
0,0064
81 86
0,0237
1,28
4
86,5
-1,88
0,0301
87 92
0,0719
3,88
4
92,5
-1,27
0,1020
93 98
0,1558
8,41
3
98,5
-0,65
0,2578
99 104
0,2262
12,22
12
104,5
-0,04
0,4840
105 110
0,2317
12,51
10
110,5
0,57
0,7157
111 116
0,1653
8,93
19
116,5
1,18
0,8810
117 122
0,0823
4,44
2
122,5
1,79
0,9633
Uji normalitas masing-masing variabel dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Menentukan chi kuadrat hitung dengan rumus:
22,47
Menentukan derajat kebebasan dengan rumus:
Dk= banyaknya kelas (3) = 7 3 = 4
Menentukan chi kuadrat ( dengan taraf signifikansi 5%
Menguji normalitas dengan ketentuan:
Jika < , maka data terdistribusi normal. Pada keadaan lain, data tidak berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai chi kuadrat sebesar 22,47, dan nilai chi kuadrat sebesar 9,488. Maka dapat dipahami > , bahwa hasil data angket pengamalan salat lima waktu siswa kelas VIII SMP Laboratorium Percontohan UPI Kampus Cibiru Bandung berdistribusi tidak normal.
Analisis Korelasi
Uji Linieritas
Membuat tabel penolong untuk menghitung persamaan regresi dan korelasi
Tabel Data untuk Analisis Regresi dan Korelasi
No
1
68
119
4624
14161
8092
2
100
118
10000
13924
11800
3
80
116
6400
13456
9280
4
100
116
10000
13456
11600
5
100
116
10000
13456
11600
6
96
115
9216
13225
11040
7
88
114
7744
12996
10032
8
88
114
7744
12996
10032
9
72
114
5184
12996
8208
10
100
113
10000
12769
11300
11
84
113
7056
12769
9492
12
100
113
10000
12769
11300
13
92
115
8464
13225
10580
14
100
112
10000
12544
11200
15
92
112
8464
12544
10304
16
80
111
6400
12321
8880
17
96
111
9216
12321
10656
18
88
111
7744
12321
9768
19
92
111
8464
12321
10212
20
92
108
8464
11664
9936
21
88
110
7744
12100
9680
22
88
109
7744
11881
9592
23
84
108
7056
11664
9072
24
84
112
7056
12544
9408
25
84
108
7056
11664
9072
26
92
102
8464
10404
9384
27
92
112
8464
12544
10304
28
88
107
7744
11449
9416
29
92
106
8464
11236
9752
30
92
105
8464
11025
9660
31
84
105
7056
11025
8820
32
72
104
5184
10816
7488
33
80
104
6400
10816
8320
34
80
90
6400
8100
7200
35
100
103
10000
10609
10300
36
92
102
8464
10404
9384
37
96
102
9216
10404
9792
38
100
106
10000
11236
10600
39
96
100
9216
10000
9600
40
76
100
5776
10000
7600
41
84
100
7056
10000
8400
42
88
99
7744
9801
8712
No
43
88
98
7744
9604
8624
44
88
99
7744
9801
8712
45
68
97
4624
9409
6596
46
84
99
7056
9801
8316
47
80
93
6400
8649
7440
48
68
88
4624
7744
5984
49
72
87
5184
7569
6264
50
88
86
7744
7396
7568
51
76
86
5776
7396
6536
52
72
83
5184
6889
5976
53
100
81
10000
6561
8100
54
76
87
5776
7569
6612
Jumlah
4700
5650
413808
596344
493596
Menentukan persamaan regresi linier
=
= 70,86
=
= 0,39
Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa a= 70,86 dan b= 0,39. dengan mensubstitusikan koefisien a dan b ke dalam rumus persamaan regresi, maka didapati pasangan variabel X dan Y pada penelitian ini yaitu
Menguji linieritas regresi, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Menghitung jumlah kuadrat regresi a ()
= 591157,41
Menghitung jumlah kuadrat regresi b terhadap a
Menghitung jumlah kuadrat residu
=
= 596344 591157,41 716,33 = 4470,26
Untuk mempermudah perhitungan , diperlukan tabel penolong sebagai berikut:
Tabel
Daftar Pasangan Variabel X dan Y
No
Kelompok
1
68
1
3
119
2
68
97
3
68
88
4
72
2
4
114
5
72
104
6
72
87
7
72
83
8
76
3
3
100
9
76
86
10
76
87
11
80
4
5
116
12
80
111
13
80
104
14
80
90
15
80
93
16
84
5
7
113
17
84
108
18
84
112
19
84
108
20
84
105
21
84
100
22
84
99
23
88
6
10
114
24
88
114
25
88
111
26
88
110
27
88
109
28
88
107
29
88
99
30
88
98
31
88
99
32
88
86
33
92
7
9
115
34
92
112
35
92
111
36
92
108
37
92
102
38
92
112
39
92
106
40
92
105
41
92
102
42
96
8
4
115
43
96
111
44
96
102
45
96
100
46
100
9
9
118
47
100
116
48
100
116
49
100
113
50
100
113
51
100
112
52
100
103
53
100
106
54
100
81
Jumlah kuadrat kekeliruan
= 508,67+634+122+502,8+177,7+724,1+174,89+154+1048= 4046,71
Menghitung derajat kebebasan kekeliruan (
; K=banyak kelas (dari x yang sama)
= 54 9= 45
Menghitung derajat kebebasan ketidakcocokkan ()
= 9 2= 7
Menghitung jumlah kuadrat ketidakcocokkan
4470,26 - 4046,71
= 423,55
Menghitung rata-rata kuadrat kekeliruan
Menghitung rata-rata kuadrat ketidakcocokkan
Mengitung F ketidakcocokkan ()
Menentukan dengan menggunakan taraf signifikansi 5%
= F(0,05)(7/45)= 2,22
Kriteria Pengujian:
Jika maka regresi linear, dan
Jika maka regresi tidak linear
Berdasarkan data diatas diperoleh bahwa sedangkan . Maka dapat dipahami bahwa dengan makna bahwa data tersebut memiliki regresi linier.
Menghitung Koefisien Korelasi
Karena kedua variabel tidak berdistribusi normal maka cara untuk menghitung korelasinya digunakan teknik korelasi rank order.
Membuat tabel persiapan menghitung rho
No
X
Y
1
100
5
119
1
2
100
118
2
3
100
116
4
4
100
116
5
100
116
6
100
115
6,5
7
100
115
8
100
114
9
9
100
114
10
96
11,5
114
11
96
113
12
12
96
113
13
96
113
14
92
18
112
15,5
15
92
112
16
92
112
17
92
112
18
92
111
19,5
19
92
111
20
92
111
21
92
111
22
92
110
22
23
88
27,5
109
23
24
88
108
25
25
88
108
26
88
108
27
88
107
27
28
88
106
28,5
29
88
106
30
88
105
30,5
31
88
105
32
88
104
32,5
33
84
36
104
34
84
103
34
35
84
102
36
36
84
102
37
84
102
38
84
100
39
39
84
100
40
80
42
100
41
80
99
42
42
80
99
43
80
99
44
80
98
44
45
76
46
97
45
46
76
93
46
47
76
90
47
48
72
49,5
88
48
49
72
87
49,5
50
72
87
51
72
86
51,5
52
68
53
86
53
68
83
53
54
68
81
54
Menghitung nilai koefisien korelasi
No
X
Y
D
1
68
119
53
1
52
2704
2
100
118
5
2
3
9
3
80
116
42
4
38
1444
4
100
116
5
4
1
1
5
100
116
5
4
1
1
6
96
115
11,5
6,5
5
25
7
88
114
27,5
9
18,5
342,25
8
88
114
27,5
9
18,5
342,25
9
72
114
49,5
9
40,5
1640,25
10
100
113
5
12
-7
49
11
84
113
36
12
24
576
12
100
113
5
12
-7
49
13
92
115
12
6,5
6
36
14
100
112
5
15,5
-10,5
110,25
15
92
112
12
15,5
-3,5
12,25
16
80
111
42
19,5
22,5
506,25
17
96
111
11,5
19,5
-8
64
18
88
111
27,5
19,5
8
64
19
92
111
12
19,5
-7,5
56,25
20
92
108
12
25
-13
169
21
88
110
27,5
22
5,5
30,25
22
88
109
27,5
23
4,5
20,25
23
84
108
36
25
11
121
24
84
112
36
15,5
20,5
420,25
25
84
108
36
25
11
121
26
92
102
12
36
-24
576
27
92
112
12
15,5
-3,5
12,25
28
88
107
27,5
27
0,5
0,25
29
92
106
12
28,5
-16,5
272,25
30
92
105
12
30,5
-18,5
342,25
31
84
105
36
30,5
5,5
30,25
32
72
104
49,5
32,5
17
289
33
80
104
42
32,5
9,5
90,25
34
80
90
42
47
-5
25
35
100
103
5
34
-29
841
36
92
102
18
36
-18
324
37
96
102
11,5
36
-24,5
600,25
38
100
106
5
28,5
-23,5
552,25
39
96
100
11,5
39
-27,5
756,25
40
76
100
46
39
7
49
41
84
100
36
39
-3
9
42
88
99
27,5
42
-14,5
210,25
43
88
98
27,5
44
-16,5
272,25
44
88
99
27,5
42
-14,5
210,25
45
68
97
53
45
8
64
46
84
99
36
42
-6
36
47
80
93
42
46
-4
16
48
68
88
53
48
5
25
49
72
87
49,5
49,5
0
0
50
88
86
27,5
51,5
-24
576
51
76
86
46
51,5
-5,5
30,25
52
72
83
49,5
53
-3,5
12,25
53
100
81
5
54
-49
2401
54
76
87
46
49,5
-3,5
12,25
Jumlah
17548,25
Menghitung nilai koefisien korelasi dengan rumus rank spearman dengan rumus:
Menentukan penafsiran koefisien dengan kriteria sebagai berikut:
Besarnya nilai r
Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,00
Antara 0,600 sampai dengan 0,800
Antara 0,400 sampai dengan 0,600
Antara 0,200 sampai dengan 0,400
Antara 0,000 sampai dengan 0,200
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah (tak bekorelasi)
Karena = 0,33 koefisien korelasi berada pada interval 0,20 - 0,40. Maka dapat dipahami bahwa hubungan antara pemahaman siswa terhadap materi salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu terdapat korelasi yang rendah.
Uji Hipotesis Penelitian
Menentukan nilai t untuk mengetahui signifikansi variabel X dan Y, dengan rumus:
Menghitung dengan rumus:
; dengan dan db = n 2
= t (1-0,05) (54-2) = t (0,95)(52) = 2,00665
Pengujian Hipotesis
Jika , maka . Artinya jika t hitung lebih besar dari t tabel maka hipotesis diterima atau dengan kata lain korelasi antara variabel X dengan variabel Y adalah signifikan.
Jika , maka . Artinya jika t tabel lebih besar dari t hitung maka hipotesis tidak diterima atau dengan kata lain korelasi antara variabel X dengan variabel Y tidak signifikan.
Berdasarkan perhitungan di atas, . Dengan demikian dapat dipahami bahwa hipotesis diterima atau terdapat hubungan yang signifikan antara pemahaman siswa terhadap materi salat dengan pengamalan mereka menunaikan salat lima waktu.
Analisis Koefisien Determinasi
Menghitung derajat tidak adanya korelasi dengan rumus:
Selanjutnya interpretasi tinggi rendahnya korelasi yang diperoleh harus dinyatakan dalam perhitungan persentase dengan rumus:
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat dipahami bahwa pemahaman siswa terhadap materi salat mempengaruhi pengamalan mereka dalam melaksanakan salat lima waktu sebesar 6%. Angka tersebut mengisyaratkan bahwa pengamalan mereka dalam menunaikan salat lima waktu 94% nya dipengaruhi oleh faktor lain.
RIWAYAT HIDUP
KRISTIN WIRANATA. Lahir di Tangerang pada tanggal 13 Oktober 1997 dan merupakan putri pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Yuswan Wibiyanto dan Ibu Winarni yang beralamat di Jl. Danau Agung Villa Regensi II Blok: FH 4 No.19 Gelam Jaya Kec. Pasar Kemis, Tangerang, Banten.
Adpun jenjang pendidikan yang telah ditempuh adalah sebagai berikut:
TK Kartini II Tangerang (2001 - 2003)
SD Tunas Elok Tangerang (2003 2006)
SDN Rancasawo 01 Bandung (2006 2009)
SMP PGRI Periuk Tangerang (2009 2012)
SMAN 21 Bandung (2012 2015)
Setelah lulus SMA penulis melanjutkan ke Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sampai dengan penulisan skripsi ini penulis masih terdaftar sebagai mahasiswi Program S-1 PAI Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
Komentar